-->

Sinopsis On The Way To The Airport Episode 15 Part 2

- November 13, 2016
>
Sumber Gambar dan Konten dari KBS2

Sinopsis On The Way To The Airport Episode 15 Part 2


Mi Jin tidak sengaja bertemu Jin Suk di depan lift. Mereka seperti orang asing, tidak saling sapa. Hanya bergantian saat melirik.


Hyo Eun curhat pada Soo Ah kalau ia kesulitan memilih. Soo Ah menasehati, Setelah Hyo Eun bertambah tua, Hyo Eun harus memilih sampo yang Hyo Eun sukai. harus memilih banyak hal lagi seperti pakaian, pekerjaan, dan orang-orang.

"Pastikan kau mempertahankan standarmu. Pusatnya harus dirimu. Bukan orang lain."

"Berarti aku harus egois.

"Itu... agak berbeda. Mungkin ada sesuatu yang menarik hatimu. Pejamkan matamu... dan bayangkan Selandia Baru, Seoul, dan Pulau Jeju. Bayangkan semuanya di kepalamu. Lalu hatimu akan membimbingmu. kau akan tertarik pada satu pilihan. Pastikan kau tetap fokus dan cari tahu pilihanmu. Jika kau mengabaikan keinginan itu, kau akan mengabaikannya selamanya."

Hyo Eun akan merasa tidak enak jika mengabaikannya. Soo Ah senang karena Hyo Eun mengerti, jika mulai mengabaikannya sekali, rasanya akan sakit di sini (hati).

Hyo Eun tanya, bagaimana jika ia menyesalinya nanti? Soo Ah menjawab kalau Hyo Eun akan mengetahui solusinya bila waktu itu tiba. Semuanya memiliki suka dan duka. Untuk saat ini, fokuslah memilih.

"Mari kita lakukan ini mulai sekarang. kau akan tahu ke mana kau ingin pergi."

"Jika aku memilih sesuatu, Ibu akan menghormati pilihanku, kan?"

"Tentu saja."


Semua tim Jin Suk minum-minum di bar langganan Jin Suk, mereka mengatakan akan pergi karena Jin Suk datang. Tapi diluar dugaan Jin Suk malah ikut gabung bersama mereka. Mi Jin datang setelah Jin Suk, ia juga ikut bergabung.


Mereka membahas hubungan jarak jauh dimana pasangan tidak sering bertemu. Jin Suk mengatakan kalau itu kuncinya, Itu hal terbaik tentang pekerjaan mereka.


Sang Yeob beda, ia menginginkan istri yang hanya mengurusnya. Saat ia pulang, aku ingin istrinya menunggunya. Ia sering terbang, jadi, ia menginginkan seseorang dengan pekerjaan yang lebih stabil.

"Perjalanan pria ini masih jauh. Jika tiba-tiba dia tidak ada, kau akan langsung curiga. Tapi hal-hal seperti itu tidak terjadi kepada kita. Kita hanya berbagi 51 persen. Ada sedikit kepercayaan dan sedikit persetujuan tentang kebebasan." Pemilaian Jin Suk.

Joo Hyun bertanya, jadi, jika Soo Ah ingin mencari kebebasan... Jin Suk menjawab kalau ia akan mengizinkannya. Bermain-main akan membuat mereka bisa melanjutkan hidup.

"Anda baik sekali." Ujar Joo Hyun.

Mi Jin hanya mendengarkan saja dan mengamati.


Tapi ternyata Jin Suk hanya bersandiwara, saat ia dikamarnya sendirian ia bersumpah akan membunuh semunya. Ia akan melakukannya.


Soo Ah mampir ke kafe Hyun Joo. Soo Ah curhat, kadang orang-orang meminta mereka untuk memikirkan diri mereka sendiri, bisakah Hyun Joo melakukannya?

Hyun Joo menjelaskan kalau ia sudah tidak melakukannya sekarang. Saat bobotnya 48 kg dahulu, saat itulah ia hanya memikirkan dirinya sendiri. 'Apa yang harus ia pakai? Apa yang harus ia makan?' Semuanya berputar pada dirinya.

"Memintaku hanya memikirkan diriku sendiri. seperti meminta diriku yang berbobot 48 kg untuk menjalani hidupku untuk mengurus semua orang di sekitarku. Itu pasti akan lebih sulit. Bukan hanya bobotku yang kurindukan dari masa-masa itu. Aku tertawa dan menangis seorang diri. Yang aku pikirkan hanya emosiku. Bayangkan betapa ringannya itu. Aku merindukannya.

Tapi hidup ini aneh. Semuanya kembali seperti biasanya. Saat anak-anakku bertumbuh dewasa, beban berat itu akan terangkat dan aku akan merasa kesepian lagi."


Soo Ah berjalan pulang, ia menelfon Do Woo yang saat ini ada di depan rumahnya di Jeju. Soo Ah merindukan tempat itu. Do Woo menyuruhnya datang saja.

"Kita tidak bisa selalu kembali ke sesuatu yang kita rindukan."

"Haruskah aku yang pergi?"

"Tidak. Aku akan segera kembali."

Do Woo mengatakan kalau Soo Ah selalu saja menjawab 'aku akan segera kembali.' untuk setiap pertanyaannya.

Soo Ah menjelaskan ada sedikit masalah. Hyo Eun mencoba memilih antara tempat bibinya dan Pulau Jeju. Awalnya Hyo Eun tinggal di tempat bibinya di Selandia Baru, tapi mereka berubah pikiran dan mengirim Hyo Eun ke Malaysia.

"Itukah alasannya kau tergesa-gesa mencari tempat tinggal? Lalu karena itu..."

"Sepertinya begitu."

"Di situlah ceritanya dimulai."

Soo Ah bertanya, apa Doh Woo ingat ia pernah memberitahu Do Woo tentang bagaimana ia tinggal di Pulau Jeju saat masih kecil. Hanya keluarganya yang ia punya karena mereka orang baru di kota itu.

Ia bilang akan menunggu ibu dan ayahnya di ladang tanpa apa-apa selain tiang telepon. ia tidak mengingatnya dengan jelas, tapi lingkungan Do Woo mengingatkannya pada hal itu. Rumah Do Woo ada di belakang.

Adiknya, orang tuanya, dan dirinya. Mereka semua bermain bersama di sana. Rasanya aneh. Ia merasakan kebahagiaan dan kehangatan bersama keluarganya. Ia merindukan memiliki keluarga seperti itu.

"Jika kau merindukan sesuatu, kembalilah padanya. Sentuh itu. Berlarilah mengejarnya. Kita harus hidup seperti itu."


Do Woo merenung di rumahnya.


Hyo Eun memandang anak-anak seusianya yang pergi sekolah diantarkan ibu mereka masing-masing. Tak tahu apa yang dipikirkannya.


Soo Ah-Hyo Eun skype'an dengan Nyonya Kim-Jin Sook. Mereka saling bertukar kabar dan Jin Sook mengatakan ia merasa lebih sehat karena ibunya ada disana.

"Aku sangat menghormatimu karena bisa bertahan menghadapi Jin Suk. Bukankah kau muak dengannya?"

Nyonya kim menoyor putrinya karena bicara ngawur. Nyonya Kim lalu mengatakan pada Hyo Eun kalau di sana ada lapangan sepak bola dimana-mana.

"Hal pertama yang Nenek periksa adalah lapangan sepak bola. Kenapa kau ragu-ragu padahal ayahmu akan bekerja di sini?"

Soo Ah terkejut, apa maksudnya dengan bekerja di sana. Nyonya Kim heran, apa Jin Suk tidak memberitahu kalau ia sudah tanda tangan kontrak untuk bekerja di Oakland.

"Hyo Eun. Soo Ah. Bergabunglah bersama kami dan nikmati kehidupan mewah ini." Undang Nyonya Kim.

Hyo Eun tersenyum mengiyakan.


Hyo Eun lalu membuka foto-foto yang dikirim neneknya, foto lapangan sepak bola dan pemandangan alam Selandia Baru. Ia kelihatan sangat senang. 

Soo Ah panik, "Teman-temanmu di Pulau Jeju akan pergi berkemah bersama saat liburan musim dingin. kau sudah lama ingin berkemah saat musim dingin. Ini pesan teksnya."

Hyo Eun menyentuh dadanya dan memejamkan mata. Saat ia membuka matanya kembali Hyo Eun berkata kalau ia ingin tinggal di Selandia Baru. Ke situlah hatinya membimbingnya.

"Ayah akan bekerja di sana dan ibu akan menjadi ibu rumah tangga. Seluruh keluarga akan tinggal di satu rumah."

Soo Ah terlihat sangat terkejut. Tapi ia tetap pada perjanjian awalnya, ia menghormati keputusan Hyo Eun.

"Tapi bisakah kau memikirkannya kembali? Kita meninggalkan banyak hal di Pulau Jeju."

"Aku sudah memikirkannya. Aku ingin pergi ke sana."

Lalu Hyo Eun menelfon ayahnya untuk memberi kabar baik ini.


Do Woo menelfon Hye Won, Sejauh ini ia hanya menerima beberapa pengunjung dalam sehari. Hye Won bercanda kalau Do Woo harus menutupnya sebentar lagi.

"kau akan pergi siang ini? Ada perubahan jadwal?"

Tidak, Hanya saja akhirnya Hye Won mempunyai waktu luang. Ia ingin berjalan-jalan sebelum mulai belajar.

"Jam berapa kau harus tiba di bandara?"

"Pukul 17.30."

"Aku akan meminta Hyun Woo menjemputmu. Makanlah sesuatu sebelum pergi."


Hyun Jung masuk ruang Hye Won membawakan amplopyang ditinggalkan seorang pria untuk Hye Won. Di dalam amplopitu ada foto dirinya yang sedang bersama Nyonya Go dan Annie.

Kilas balik...


Nyonya Go mengajari Annie membuat karya tali khas Korea. Annie kesulitan hingga membuat kesalahan namun Nyonya Go menganggapnya lucu dan mereka tertawa riang karenanya.

Tawa mereka menulari Hye Won yang juga ikut tersenyum melihat kedekatan mereka berdua. Seok yang waktu itu tak sengaja melihat memutuskan untuk memotret mereka bertiga.

Kilas balik selesai...


Setelah mengantarkan amplop itu, Seok pergi.


Hye Won ke tempat Hyun Woo, disana sudah ada Ji Eun dan Hyun Woo yang menantinya. Saat ia membuka pintu, Ji Eun dan Hyun Woo menyebarkan connveti juga ada kue disana. Tapi ada yang lupa, musik. Ji Eun lalu menyuruh Hyun Woo untuk menyalakan musiknya.

Ji Eun minta maaf karena Do Woo menelfonnya telat. Biasanya ia pandai mengadakan pesta. Walaupun begitu Hye WOn sudah berkaca-kaca terharu.

"Astaga. Jika kita mengadakan pesta perpisahan yang baik untuknya, mungkin dia tidak akan sanggup menghadapinya." Canda Ji Eun.

"Dia akan tertinggal pesawat." Imbuh Hyun Woo.


Soo Ah selesai belanja, Jin Suk mengiriminya pesan,

"Pertama, aku mengirim tiket pesawatnya ke surelmu, Naiklah pesawat itu bersama Hyo Eun. Kedua, Jae Ah dan aku akan mengurus rumah di Seoul."

Soo Ah menghubungi Jin Suk tapi tidak diangkat oleh Soo Ah.


Rumah Soo Ah dilihat oleh calon pembeli. Petugas mengatakan kalau keluarga Soo Ah akan pindah ke luar negeri dan sedang tergesa-gesa.


Hyo Eun mengepak barangnya dan karena di sana sedang musim semi, jadi, ia akan membawa pakaian musim seminya. Dan sisanya biar dibawa ayah saja.

"Bukankah ini seperti saat kita tergesa-gesa pergi ke Malaysia? Kita pergi dengan tergesa-gesa dan saat kita kembali, semua barang kita sudah dipindahkan ke apartemen nenek. kau tidak perlu tergesa-gesa memutuskan."

Hyo Eun sudah memikirkannya dan ia ingin segera berangkat. Ia juga ingin mulai bersekolah. Kali ini ia akan bersikap baik dan tinggal untuk waktu yang lama.



Soo Ah minta tolong Mi Jin agar bisa bicara dengan Jin Suk karena Jin Suk tak mau mengangkat telfonnya.

Mi Jin lalu mengetuk kamar Jin Suk, Ia bicara dengan bahasa formal,

"Ini darurat. Sesuatu terjadi pada keluarga Anda."

Tepat saat itu anggota tim yang lain kembali dari kumpul-kumpul mereka dan melihat Jin Suk dan Mi Jin bicara, Jin Suk lalu mengambil ponsel Mi Jin untuk bicara pada Soo Ah.

"Aku akan menelepon kembali." Lalu ia kembali masuk dalam kamarnya.

Mi Jin menyuruh yang lain untuk masuk kamar masing-masing juga. Setelah ia sendiri, ia menghubungi Soo Ah tapi telfonnya sedang sibuk.

"Berarti dia berhasil meneleponnya."


Jin Suk menghubungi Soo Ah akhirnya, a melarang Soo Ah untuk berterima kasih, minta maaf, atau meminta dimaafkan. Soo Ah tahu kalau ini bukan sesuatu yang bisa dikatakan di telepon, tapi ia tidak bisa pergi bersama Hyo Eun.

"Aku tidak bisa pergi sebelum kita bicara."

"Lalu? kau akan mengirim Hyo Eun seorang diri?"

Karena itulah Soo Ah ingin mereka bicara. Jin Suk mempersilahkannya. Soo Ah baru mulai kata pertama tapi Jin Suk sudah memotongnya.

"Menurutmu kenapa aku bersikap baik? Aku sedang mencoba. Bersikap baik. Aku mengirim panduan agar ini bisa berhasil. Aku bisa menghancurkanmu atau melakukan hal yang lebih buruk dari melempari mejamu dengan batu, tapi aku tidak akan melakukannya. Kenapa? Karena kita keluarga."

"Keluarga"?, Soo Ah membenarkan. Setelah ia melahirkan Hyo Eun, mereka hampir tidak pernah bersama. Disengaja atau tidak, mereka mengambil giliran bekerja yang bergantian. Ia bertanya kepada diriknya sendiri. "kau baik-baik saja, Soo Ah?"  "Seperti inikah keluarga yang kau harapkan?"  "Apa ini baik-baik saja?"  dan ia menjawabnya "Ya, ini baik-baik saja."  "Semuanya akan baik-baik saja."

Ia pikir itu harus dihadapi. Ia tidak pernah membayangkan itu sebagai pilihan. Tapi...

"kau akan memilih? Tidak. Ini sesuatu yang harus dihadapi. Kita menghadapi krisis yang dihadapi semua pasangan. kau harus meminta maaf sebelum meminta konseling. kau harus berlutut dan memohon terlebih DAHULU!"

Soo Ah akan memohon. Ia akan melakukan apa saja. Karena itu mereka harus bertemu.

Tidak. Jin Suk melarang Soo Ah memohon. Soo Ah meninggalkan Hyo Eun sendirian sebentar, Soo Ah tidak perlu memohon untuk itu. Pergi saja ke Selandia Baru bersama Hyo Eun dan mereka akan bicara di sana. Mereka hanya akan memiliki alam dan keluarga di sana jadi mereka mempunyai banyak waktu. Jin SUk lalu memutus telfonnya.


"Aku akan memaksamu pergi ke Selandia Baru. Penderitaan yang sebenarnya akan dimulai saat itu."


Soo Ah kembali menemani Hyo Eun berkemas, Hyo Eun benar-benar teringat saat akan ke malaysia dulu. Soo Ah memintanya duduk disampingnya karena ada yang ingin Soo Ah katakan.

"Ibu belum memutuskan."

"Tentang Pulau Jeju?" tebak Hyo Eun.

Soo Ah akan bicara dengan ayah dahulu lalu membuat keputusan. Hyo Eun mengerti. Soo Ah bertanya, apa Hyo Eun keratan ia tidak bisa terbang bersama Hyo Eun?

"Tidak apa-apa. Ibu ingin sekali berada di Pulau Jeju. Pikirkanlah lagi."

"Tempat yang paling Ibu inginkan adalah di sampingmu. Ibu benar-benar tidak ingin berada jauh darimu tapi... Berada di sampingmu, bisakah Ibu melakukannya saat kita terpisah? Sulit untuk dijelaskan. Di mana pun Ibu berada, hati Ibu akan selalu di dekatmu."


Hyo Eun tahu. Soo AH heran, apa Hyo Eun tidak keberatan. Hyo Eun dengan senyum menjawab kalau ia tidak keberatan.

Lalu Hyo Eun membuka kembali kopernya, ia mengambil fotonya bersama Annie. Ia selalu melihat foto itu dan memikirkan tentang Annie. Annie sudah lama tinggal di luar negeri sendirian.

Kilas balik...


"Bukankah seharusnya kau tidak tinggal jauh dari ibu dan ayahmu terlalu lama?"

Annie ragu tapi kemudian ia menjelaskan kalau ia yakin ayah dan ibunya menyayanginya. Tidak masalah sejauh apa ia dari mereka.

"Seseorang yang pernah sangat dicintai bisa menghadapi apa pun yang mereka lalui. Ayah Doh Woo mengatakan itu."

"Seorang ayah tetaplah ayah. 'Ayah Doh Woo' terdengar aneh."

Annie tertawa, ia salah bicara maksudnya adalah 'ayahku'.

Kilas balik selesai...


"Ibu menyayangiku. Aku tahu pasti, apa pun yang orang lain katakan. Karena itu aku bisa kuat di mana pun aku berada. Aku tidak akan sedih."


Do Woo menunggu di depan rumahnya, ia akan menunggu dan menunggu tapi kemudian ia teringat Annie yang juga melakukan hal yang sama tapi pada akhirnya ia tidak bertemu dengan ayahnya.

Ia menyesal membiarkan Annie masuk sendirian ke gudang itu,

"Jika aku mengikutinya masuk sekali saja, aku tidak akan meninggalkannya sendirian di ladang yang sepi itu. Kini apa aku akan tinggal di luar, alih-alih masuk?"

Do Woo langsung masuk ke dalam rumah, mengambil jaket dan tasnya. Ia mengunci rumahnya dan masuk ke dalam mobil, ia memutuskan untuk ke Seoul malam itu juga.


Soo Ah termenung di rumahnya sebelum ia mengantarkan Hyo Eun ke bandara. Saat di taksi pun mereka tidak bicara apapun. Ia hanya menggenggam erat tangan Hyo Eun.


Hyo Eun melihat pramugari AirAsia, ia teringat ibunya dahulu.

"Jika kau berubah pikiran, telepon Ibu kapan saja. Ibu akan datang menjemputmu."

Hyo Eun memastikan itu tidak akan terjadi. Ia sudah memikirkannya matang-matang kali ini. Ia minta Soo Ah memberitahunya jika sudah membuat keputusan. Ia juga akan menghormati keputusan Ibunya.

Lalu Sang Yeon menjemput Hyo Eun. Sebelum melepas Hyo Eun, Soo Ah memeluknya erat.

"Aku akan selalu bersama Ibu di sini. Hyo Eun selalu bersama Ibu. Jangan lupa itu dan cerialah." Ucap Hyo Eun sambil menepuk-nepuk punggung ibunya.

Sang Yeob mengajak Hyo eun untuk masuk sekarang, ia melarang Soo Ah terlalu khawatir.


Di pesawat, Chang Hoon memastikan Hyo Eun merasa aman. Hyo Eun tersenyum mengiyakan. Ia tetap tersenyum dan menghembuskan nafas berat.

Hyo Eun menulis sesuatu saat penumpang yang lain terlelap.


Soo Ah masih ada di bandara, ia meyakinkan dirinya sendiri untuk hanya memikirkan dirinya, dirinya sendiri bukan orang lain.

Tapi ia menangis mengingat Hyo Eun,

"Hyo Eun... Hyo Eun... Hyo Eun..."
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search