-->

Sinopsis Solomon's Perjury Episode 5 Part 1

- Januari 08, 2017
>
Sumber Gambar dan Konten dari jtbc

Sinopsis Solomon's Perjury Episode 5 Part 1

Kilas balik...

Saat Woo Hyuk mwncwgat Ji Hoon. Mereka kemudian berbicara di depan sebuah mini market. Woo Hyuk menuangkan soju untuk Ji Hoon. Ji Hoon tidak mau meminumnya tapi Woo Hyuk memaksa.

"Aku juga ingin mengonfirmasinya. Apakah kau sedang bermain-main denganku atau berbohong mengatakan kau memercayai aku, Aku harus melihat sisi terburuk dirimu, agar bisa memutuskan sesuatu, Bodoh. Jadi, minumlah."

Ji Hoon pun tak punya pilihan lain selain meminumnya.
Pak Han sampai di rumah, dia terkejut melihat sepatu Ji Hoon tidak rapi. Pak Han mengecek kamar Ji Hoon dan mendapati jas dan mastel Ji Hoon berserakan di ranjang.

Pintu kamar mandi terkunci, pak Han mengetuknya, ia khawatir, jangan-jangan Ji Hoon sakit. Ji Hoon menjawab dari dalam kalau ia sedang mandi.

Ji Hoon mengguyur, kepalanya, ia tampak kesakitan.
Ji Hoon memandang wajahnya dengan sedih di cermin, ia teringat sesuatu.
Seorang anak bersembunyi di bawah meja makan menyaksikan ibunya disiksa oleh ayahnya.

Ji Hoon sampai menangis mengingatnya.
Pak Han tahu kalau Ji Hoon mabuk dan setalah Ji Hoon keluar kamar mandi, Pak Han sudah ada disana membawakan air madu juga melipat pakaian Ji Hoon.

Ji Hoon minta maaf karena ia pasti mengecewakan ayahnya. Ayahnya membenarkan tapi ayah yakin kalau Ji Hoon punya alasan tersendiri.

"Kau bukan seseorang yang bertindak serampangan. Sama seperti Ayah."

Hal itu membuat Ji Hoon bertanya, apa ia mirip dengan ayah. Tentu saja, Pak Han menjelaskan kalau alis, mata, hidung bahkan rambut Ji Hoon mirip dengannya.

"Dan tinggi badanmu. Kau tinggi karena Ayah memberimu banyak makanan bergizi saat masih kecil. kalau tidak, kau pasti setinggi ayah."

Ji Hoon tersenyum dengan candaan ayahnya. Pak Han akan membuat sup penawar mabuk, ia menyuruh Ji Hoon memakannya besok pagi.
"Ini sup penawar mabuk pertama yang Ayah buatkan untukmu."

Seperginya Pak Han, Ji Hoon hampir menangis.

Kilas balik selesai...
Seo Yeon membawa pulang bukti pemberian Kakak So Woo, Lee Tae Woo. Tae Woo yakin kalau adiknya tidak bunuh diri.

Seo Yeon mengirim pesan pada Ji Hoon. gak tahu ini untuk "pelindung Jeongguk" atau untuk Ji Hoon.

"Apa yang akan terjadi jika So Woo bukan bunuh diri?"

Tapi Ji Hoon hanya membacanya, tidak membalas.
Seo Yeon telat bangun. Ia kesal, kok bisa ia tidak dengar 5 dering alaram. Sementara itu ibu membawa piring nasi supaya bisa menyuapi Seo Yeon.

"Bukan hal aneh kalau kau tidur. Kau satu-satunya murid yang tidur hanya tiga sampai empat jam perhari untuk belajar dan menyiapkan olah perkara. Bagaimana mungkin kau bisa bangun pukul 7?"

Seo Yeon gugup. Ibu menyarankan, apa perlu ibu katakan pada ibu guru kalau Seo Yeon sakit. Seo Yeon tidak mau.

"Tidak masalah kau pura-pura sakit sesekali. Ibu juga pernah seperti itu, kok. Absensi Ibu tidak begitu bagus."

Seo Yeon kembali melihat jam dan ia semakin panik. Setelah mengancingkan mantel dan makan sesuap dari ibu, ia segera berangkat.
Di luar rumah, Joon Young menunggunya dengan sepeda. Seo Yeon heran, apa Joon Young tak baca pesannya, ia mengirim pesan agar Joon Young berangkat duluan karena ia telat bangun.

"Sebab itu... ini." Jawab Joon Young dengan menepuk sepedanya.
Joon Young mengayuh sepedanya secepat mungkin agar mereka tidak terlambat.
Mereka sampai di depan kelas. Seo Yeon bisa bernafas lega karena mereka belum terlambat. Joon Young menyombongkan diri, "aku pintar mengebut, kan?"

"Bae Joon Yeong. Penyelamatku." Ujar Seo Yeon senang dan mengajak Joon Young tos.

Seo Yeon mengajak Joon Young ke minimarket nanti, ia akan mentraktir Joon Young makanan lezat. Joon Young menolaknya dan mengajak Seo Yeong masuk saja.
Soo Hee dan Yoo Jin berbisik, kenapa Seo Yeon terlambat? apa yang terjadi? Seo Yeon hanya tersenyum lalu berbalik menatap Joon Young yang sedang sibuk mencari halaman yang dibuka teman-temannya.

Seo Yeon kembali menatap ke depan dan tersenyum.

Saat seleksi juri untuk persidangan. Anak-anak yang menonton mereka sibuk memotret Ji Hoon.

Guru Kim tiba-tiba membawa Baek Hae Ri sebagai kandidat juri. Soo Hee menentang keras keputusan Guru Kim ini.

“Kau bilang siapa pun murid di SMA Jeongguk boleh mendaftar. Memang Hae Ri bukan murid SMA Jeongguk?" Tanya Guru Kim.
Ji Hoon berbisik pada Seung Hyun menanyakan siapa Hae Ri. Seung Hyun menjelaskan kalau Hye Ri sempat menjadi kekasih Choi Woo Hyeok saat SMP. Pasangan gila.

Guru Kim menjelaskan, Poin terpentingnya adalah Hae Ri ingin menjadi juri. Hae Ri protes, kapan ia begitu?

Guru Kim hanya tersenyum, Bukankah memiliki keinginan merupakan yang terpenting? Setidaknya, wawancara saja Hae Ri.

Guru Kim pamit. Baru beberap langkah ke pintu, Hae Ri bergumam kalau Guru Kim terlalu banyak bicara.
"Jaga ucapanmu! Beliau guru penanggung-jawab klub kami." Tergur Seo Yeon.

"Bukankah ini saatnya berhenti pura-pura menjadi murid teladan? Kudengar, kau membuat kesepakatan dengan sekolah berkat video penamparan dirimu itu. Manipulatif sekali."
Hae Ri beralih pada Joon Young yang menemukan mayat So Woo. Apa benar waktu itu Joon Young kencing dicelana? Ia dengar, wali kelas Joon Young kabur ke toko terdekat untuk membelikan kau celana dalam.

Ji Hoon menyela, mereka tidak punya waktu untuk mendengar ocehan Hae Ri. Ia akan mulai mewawancarai. Seo Yeon tak setuju karena mereka belum memutuskan mau mewawancarai Hae Ri atau tidak.

"Aku juga tidak sudi diwawancara."

Soo Hee kesal, lalu apa tujuan Hae Ri? mengolok mereka?

"Tidak. Aku ingin menjadi juri tanpa diwawancara. Biarkan aku."
Min Suk menjelaskan, semakin Hae Ri tidak mendengarkan mereka, semakin banyak poin Hae Ri yang hilang. Hae Ri menyeringai, siapa mereka berhak menilainya? apa yang memberi mereka hak? Mereka menggelar olah perkara atas kemauan sediri.

"Kalau bukan karena bantuan murid-murid lain, kalian tidak akan bisa melakukannya. Lalu apa hak kalian menentukan segala sesuatu? Aku juga ikut tanda tangan."

Seo Yeon menuntut, lalu Hae Ri merasa punya hak apa. Hae Jin menjawab kalau ia tentu berhak atas segalanya karena ia yang paling cantik disana.

"Mungkin itu karena Choi Woo Hyuk." Tebak Ji Hoon.

Hae Ri membenarkan, memang karena Woo Hyuk.
Meraka bertujuh berunding di luar. Seo Yein menjelaskan kalau mereka tidak bisa memasukkan seseorang yang dekat dengan terdakwa sebagai juri. Persidangan akan kehilangan obyektifitasnya.

Ji Hoon membantah, sejak awal juga tidak ada yang obyektif, mengingat olah perkara dilakukan di sekolah tersangka sendiri. Sebagai penyeimbang, mereka harus memiliki seorang juri yang berada di pihak terdakwa.

Soo hee membela Seo Yeon, imbang ataupun tidak, Choi Woo Hyuk dan Lee Joo Ri... mereka sudah berurusan dengan banyak sekali murid berkepribadian sint*ng. Haruskah ditambah lagi dengan Hae Rin? Soo Hee menentangnya.

Seung Hyun berpihak pada Soo Hee dan Seo Yeon. Alasannya karena Hae Rin benar-benar menakutkan, suka memukul cowok juga.

Sementara Yoo Jin setuju dengan Ji Hoon, ia rasa ini jadi masuk akal. Sebenarnya, mereka semua membenci Choi Woo Hyuk. Tidakkah membutuhkan Hae Rin sebagai penyeimbang?

Joon Young setuju dengan Yoo Jin. Jadi 3 lawan 3. Keputusan ada di tangan Min Suk.
Min Suk membenarkan Seo Yeon, Dasar para juri adalah obyektifitas. Tidak boleh tercampuri atas persahabatan dengan terdakwa, penggugat, jaksa, maupun pengacara. Tapi...ia juga merasa kalau Han Ji Hoon benar. Olah perkara ini digelar atas dasar ketidaksukaan pada Choi Woo Hyuk.

"Lalu? Kau itu setuju atau menolak?" Sela Soo Hee.

"Aku..." Min Suk menatap Ji Hoon dan Seo Yeon bergantian.
Joo Ri selesai menjalani terapi psikologis. Semua orang disana memandang ia dan ibunya dengan tatapan aneh bahkan petugas administrasi pun begitu.

Dalam perjalanan pulang, Joo Ri tidak mau mendapatkan terapi lagi. Ibunya heran, kenapa? tidak suka psikiaternya? Mau pergi ke dokter lain?

Joo Ri hanya tidak ingin saja, tidak mau lagi. Ibu kembali bertanya, apa disana da yang mengenali Joo Ri. Joo Ri kesal karena ibunya terus bertanya padahal ia tidak mau.

"kau ingin pindah, Joo Ri? Ayo kita pindah, ke tempat baru, rumah baru, kehidupan yang baru. Kau pun juga bisa pindah sekolah."

Joo Ri tambah kesal, kenapa ia harus pindah sekolah?Memang apa kesalahannya?

Ibu tahu betul hal itu. Maksudnya adalah memiliki kehidupan baru yang santai di tempat orang-orang tidak mengenal mereka.

"Siapa yang tidak mengenali aku? Mungkin Ibu tidak paham karena tidak menggunakan SNS. Kemanapun aku pergi atau siapa pun yang kutemui, aku tetaplah Lee Joo Ri, si pengunggah video insiden SMA Jeongguk. Kemanapun dan siapa pun itu, tidak ada bedanya!"

Joo Ri bahkan menyuruh ibunya untuk menghentikan mobil, kalau tidak ia akan melompat.
Seo Yeon mengirim pesan pada Joo Ri, tapi ia bingung mau menulis apa. Pertama "Besok kau ada waktu?". Kedua "Apa yang bisa aku lakukan untukmu agar mau hadir di persidangan?". Ketiga "Joo Ri, apa kau baik-baik saja?"

Tapi ia menghapus kembali ketiganya.
Pesan masuk di ponsel Joo Ri dari Seo Yeon, "Hari pertama persidangan besok pukul 10 pagi, di auditorium sekolah."

Joo Ri membalas, "apa alasan kau memberitahuku?"

Seo Yeon akan senang kalau Joo Ri mau datang, sekali saja Karena persidangan ini untuk Joo Ri.
Di warnet, 3 siswa SMA Jeongguk sedang membahas mengenai akan atau tidaknya menonton persidangan besok. Salah satu akan datang untuk menyaksikan Woo Hyuk yang duduk di kursi terdakwa, memotretnya lalu menyebarkannya di internet.

"Akan lebih hebat lagi kalau kita edt fotonya menggunakan seragam tahanan." Tambah yang satunya lagi dan mereka terbahak membayangkannya.

Sung Min ternyata ada di depan mereka, mendengar percakapan mereka lalu ia berdiri dan menata mereka dengan kesal agar mereka berhenti.
Sung Min mengunjungi Woo Hyuk di rumah sementaranya. Woo Hyuk kelihatan kacau, Sung Min menyarankannya untuk olahraga.

"Apaan? Kenapa kau ngomong begitu?"

"Apa ini tempat yang baik untuk tinggal?"

Kacau sekali. Hanya ada satu kamar mandi, dan Woo Hyuk juga tidak bisa merokok karena tetangga di atas mengomel. Ada banyak yang kurang.

Sung Min menanyakan alasan Woo Hyuk mau mengikuti olah perkara. Woo Hyuk punya alasan sendiri. apa?

"Dia bilang akan membuktikan aku tidak bersalah, bagaimanapun caranya Si berengs*k Han Ji Hoon itu."

"Kau percaya pada si berengs*k itu?"

"Jika tidak, apa lagi yang bisa aku lakukan dalam situasi sekarang ini? Siapa yang tahu apa saja yang akan hilang dariku jika aku terus diam."

Woo Hyuk membolehkan Sung Min datang besok kalau mau. Dan pastikan Kim Dong Hyun menjaga mulutnya. Woo Hyuk kembali ke rumah.
Ibu Seo Yeon mendapat telfon dari kepsek yang akan datang ke rumah bersama Ibu wali kelas.

Kepsek memiliki permintaan untuk Ibu Seo Yeon. Tolong hentikan Seo Yeon untuk menggelar olah perkara itu. Kepsek minta maaf karena dia tidak bisa membiarkan olah perkara ini dilanjutkan.

"Sebagai seorang penanggung-jawab sekolah sekaligus pengajar selama tiga puluh tahun. Ini kasus kriminal sungguhan. Seseorang sudah meninggal. Jika So Yeon berhenti, otomatis murid lain pun akan ikut berhenti. Itulah alasan saya datang berkunjung kemari."

Ibu Seo Yeon juga minta maaf, ia... tidak bisa meminta So Yeon melakukannya. Kepsek memohon, apa ibu Seo Yeon tidak bisa mempertimbangkan pihak sekolah.

Ibu Seo Yeon pun memahami posisi sekolah dalam hal ini. Ia juga tidak benar-benar senang membiarkan So Yeon melakukannya. Ia akan memeluk Seo Yeon dengan bahagia kalau Seo Yeon bilang akan berhenti sekarang. Tapi, itu jika Seo Yeon mau berhenti atas keinginannya sendiri. Bukan berhenti karena tekanan darinya atau orang dewasa lainnya, namun hanya saat dia mendatangi saya dan berkata, "Bu, aku tidak ingin melakukannya lagi."

"Nyonya."

"Saya percaya orang tua layaknya pengikis bagi anak-anak mereka (Metafora bahwa orang tua menyembuhkan luka si anak). Tapi, anak-anak berhak menentukan langkah mereka sendiri. Seperti itulah saya mendidik So Yeon. Dan akan terus begitu. Saya tidak bisa meminta So Yeon berhenti. Maafkan saya."
Soo Hee sangat puas dengan denah yang telah dibuatnya. Dengan begitu, seluruh penonton dapat melihat wajah mereka semua, bisa beradu argumen tanpa perlu menyakiti para juri.
Yoo Jin protes, Tidak bisa seperti itu. Jika mereka duduk seperti itu, Ji Hoon hanya akan nampak bagian samping kiri tubuhnya saja. Ia bertanya pada Seo Yeon, apa mereka bisa bertukar posisi.

Seo Yeon tidak menyahut saking fokusnya, sampai Yoo Jin harus mengagetkannya. Apa sebegitu menariknya sampai Seo Yeon terus mengulang apa yang sudah selesai dibaca?

"Aku yakin sih tidak menarik. Go Seo Yeon. Kau menjadi obsesif. Ini tidak sama dengan saat kau melakukan persiapan sebelum ujian. Lihat matamu." Ujar Soo Hee.
Seo Yeon mendapat pesan dari ibunya, "Pengumuman Olah Perkara Sekolah." Dan ada daftar nama murid-murid yang berpartisipasi. Seo Yeon lalu menelfon ibunya.

Setelah menutup telfon, Seo Yeon menyuruh Soo Hee dan Yoo Jin cepat pulang. Sekolah menulis nama mereka sebagai murid yang berpartisipasi dalam sidang olah perkara dan mengirimnya pada orang tua murid, Melalui SMS pula.

Yoo Jin dan Soo Hee langsung mengambil tas dan mantel mereka lalu berlari pulang.
Seo Yeon menulis di group, "Darurat. Sekolah mengirim korespondensi pada wali murid mengenai olah perkara terbuka. Ambil ponsel orang tua kalian!"
 
Min Suk membacanya dan langsung berlari ke rumah.

Seung Hyun sampai di gedung apartemen rumahnya, ia menelfon ibunya tapi tidak di angkat. Lalu ia melihat ibunya baru masuk, kenapa tidak mengangkat? ternyata ibunya meninggalkan ponsel di rumah. Seung Hyun langsung berlari menuju tangga darurat agar bisa sampai duluan.

Joon Young juga membaca pesannya. Ia baru akan keluar kamar tapi keduluan oleh ibunya yang masuk kamarnya. Ibunya langsung menampar Joon Young. Setelahnya ibunya menunjukkan pesan dari sekolah, apa itu?

Joon Young diam saja karena masih syok akan tamparan itu. Ibu menemparnya lagi karena Joon Young tak menjawab.

"Kelihatannya, kau sekarang menganggap dirimu istimewa, kau tidak tahu efek dari semua ini? Beraninya kau! Tanpa ijinku!"

Ibu mengobrak-abrik meja belajar Joon Young. Joon Young berteriak agar ibunya berhenti. Ibu langsung memandang Joon Young, siapa Joon Young sampai berani memerintahnya begitu?

"Kekanakan, tidak berguna. Kau lupa siapa yang membesarkanmu? Beraninya kau meninggikan suaramu!"

"Aku benar-benar membencimu." Gumam Joon Young.

"Apa?"

"Bu, aku sangat membencimu."

"Kau... benar-benar.."

Ibu akan memukul Joon Young lagi tapi Joon Young menghindar. begitu pula untuk yang kedua. Joon Young lalu keluar rumah dengan pakaian tipisnya. Bingung tuh mau kemana.
Seo Yeon melihat Ji Hoon berdiri di depan lkasi mayat Seo Woo ditemukan. Seo Yeon mendekat, ia heran, bagaimana Ji Hoon bisa tahu tempat itu.

"Aku membacanya dari data yang terkumpul untuk olah perkara."

Seo Yeon mengangguk mengerti. Ia minta maaf soal kemarin, soal mengatakan Ji Hoon memiliki banyak rahasia. Ia bukan orang sepicik itu. Tapi, ia memiliki insting. Jadi saat berbicara dengan seseorang, ia bisa menilai dan memahami pikiran orang tersebut.
"Tapi, aku tidak bisa menilaimu. Mungkin, itu sebabanya aku merasa seperti itu. Ada dinding penghalang antara kita."

"Bukankah lebih baik tidak mengetahi yang orang lain pikirkan? Seseorang mengatakan padaku bahwa mengetahui dan melihat sesuatu yang tidak diinginkan sangatlah menyakitkan. Itu membuatmu sulit menyukai orang lain."

"Seberapa jauh kau bisa menilaiku?"
Ji Hoon tidak yakin. Tidak banyak, sih. Mungkin, karena Seo Yeon pendek? Seo Yeon tersinggung tapi kemudian Ji Hoon tersenyum, menurutnya Seo Yeon mengagumkan. ia merasa seperti itu saat mereka di depan rumah Lee Joo Ri.

"Saat aku melihat kau menundukkan kepalamu pada orang lain meski dia sudah menyiram kau dengan air di tengah musim dingin."

"Senang mendengar kalau aku mengagumkan. Hari itu, aku hampir mati kedinginan."
Dan karena hari ini juga dingin, Ji Hoon menyuruh Seo Yeon pulang duluan karena ia masih ada barang ketinggalan di ruang klub.

Seo Yeon mengingatkan kalau mulai besok mereka adalah Jaksa dan Pengacara. Hari ini saat terakhir mereka bisa bertemu tanpa beradu argumen. Setelah hari ini, mereka pasti akan kesal hanya dengan saling menatap satu sama lain.

"Mari kita gelar persidangan yang bagus." Ji Hoon mengulurkan tangannya.

"Mari kita bertarung dengan baik, sampai akhir." Seo Yeon menjabat tangan Ji Hoon.
Ji Hoon masuk ke ruang klub dan disana ada Seo Woo yang meringkuk di sofa. Joon Young terbangun dan kaget melihat Ji Hoon disana.

"Kau berencana tidur di sini?"

"Ya, begitulah."

"Kau diusir?"

Joon Young membantah, ia pergi sendiri kok. Ia penasaran, apa Ji Hoon tidak apa-apa pulang ke rumah. Ji Hoon mengingatkan kalau mereka beda sekolah dan lagi, orang tuanya sudah mengijinkannya.

"Mau tidur di rumahku?" Tawar Ji Hoon.

"Apa?"

Ji Hoon hanya tersenyum sambil memasukkan bukunya kedalam tas.
Seo Yeon penasaran dengan nasib teman-temannya ia pun menukis di group, apa mereka semua baik-baik saja.

Seung Hyun saat ini ada di warnet. Ia tidak bisa jalan sekarang karena kakinya hampir patah. Ia berlutut selama satu jam.
Sementara itu Soo Hee diusir. Ia hampir mati kedinginan!

Yoo Jin sukses menghapus pesan di ponsel ibunya jadi ia aman.

Begitu pula Min Suk, ia sehati dengan Yoo Jin.


Masih ada yang kurang, Seo Yeon bertanya nasib Joon Young. Ji Hoon yang membalasnya, mengatakan kalau Joon Young saat ini bersamanya.
Joon Young kelihatan gelisah. Ji Hoon khawatir, apa Joon Young merasa tidak nyaman. Joon Young mengelaknya, tidak sama sekali. Hanya saja... terasa aneh tidur di rumah orang lain.

"Sudah lama juga sih aku tidak tidur dengan orang lain."
Ji Hoon memilih tidur di bawah. Joon Young mengatakan apa yang membuatnya penasaran. Ia memahami alasan Ji Hoon ingin bergabung dalam klub, tapi kenapa memilih jadi Pengacara?

Ji Hoon balik bertanya, bagaimana dengan Joon Young sendiri? ia dengar, murid SMA Jeongguk tidak menyukai Choi Woo Hyuk. Lalu, kenapa Joon Young menjadi tim Pengacara Choi Woo Hyuk?

"Aku melihat Lee So Woo. Saat terakhir Lee So Woo."
"Seperti apa kelihatannya? Lee So Woo?"

"Dia terlihat damai. Seolah... dia sudah memutuskan sedari awal, ekspresinya tampak tenang."

Joon Young menyinggung kalau ia belihat seorang pria hari itu yang memandangi taman bunga. Waktu itu, ia tidak terlalu memikirkannya, tapi kalau dipikir lagi sekarang ini... kelihatan aneh.

"Apa yang dikatakan polisi soal itu?"

Joon Young tidak mengatakan pada mereka. Karena saat itu ia terlalu syok. Ji Hoon bertanya lagi, bagaimana dengan yang lain? Apa yang lain juga mengetahuinya?

"Tidak.Aku bahkan tidak yakin, jadi mana bisa mengatakan pada orang lain. Bagaimana menurutmu? Apa aku katakan saja pada yang lain?"

"Tidak. Hal itu hanya akan menyebabkan keributan."

"benar juga."

"Kalau terus begini, bisa-bisa kita begadang semalaman."

"Oh, ya. Selamat malam."

Joon Young berterimakasih karena Ji Hoon sudah mengijinkannya menginap.
Ji Hoon teringat hari itu, dimana ia memandangi taman bunga dimana ada mayat So Woo dengan menangis, tapi ia segera pergi tepat saat Joon Young melihatnya.

Joon Young hanya melihat dari jauh jadi tidak jelas wajahnya, dan lagi Ji Hoon menutupi kepalanya. 
Seung Hyun tidak bisa tidur, ia di luar rumah dan masih kesal. Yoo Jin juga di luar, mencoba menenangkan So Hee yang habis dimarahi ibunya.

"Kalian sendiri yang bakal kesulitan kalau begadang. Cepat tidur." Balas Seo Yeon.




>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search