Kilas balik...
So Woo duduk
sendirian di tengah tangga. Di seberang ia melihat Woo Hyuk sedang membully
siswa lain. Ia teringat dengan daftar VIP yang dilihatnya tempo hari.
So Woo (dengan akun Jeong-pa) lalu memposting halaman depan dokumen tersebut dengan logo dan tulisan yang disamarkan. Ia fokus pada tulisan VIP. Hal itu memunculkan berbagai komentar
"VIP? Apa maksudnya? Pelanggan VIP
kafe?"
"Berhenti membingunkan kita dengan
sesuatu yang tidak berguna!"
"Sangat gak jelas, apa kau mabuk?"
Pak Han melihat postingan Jeong-pa, ia mencocokkan dengan dokumen VIP yayasan dan ternyata cocok. So Woo menambahkan komentar di bawahnya,
"Orang-orang bodoh tanpa pemikiran
bertebaran di dunia. AKu tidak suka tempat seperti itu."
Pak Han
menghentikan mobilnya di depan sekolah, So Woo mengetuk kaca, ia tahu kalau Pak
Han pasti mencarinya. Pak Han membenarkan dan memintanya masuk.
Pak Han membawa So Woo ke pinggir sungai Han. So Woo memuji Pak Han yang sangat teliti, mengajaknya bertemu di tempat sepi.
Pak Han
langsung pada intinya, ia meminta So Woo untuk menghapus foto itu. So Woo tersenyum,
bertanya apa ini permintaan atau ancaman.
"Ini
demi kau. Banyak orang yang terikat oleh ini, lebih banyak dari yang kau
tahu."
So Woo mengoreksi, mungkin bukan hanya orang biasa tapi orang spesial. list dokumen gelap. Putri seorang politikus, cucu chaebol dan apa lagi ya.. Cheol Soo sudah memotret semuanya, ia lalu melihatnya.
Pak Han
beralasan kalau semua itu demi para murid. Berkat orang-orang itu mereka
mendapat beasiswa. Membayar biaya pembangunan kelas baru. Orang-orang itu
banyak menyumbang sehingga sekolah menjadi yang terbaik di negara.
"Tentu, hal itu bertentangan dengan peraturan. Tapi, toh, tidak ada saksinya. Jika para murid dapat mengendalikan kekecewaan mereka karenanya, mereka akan menyadari hal itu merupakan sistem yang rasional dan dapat menguntungkan semua orang."
So Woo tidak
bisa menerima pembenaran kosong semacam itu. Sekolah hanya mengejar keuntungan
bisnis, bahkan juga Pak Han, secara pribadi. Pak Han lah yang menyukai
"sistem rasional" akibat pola pikir yang politis itu.
Tapi, sekolah semestinya untuk para murid. Tempat penuh pelajar yang memercayai bahwa mereka bisa meraih segalanya jika mau berusaha, itulah sekolah!
Baiklah. Pak
Han memahami perasaan So Woo. Tapi... jika So Woo mengeksposnya seperti itu,
memang apa yang akan didapatkan para murid pada akhirnya? Mereka akan merasa
kecewa melihat kepercayaan dan usaha mereka dimanfaatkan, bahkan sebelum mereka
benar-benar memulainya.
"Kau
ingin menyakiti mereka dengan kebenaran seperti itu? Demi menegakkan
keadilan?"
"Itu
sebabnya... Ahjussi ingin kami semua tetap diam seperti babi dungu meski
mengetahuinya? Pura-pura tak tahu?"
Pak Han
membenarkan, Kembalilah menjadi murid biasa yang polos dan tidak tahu apa-apa
soal ini. Hapus foto di akun Jeong Pa, jangan berkomentar, dan lupakan apa pun.
Ia bisa diam-diam memindahkan So Woo ke sekolah lain, kalau So Woo tidak ingin
lagi bersekolah di SMA Jeong-guk. Mari lupakan semua ini.
So Woo
melemparkan ponselnya ke sungai. Pak Han terkejut. So Woo berkata, ia sudah
menghapus unggahan itu sebelum pulang sekolah hari ini. Ia juga tidak memiliki
salinan fotonya lagi.
"Tapi...
apa yang Ahjussi akan lakukan padaku? Tidakkah Ahjussi memikirkan hal lain yang
dapat aku lakukan dengan itu?"
"Tidak.
Sudah berakhir."
Pak Han sudah melangkah pergi, So Woo berkata lagi, mereka pasti bertemu lagi, secepatnya.
Ji Hoon meminta Sung Min mengulagi kesaksiaannya lagi saat Pak Han melihatnya. Sung Min menjawab, So Woo ingin bertemu seseorang, untuk itulah dia sengaja membuat masalah agar orang itu menemukan dia.
"Anda
tahu siapa..."
idak tahu.
So Woo bilang, akhirnya berhasil mencapai tujuannya. So Woo bertemu dengan
orang itu. Ji Hoon terdiam agak lama sebelum ia bertanya lagi, Tidak ada hal
lain yang So Woo katakan?
"Tidak"
Ji Hoon mengerti, ia menyampaikan kesimpulannya pada juri. Perkelahian di lab. Sains bukan dimulai oleh terdakwa. Pengakuan terdakwa yang didengar oleh Kim Dong Hyun, tidaklah serius. Tidak lebih dari kebiasaan candaan terdakwa terhadap temannya.
Pak Han
keluar dari ruangan.
Selama istirahat Seo Yeon menemui Ji Hoon, ia ingin Woo Hyuk hadir untuk mendengar pengakuan saksi selanjutnya. Ji Hoon memang tidak tahu siapa saksi Seo yeon tapi Woo Hyuk sudah mencapai titik terendahnya. Dia akan membuat masalah kalau diprovokasi lagi.
"Ini
saksi untuk Choi Woo Hyuk."
Ji Hoon
heran, Jaksa membawa saksi yang menguntungkan terdakwa? Seo Yeon mengoreksi, ia
tidak bilang ini menguntungkan Woo Hyuk.
"Di
awal, Woo Hyuk pasti mengamuk kalau melihat saksi ini. Tapi... berdasarkan
peran masing-masing dalam persidangan, kurasa akan bagus bagi dia untuk
mendengarkan kesaksian kali ini. Dia akan membutuhkannya. Aku akan mengambil
tanggung-jawab kalau dia membuat kekacauan di ruang sidang. Bisakah kau
menghadirkan dia? Aku minta padamu."
Saksi ketiga dari pihak jaksa dipersilahkan masuk. Hakim menjelaskan kalau sasi harus bersumpah terlenih dahulu. Setelah itu, Seo Yeon maju untuk menanyainya.
"Tolong
sebutkan nama Anda."
"Saya
Park Hee Jun."
"Berapa
usia Anda?"
"Saya
17 tahun. Oh tunggu, sekarang saya 18 tahun."
Hee Jun
minta maaf pada hakim, ia tidak berusaha berbohong hanya saja belum terbiasa
dengan umur 18 tahun. Hal itu mengundang senyum untuk para hadirin.
Hakim tidak mempermasalahkannya. Seo Yeon melanjutkan, apa hubungan Hee Jun dengan terdakwa. Hee Jun hanya sekali bertemu dia pada musim semi.
"Lalu,
apa yang terjadi... pada hari Anda bertemu dengan dia?"
Hee Jun
dipukuli oleh Woo Hyuk, tapi Woo Hyuk malah balik bertanya, aku?
Seo Yeon menunjukkan foto agar juri dapat melihat sendiri cedera yang dialami saksi. Ji Hoon protes, ini tidak relevan! Ia memahami maksudnya, tapi mereka sebagai pihak pembela tidak dapat menerima ini.
Seo Yeon
beralasan kalau mereka tidak memiliki cukup saksi dan bukti. Jadi, mereka
berusaha mengumpulkan segala sesuatu yang berhubungan dengan insiden. Juri
memiliki hak untuk menilai kasus dari berbagai sudut pandang.
"Suatu
masalah yang tidak berhubungan dengan kasus akan menimbulkan dampak secara
emosional terhadap semua pihak."
"Tidak
berhubungan bagaimana? Bukankah Choi Woo Hyuk itu juga yang melukai Park Hee
Jun? Memangnya mereka orang yang berbeda? Apa terdakwa bahkan menyesal dan
mengubah sikapnya? Choi Woo Hyuk masih sama saja, baik musim semi yang lalu
maupun sekarang!"
"Jaksa!"
Tegur Hakim.
Seo Yeon melanjutkan kalau saksi ini dapat menunjukkan pada mereka apakah Choi Woo Hyuk mampu melakukan kejahatan pembunuhan itu ataukah tidak. Ini adalah pemeriksaan dasar yang selalu dilakukan. Ia mempersilahkan Ji Hoon erasa keberatan jika muncul ketimpangan secara emosional nantinya.
"Saya
sangat ingin mendengar kesaksian kali ini."
Hakim
menolak keberatan pihak pembela, ia mengijinkan jaksa melanjutkan
pemeriksaannya.
Seo Yeon bertanya, apa Hee Jun ingat apa yang terjadi waktu itu. Hee Jun mengiyakan, ia tidak sengaka menubruk Woo Hyuk dan mengotori bajunya dengan susu. Hanya itu yang terjadi, Ia sudah minta maaf tapi Woo Hyuk mulai memukulinya. Kemudian, ia terbangun di rumah sakit.
"Hanya
karena menubruk terdakwa? Dia memukulimu sampai pingsan?"
"Ya."
Hee Jun tidak ingat saat dipukuli oleh Woo Hyuk, ia hanya sangat kesakitan. Amat sakit. Ia mencoba mengingatnya lagi, tapi terasa kosong. Seo Yeon menanyakan perasaan Hee Jun saat di rumah sakit. Ji Hoon keberatan karena Jaksa menanyakan perihal emosi saksi. Hakim menerimanya.
Pertanyaan
Seo Yeon diubah, apa yang Hee Jun pikirkan setelah insiden itu. Hee Jun merasa
ketakutan. Ia cedera di banyak titik. Ia ingat dipukul di kepala. Ia takut, hal
itu akan berpengaruh pada kemampuan otaknya di masa depan. Oh, telinganya juga
berdengung. Sangat menyakitkan. Ia takut, rasa sakit itu tidak akan pernah
hilang.
"Apa
sekarang Anda baik-baik saja?"
"Ya.
Meskipun saya tidak bisa lagi pergi nonton ke bioskop karena telinga saya
langsung berdengung, setiap kali mendengar suara keras. Setidaknya, tidak
sakit."
"Dan... adakah pikiran lain lagi dalam benak Anda?"
Hee Jun
kebingungan. Ia bukanlah orang yang naif, jadi... ia rasa Woo Hyuk layak
mendapat hukuman setelah memukuli orang lain sampai seperti itu. Tapi, pengacara
Woo Hyuk datang menemui ayahnya, dan meminta untuk melupakan saja insiden itu.
"Kami diberitahu bahwa Woo Hyuk akan dibebaskan, bahkan kami juga diberi sejumlah uang. Mereka bilang, kami sebaiknya menerima uang itu. Setelahnya, ayah saya pun setuju berdamai! Ayah bilang, begitulah balas dendam yang seharusnya. Ambil uang itu, masuk ke universitas yang bagus, dan hidup dengan baik serta nyaman."
Salah satu hadirin menyela kalau itu bukanlah cara balas dendam. Hee Jun juga merasa seperti itu, ia yang menderita saat itu. Tapi, kenapa ayahnya justru berdamai atas yang terjadi?
"Woo
Hyuk yang menghajar saya, tapi kenapa pengacaranya yang datang minta maaf?
Menjengkelkan sekali. Saya minta bertemu Woo Hyuk secara pribadi, tapi tidak
pernah bisa."
"Anda
meminta bertemu terdakwa?"
"Ya.
Saya meminta pada orang tua saya, Pada pengacaranya. Bahkan, pada polisi. Tapi,
mereka semua menolak. Sebagai korban, saya merasa perlu mengatakan sesuatu
padanya."
Seo Yeon
heran, bukankah setelah dihajar seperti itu Hee Jun tidak merasa takut pada
terdakwa. Jelas Hee Jun merasakannya tapi ada yang sangat ingin ia tanyakan
pada Woo Hyuk, itu sebabnya ia bersedia hadir saat dihubungi.
"Jadi,
Anda memang sudah menantikan kesempatan ini sekian lama."
"Ya,
sangat menantikannya."
Seo Yeon
mempersilahkannya untuk mengatakannya sekarang. Hee Jun minta ijin untuk
berdiri dan Seo Yeon membolehkannya.
Hee Jun berjalan hingga ke depan Woo Hyuk, ia penasaran kenapa Woo Hyuk menghajarnya, ia ingin tahu alasannya. Kenapa terjadi padanya? Kenapa harus dirinya? Sebab... tidak ada segala sesuatu yang terjadi tanpa alasan. Awalnya, ia kira hanya karena ia sedang tidak beruntung, seperti itu saja. Tapi, disebut tidak beruntung itu contohnya saat menjatuhkan ponsel ke toilet. Sedangkan hari itu, Woo Hyuk dengan sadar dan sengaja melakukannya, Woo Hyuk!
"Aku
ingin tahu alasan kau melakukannya."
"Aku
tidak ingat. Mungkin, hanya karena aku ingin saja."
Jawaban Woo
Hyuk menimbulkan kasak kusuk hadiri. Hee Jun menuntut Woo Hyuk untuk minta maaf
padanya. Woo Hyuk tidak mau, toh Hee Jun sudah menerima uang banyak.
"Hei,
Choi Woo Hyuk!" Sela Seo Yeon.
Hee Jun maju, ia sengaja menuangkan susu ke kepala Woo Hyuk. Woo Hyuk menampik tangan Hee Jun, sudah gila ya! Hae Rin yang ada dibelakang juga heboh. Pihak keamanan memegangi Woo Hyuk.
"Nah,
aku hanya perlu membayar uang damai, kan?" Tanya Hee Jun.
Woo Hyuk kesal dan keluar dari ruang sidang, Hae Rin, Joon Young dan Seung Hyun mengikutinya. Sementara itu Hee Jun menangis, ia kemudian berkata pada Seo Yeon kalau ia sudah selesai dan pamit pergi.
Seo Yeon menyampaikan kesimpulannya pada juri. Seperti yang telah disaksikan, tingkat temperamen terdakwa di atas normalnya pelajar lain. Terdakwa juga tidak merasa bersalah sama sekali pada korbannya. ia yakin, itu menunjukkan terdakwa sangat mampu membunuh seseorang yang ia benci.
Hakim menjelaskan pada Ji Hoon kalau tidak bisa melakukan pemeriksaan silang karena saksi sudah undur diri. Tapi, pembela dapat menyampaikan pendapat.
"Tidak
ada yang ingin kami sampaikan." Jawab Ji Hoon.
Min Suk
menutup sidang kedua ini, ia berterimakasih atas kehadiran semuanya.
Seo Yeon dan
Ji Hoon saling pandang.
Seo Yeon membawakan tas Hee Jun. Hee Jun menegaskan kalau ia tidak menangis karena sedih, airmatanya menetes begitu saja. Itu wajar, Seo Yeon mengerti.
Hee Jun
minta maaf karena membuat masalah. Tapi ia memang berencana melakukannya sejak
lama. Sejak Seo Yeon menghubunginya, ia ingin membalas Woo Hyuk, dengan cara
seperti itu.
"Kau
tidak takut padanya? Kau berada tepat di depannya!"
"Jika
dia memukulku lagi karenanya, aku tidak akan berdamai lagi. Tidak akan
pernah!"
"Tetap
saja..."
"Noona,
Hal yang paling membebani aku selama ini adalah menyimpan sendiri fakta aku
dihajar olehnya. Bagaimana bisa aku tidak melakukan apa pun, hanya berbaring
diam dipukuli... aku merasa sedih pada dirimu sendiri setiap kali teringat hal
itu, merasa jadi manusia tidak berguna. Sekarang, aku tidak lagi merasa seperti
itu. Aku sudah membalas sesuatu padanya. Memang bukan hal yang besar, tapi
tetap saja berkesan! Terasa melegakan, dan aku bersyukur."
Bagaimanapun, Hee Jun berharap Seo Yeon memenangkan persidangan ini. Terlepas dari Woo Hyuk terbukti bersalah atau tidak, jangan menyesalinya. Setidaknya, Seo Yeon sudah berbuat sesuatu.
Seo Yeon
membenarkan, ia berterimakasih sambil mengembalikan tas Hee Jun.
Joo Ri di mobil ibunya melihat video Woo Hyuk disiram susu. Ibunya sangat khawatir saat Joo i tiba-tiba menghilang pagi tadi.
"Kau
tidak perlu mencemaskan apa pun lagi. Setelah pindah, kau tidak akan bertemu
lagi dengan mereka."
Tapi Joo Ri
mengatakan sesuatu yang mengejutkan, ia tidak akan pergi, ia tidak ingin
pindah, ia ingin melihat Woo Hyuk... jatuh sampai titik terendah.
Woo Hyuk mandi di sekolah, ia teringat saat dirinya dengan bengis memukuli Hee Jun waktu itu.
Woo Hyuk kembali ke ruang pengacara. Hae Rin dan yang lain ada di sana. Hae Rin kelihatan sangat khawatir pada Woo Hyuk,
"Kau
baik-baik saja? Air panas di kamar mandi berfungsi? Kau sudah pakai shampoo?
Kau kan benci keramas pakai sabun."
"Diamlah."
Hae Rin
mencium rambut Woo Hyuk dan masih ada bau amisnya. Hae Rin protes, bukankah ini
terlalu berlebihan. Bocah-bocah kekar itu mengelilingi Woo Hyuk. Tapi, tidak
melindungi terdakwa? Bagaimana kalau Woo Hyuk berada dalam bahaya besar?
"Justru
dia orang yang paling aman di ruang sidang! Ya, selama dia tidak menghajar
dirinya sendiri, sih." Gumam Seung Hyun.
"Diam
kau!" Sergah Hae Rin.
Dan untuk Ji Hoon, Hae Rin memastikan, yakin Ji Hoon berada di pihak Woo Hyuk? Semestinya, mereka menghalangi bocah itu bersaksi! Sekarang, semua orang berpikir Woo Hyuk itu sampah masyarakat, gara-gara kesalahan mereka!
"Dia
tidak seburuk itu. Bagaimana nasib Woo Hyuk ku?"
"Diam
kau!" Ujar Woo Hyuk.
"Diam
apa, kau harus membela diri, Bodoh! Kalian tidak akan mengerti seberapa hangat
dan sensitif dia yang sebenarnya. Dia menjual jam tangan mahal ayahnya untuk
memberi hadiah pada ibunya di hari Ibu.
"Jangan
mengungkitnya!"
"Dan,
saat neneknya meninggal dia menangis histeris! Dia bahkan tidak bisa keluar
kamar, terus saja menangis sepulang dari pemakaman!
"Hei,
Baek Hae Rin!"
"Apa?
Kenapa marah, sih? Aku sedang membelamu!"
Woo Hyuk
pergi karena taksi yang dipesannya sudah datang. Hae Rin mengikutinya, ia
khawatir kalau nanti Woo Hyuk kena flu.
Sung Min masuk saat mereka beres-beres mau pulang. Ia menanyakan dimana Woo Hyuk. Joon Young menjawab kalau Woo Hyuk barusan pergi, tidak lihat?
Sung Min
mengerti, ia menyembunyikan pakaian yang dibawanya untuk Woo Hyuk. Ia pamit,
tapi Ji Hoon mengajaknya bicara.
Ji Hoon menanyakan alasan Woo Hyuk melakukan itu. Sung Min menjelaskan kalau Woo Hyuk memang seperti itu. Kadang kala, Woo Hyuk kehilangan kontrol dan memukul sembarang orang.
"Tanpa
alasan?"
"Karena
Ibunya. Kau tahu seperti apa ayah Woo Hyuk, kan? Dia tidak hanya memukuli Woo
Hyuk. Tapi juga isterinya. Kadang, aku melihat ibu Woo Hyuk lebam-lebam. Saat
Woo Hyuk melihat peristiwa itu di rumah, dia pergi mabuk sampai pingsan, atau
berkeliaran dan menghajar seseorang. Seperti itulah dia."
Ji Hoon menegaskan kalau itu tetap saja tidak bisa dibenarkan. Hanya karena Woo Hyuk menyaksikan serta menjadi korban tindak kekerasan, bukan berarti Woo Hyuk berhak menghajar seseorang untuk melampiaskan.
"Tidak
ada yang membenarkan dia, kok. Aku selalu mencoba menghentikan dia, dan dia pun
sebenarnya tahu hal itu salah. Tapi, dia memang tidak bisa mengontrolnya! Sulit
baginya mengendalikan amarah." Jawab Sung Min.
Tapi.. Sung
Min meminta Ji Hoon tidak berhenti membela Woo Hyuk. Sekalipun Woo Hyuk sudah
melakukan 100 hal buruk, tetap saja Woo Hyuk tidak membunuh Lee So Woo. Itulah
yang sebenarnya.
Ji Hoon
percaya tapi tidak bisa membuktikan karena alibi Woo Hyuk masih menjadi
misteri.
Sung Min
tidak yakin ini bakalan membantu atau tidak, tapi... pria yang dilihat Woo Hyuk
saat dia tidur itu, ia juga melihatnya. Ji Hoon heran, Bagaimana bisa?
Saat Sung
Min meninggalkan rumah Woo Hyuk setelah mengantar dia pulang... ia melihat
orang itu.
Orang itu
mengobrol dengan ayah Woo Hyuk dan dia memegang jertas, seperti denah gitu, ada
kotak-kotaknya.
"Ada
luka besar di wajahnya, kelihatan menyeramkan. Tapi, ayah Woo Hyuk justru marah
padanya saat bertanya, dan menyuruh dia tutup mulut. Itu sebabnya aku ikut
tutup mulut. Karena aku tidak ingin Woo Hyuk dimarahi lagi."
Ji Hoon mengerti, ia akan mencari tahu soal itu. Sung Min akan pergi tapi Ji Hoon minta waktu sebentar lagi,
"Apa
kau tahu sesuatu mengenai orang yang diajak Lee So Woo bertemu itu?"
"Tidak.
Aku sudah mengatakan segalanya padamu."
"Bagaimana
dengan So Woo? Ekspresi wajahnya? Kelihatan bagaimana? Apakah biasa saja?"
"Dia
kelihatan agak lelah. Tidak yakin juga, sih. Kenapa kau bertanya?"
"Bukan
apa-apa."
Ibu menunggu kepulangan Woo Hyuk, ia sangat khawatir. Tapi ayahnya malah marah, kenapa Ibu menyambut anak yang tidak berguna seperti Woo Hyuk!
"Masuk,
sekarang!" Ujar Ayah.
"Kau
tidak punya hati? Kau alasan Woo Hyuk tetap tutup mulut!" Bantah Ibu.
"Apa?
Beraninya kau membahas itu?"
Ayah akan
memukul ibu lagi tapi Woo Hyuk menghentikannya. Ia baik-baik saja jadi
hentikan. Ayah kesal dan segera menyusul Woo Hyuk kedalam, ibu buru-buru juga
menyusul takut ayah melakukan sesuatu yang buruk.
Pak Kepsek menegur Guru Kim atas apa yang dilakukan anak-anak di sidang terbuka terhadapnya.
"Mereka
mau sok menuntut hak bodoh atau apalah itu. Kita tidak bisa lagi membiarkannya.
Bagaimana bisa mereka mempertanyakan tentang Komite di ruang terbuka? Ini
adalah upaya menguliti otoritas SMA Jeong-guk!" Tambah Ibu kesiswaan.
Ibu
kesiswaan mendesak Kepsek agar mengambil keputusan hari ini. harus membubarkan
klub itu!
Ibu wali
kelas menyela, klub itu bukan digelar atas hak para murid. Semua berawal karena
Ibu kesiswaan menampar Seo Yeon, sehingga mereka tidak memiliki pilihan selain
mengijinkan.
"Apa
kau bilang?"
"Dan... negara ini merupakan negara demokratis. Kita tidak bisa membubarkan dan mengakhiri klub olah perkara itu hanya karena sekolah tidak suka, di saat sebagian besar murid menyetujuinya."
"Hei,
Park Seongsang-nim."
Guru Kim
membenarkan Ibu waki kelas, Sebagian besar murid menyetujui olah perkara ini.
Maka mengakhirinya pun harus berdasar persetujuan mereka. Ia rasa, sekolah
tidak berhak mengakhirinya sepihak. Ya, kecuali sekolah bisa mendapat 500 tanda
tangan persetujuan juga.
"Kim
Seongsaeng-nim, apa yang coba kau lakukan?"
Kepsek
menyuruh mereka berhanti. Kenapa malah bertengkar di ruangannya, ia sudah cukup
sakit kepala!
Ponsel Kepsek
berdering dari Komisaris. Kepsek menyueuh semuanya keluar, Ibu kesiswaan
membantah tapi Kepsek malah meninggikan suaranya.
Pak Han menerima daftar siswa VIP tahun ini tapi berkurang cukup banyak dibanding tahun lalu. Ia bertanya, apa Pak bawahannya itu memangkasnya.
Tidak, tapi
mungkin akibat insiden Lee So Woo banyak yang menarik diri. Pak Han mengerti,
lakukan saja dengan daftar itu. Pak Bawahan sepertinya kurang setuju, apa tidak
sebaiknya menahan diri? Olah perkara masih berlangsung.
"Berapa
lama lagi kita harus menunggu permainan anak-anak itu selesai?"
"Saya
mengerti. Maafkan saya."
Joon Young menunggu Seo Yeon di ruang klub, ia hanya menulis Bae Joon Young dan Ko Seo Yeon di laptopnya, pura-pura sibuk gitu.
Seo Yeon
sudah selesai. Joon Young juga pura-pura selesai lalu mengajak Seo Yeon pulang
bareng. Seo yeon meregangkan tangannya dan Joon Young ikut-ikutan juga.
Seo Yeon mimisan. Joon Young segera memberinya tisu. Seo Yeon tahu ini aneh, tapi ia metasa bangga pada diri sendiri tiap kali mimisan begini. Joon Young tersenyum.
Seo Yeon pulang, ia kembali meregangkan tubuhnya di kursi. Setelah itu ia membaca komentar anak-anak soal video Woo Hyuk.
"Kenapa aku merasa senang melihatnya,
ya?"
"Menarik sekali!"
"Aku merasa kasihan, bahkan itu berlebihan
untuk seorang Choi Woo Hyuk."
"Dasar naif! Pikirkan korbannya?"
"Aku sudah memutuskan bahwa Woo Hyuk
adalah pembunuhnya."
"Pembela tidak punya kesempatan
lagi."
"Mungkin, sebaiknya Woo Hyuk bunuh diri
saja."
Seo Yeon mengirim pesan pada Jeong-pa, "Jeong Pa... aku sudah bekerja keras, tapi aku tidak yakin ini jalan yang benar..."
"Jangan melupakan tujuan awalmu." Jawab
Jeong-pa.
Seo Yeon
bergumam, "Tujuan awalku adalah..."
>
EmoticonEmoticon