Sinopsis One Spring Night Episode 2 Part 1
Sumber: MBC
Gi Seok makan bareng ayahnya di restoran seolleongtang. Ayah bertanya soal tim baru Gi Seok, gimana?
"Soal itu... Lumayan. Beberapa eksekutif biasa bekerja di tim evaluasi."
"Mulai pikirkan pernikahan. Bisa fokus bekerja dengan bantuan istrimu pasti melegakan. Konon, Anggota Dewan Jang akan menunjuk Direktur FSS. Putri bungsunya.. sangat sukses. Tak mudah menjadi profesor di usia belia. Dia sangat mengagumkan."
Gi Seok hanya manggut-manggut.
"Buang orang yang tak berguna."
"Jung In wanita yang baik."
"Bukan hanya dia yang baik. Tak mudah menemukan yang tepat untuk dinikahi. Jangan mengulur waktu. Akhiri sekarang juga."
"Akan kupikirkan."
"Sebaiknya kau buat keputusan tepat."
Sebelum berpisah, Pak Kwon berkata akan mengatur pertemuan dengan keluarga Pak Jang.
"Nanti saja. Akan kupikirkan nanti. Akan kupertimbangkan." Jawab Gi Seok.
"Soal apa?"
"Ini soal pernikahanku. Aku harus pertimbangkan."
"Pernikahan itu bukan mainan anak-anak. Itu bagian dari bisnis. Ingatlah baik-baik."
Pak Kwon mendatangi Ruangan Kepsek SMA Suyeong, ruangan ayahnya Jung In, Pak Lee Tae Hak. Kata Pak Kwon, ia dalam perjalanan pulang tadi dan memutuskan mampir setelah bertemu Gi Seok tadi.
"Benar. Kalau diingat lagi, sudah lama tak menemuinya. Kabarnya baik?" Tanya Pak Lee.
"Ya."
"Syukurlah."
"Gi Seok pria, kami tak buru-buru, tapi putrimu harus cepat menikah, 'kan?"
"Sejujurnya... Kami mulai gelisah. Kurasa sudah saatnya kita membahas ini."
"Dia ingin menikah?"
"Ya, tentu saja. Mereka sudah lama berpacaran. Mereka pasti saling terikat."
"Kupikir tak seserius itu. Kurasa tak terikat seperti itu. Putri tertuamu menikahi pria yang hebat. Jung In juga sama. Dia wanita yang cakap."
"Benar."
"Kita makan siang besok atau lusa." Putus Pak Kwon lalu permisi.
Pak Lee bingung, ia memutuskan menelepon istrinya.
Jung In mendapat telepon dari ibunya.
"Ibu tak tahu itu soal apa?"
"..."
"Aku tak kesal. Kenapa dia tiba-tiba ingin aku datang? Ibu, minta Seo-in datang juga agar dia bisa ikut makan."
"..."
"Tidak, Ibu saja. Aku sibuk."
"..."
"Baik, dah."
Kemudian Jung In bergabung dengan Young Joo membawa rak buku. Young Joo merasa Jung In siap berkelahi hari ini kalau dilihat dari ekspresi wajahnya.
"Hei, kau mau pulang selepas kerja, 'kan?" Tanya Jung In.
"Kenapa? Mau kusiapkan bir dan menunggumu?"
"Siapkan banyak bir."
"Astaga, aku sudah mulai takut. Aku harus ke apotek dan beli obat untuk hatiku."
"Kau sering ke sana?"
"Apotek? Yang mana?"
"Yang di daerahmu, di jalan pulang."
"Benar, ada apotek di sana. Kau berlangganan di sana, ya?"
Pintu lift terbuka dan mereka masuk. Jung In berkata kalau ia hanya salah bicara, tapi Young Joo gak merasa begitu.
Shi Hoon menelepon Seo In, "Kau mengadu kepada ibumu? Ibumu memintaku datang."
"Maka datanglah."
"Diseret ke neraka bersamamu? Seo In, untuk apa kau bersikap licik?"
"Kau tampaknya takut."
"Otak pintarmu itu pasti sedang tak berfungsi, tapi kaulah yang bisa kehilangan segalanya."
"Terserah datang atau tidak."
"Tapi..."
Telepon diputus. Shi Hoon gak ngerti harus bersikap bagaimana terhadap Seo In. Sementara Seo In menghela nafas berat setelah menutup telepon, sampai ia mengelus dadanya.
Terdengar denting suara lift dan terlihat Jung In keluar dari sana. Seo In langsung nyamperin.
"Eonni datang." Kata Jung In.
"Bukankah kau yang memintaku?"
"Kau yang terbaik. Kenapa kau di luar?"
"Aku harus menelepon. Kira-kira Ayah mau apa, ya?"
"Siapa yang tahu? Tapi aku masih bisa menebak."
Seo In menghela nafas lagi.
Saat makan, ibu yang membuka pembicaraan.
Ibu: Bersama kalian membuat ibu kian merindukan Jae In.
Ibu menyuruh Seo In makan lagi karena nampak kurus di TV akhir-akhir ini, sedang diet ya?
"Tidak." Jawab Seo In.
"Lalu kau sakit? Kita ke dokter besok."
Ayah ikut menyahut, "Suaminya dokter, dan mertuanya pemilik RS. Jangan ikut campur."
Seo In: Aku tak sakit, Bu, jadi, tak perlu ikut campur.
Ayah: Suamimu sibuk? Dia jarang kemari.
Ibu: Dia baru mulai sif kerja malam. Kudengar dia tak sempat.
Seo In: Dia pulang pukul 23.00, aku pasti sudah pulang saat itu. Mau kuminta dia kemari?
Ayah pun diam.
Selanjutnya beralih pada Jae In, menanyakan hubungannya dengan Gi Seok. Jae In menjawab hubungan mereka masih sama.
"Tetap mau memacarinya?"
"Mungkin, atau bisa kuakhiri. Entahlah."
"Kau bercanda? Lalu untuk apa berkencan?"
"Lantas, kuakhiri saja?"
"Kenapa kau begini? Bukankah kau mau menikahinya?"
"Siapa yang tahu masa depan?"
"Ada apa? Kau bilang apa padanya?" Tanya Ayah ke ibu.
Ibu: Aku ancam dia agar tak menikah.
Ayah langsung meletakkan sumpitnya, "Ayah tak peduli. Bicara pada Gi Seok dan tetapkan tanggalnya. Menundanya hanya akan membuatmu merugi pada akhirnya."
Sebelum bicara, Jung In minta maaf dulu sama kakaknya.
"Aku tak sudi dipaksa seperti Kakak. Aku mau menimbang pilihanku dan menikah sesuai keinginanku saat aku siap. Tapi entah kapan."
"Dipaksa? Oleh siapa?" Ayah bertanya pada Seo In, "Seo In, beri tahu. Ayah memaksamu menikah? Begitukah?"
"Ya."
Ayah tak menyangka dengan jawaban Seo In itu.
"Aku tak menyalahkan Ayah. Itu salahku juga."
"Kalian bercanda, ya? Pernikahan itu lelucon?"
Jung In: Bagi Ayah seperti itu. Aku sudah dewasa, Ayah. Jika soal pernikahanku, tolong hormati keinginanku.
Jung In masuk ke mobil kakaknya. DIsana, mereka ketawa bareng. Setelahnya, Jung In minta maaf lagi, "Memang benar pernikahan Kakak memberiku pencerahan."
"Aku tahu."
"Terima kasih sudah paham."
Jung In bisa menghela nafas lega.
Seo In: Aku ingin kau memahami hal lain juga. Aku... akan bercerai. Tidak secepat mungkin, tapi kami sudah tidak serumah.
Jung In: Kakak akan baik-baik saja? Rumor bisa cepat menyebar dan akan menjelekkan reputasimu.
Seo In: Itulah yang menahanku selama ini.
Jung In: Perceraian ini... Kakak ipar menyetujuinya?
Seo In: Akan kupastikan dia setuju.
Jung In: Kakak baik-baik saja?
Seo In: Ya, setidaknya untuk saat ini.
Jung In: Ada yang bisa kubantu?
Seo In: Dukung aku saja saat waktunya tiba.
Jung In: Aku akan selalu mendukung Kakak. Kakak akan baik-baik saja?
Seo In mengangguk.
Jung In: Hubungi aku jika butuh. Aku akan terus bersiaga.
Mereka meratapi kehidupan masing-masing yang berantakan. Jung In mengatakan kalau Jae In ada di rumahnya.
"Dia tak berkabar itu selalu kabar buruk." Tanggapan Seo In.
"Aku tahu itu. Kita harus berkumpul lagi."
"Sulit dipercaya."
"Ketahuilah, Kak, kita hadapi ini bersama."
"Pasti ini efek bersaudari. Yang benar saja."
Terakhir, Jung In memberi semangat untuk kakaknya, "Lee Se In, Fighting!!"
"Terima kasih." Seo In memeluk erat adiknya.
Rekan kerja Ji Ho melihat salju turun di luar dan ia kesal karena gak punya pacar malam ini.
"Kenapa kesal?" Tanya Ji Ho.
"Karena turun salju. Aku tak mau pulang lebih cepat."
"Itu aturannya?"
"Saat turun salju? Ya. Aku pergi."
"Sudah ada rencana?"
"Akan kupikirkan di jalan. Sampai besok."
"Dah."
Saat wanita itu keluar, Jung In masuk.
Jung In membayar hutanganya, "Kenapa tak kirim nomor rekeningmu?"
Ji Ho diem aja setelah menerima uangnya.
"Aku bertanya padamu."
"Agar bisa menemuimu sekali lagi."
"Boleh minta kembalian?"
"Kau sudah makan malam? Jika belum, kita bisa makan dengan ini."
"Aku tak suka makan dengan orang asing."
Ji Ho malah tersenyum. Jung In heran, ada apa?
"Kau mengingat nomorku, kenapa aku jadi orang asing?"
"Ingatanku bagus, itu saja. Kau terlalu percaya diri jika menurutmu lebih daripada itu. Kita juga takkan bertemu lagi."
Ji Ho agak sedih. Lalu Jung In pamit.
Jung In berjalan sambil sesekali melihat kebelakang, bahkan akan putar balik, tapi ia urungkan.
Salju turunnya makin lebat sepertinya. Ji Ho keluar, ia mencari, berkeliling, tapi karena gak melihat Jung In gak ada, ia kembali.
Padahal Jung In baru saja keluar dari toserba yang ia lewati.
Jung In memasukkan bir belanjaannya ke kulkasnya Young Joo.
"Jadi, orang tuamu dan orang tuanya mulai membahas soal kalian untuk menikah?" Tanya young Joo.
"Aku mau menikah sebab ingin, bukan karena dikejar umur."
"Bagimu, logika selalu menang, kecuali soal cinta."
"Aku menawan, 'kan?"
Mereka mendengar suara motor. Young Joo menduga pasti pesanan ayam mereka. Jung In langsung keluar.
Tapi ia malah bertemu Ji Ho yang barusan naik. Jung In panik dan segera menutup pintu.
"Tahu dari mana aku di sini? Kau menguntitku?"
Ji Ho mengeluarkan dompetnya. Jung In langsung bilang kalau ia gak butuh kembalian.
"Pergilah! Atau mau kupanggil polisi." Bisik Jung In.
Lalu datanglah pengantar ayam.
Ji Ho gak berkata apa-apa sama Jung In, ia malah naik ke atas. Jung In mengintipnya dan melihat kalau Ji Ho masuk ke salah apartemen diatas lantai Young Joo.
OOPS!! Jung In salah sangka.
>
EmoticonEmoticon