Sinopsis My First First Love Episode 6 Part 1
Sumber: NETFLIX
Song Yi ketawa karena DO Hyeon nanyanya serius banget.
Song Yi: Maaf, lucu kau bertanya begitu serius. Aku yakin Tae Oh punya. Aku selalu cantik seumur hidupku. Tak pernah jelek. Aku yakin banyak momen saat kami saling tertarik. Tapi itu hanya momen sesaat. Perasaannya tak berarti. Tapi aku mengerti. Aku akan mendadak ke tempat kerjamu dan tak memperhatikanmu.
Do Hyeon: Janji, ya?
Song Yi mengangguk.
Song Yi menanyakan alasan Do Hyeon menanyakannya. Do Hyeon cuma penasaran katanya.
"Saat kau tanyakan perasaan orang lain, kurasa kau harus memahami perasaanmu sepenuhnya dahulu. Tapi sulit untuk merasa yakin tentang perasaanmu, bukan?"
Do Hyeon kembali tersenyum.
Tae Oh dan Se Hyeon ke toko buku. Tae Oh menawarkan diri untuk membawa buku yang dipilih Se Hyeon. Selagi ada disana, Se Hyeon mengajak Tae Oh melihat album ayahnya. Tae Oh tetu saja setuju.
Tae Oh kagum melihat hasil foto ayahnya Se Hyeon, ia tak paham soal foto, tapi foto-foto itu hebat.
"Beliau sering melancong?" Tanya Tae Oh saat mendengar kalau salah satu foto diambil di Jerman.
""Sering" bukan istilah yang tepat. Melancong adalah hidupnya. Rumah kami... adalah tempat dia mampir sesekali."
Tae Oh memandang Se Hyeon beda. Se Hyeon melarang mengasihinya, ia tak masalah dengan gaya hidup ayahnya. Ayah mengajarinya, "Jalani hidup dengan cara yang kita sukai, karena hidup hanya sekali". Itu moto hidupnya juga.
"Kenapa?" Tanya Se Hyeon karena Tae Oh masih saja diam.
"Kau sangat cantik. Katamu aku boleh masuk klub jika videoku membuatmu tertawa. Ayo lakukan hal lain saja."
"Hal lain?"
"Kencan denganku."
"Aku tak suka ungkapan itu. Kekanak-kanakan."
"Aku suka. "Aku suka padamu. Ayo berkencan. Ayo pacaran serius". Aku benci orang merasa ekspresi itu kekanak-kanakan. Menurutku kepercayaan antara pria dan wanita harus dibangun bertahap, selangkah demi selangkah. Walau begitu, kuanggap kau setuju."
"Emmmm.... Terserah."
Tae Oh seneng banget dan mereka bersalaman.
Di rumah, Tae Oh ngakak melihat video kejutan Hoon semalam. Ia memutuskan merapikan videonya sebelum kelupaan.
Tae Oh melihat-lihat folder yang lain, ada Folder "Tanpa Judul", ia membukanya, tapi langsung kager saat Song Yi tiba-tiba membuka kamarnya.
"Kau tak tahu cara mengetuk pintu?"
"Menonton film porno?"
"Tidak."
Song Yi mendekat. Tae Oh ketakutan, apa? Kenapa? Song Yi meletakkan tempat sampah di meja, ia mau buang sampah.
Song Yi membereskan sampah di meja Tae Oh sambil menggerutu, "Kenapa tak bisa bersihkan kamar sendiri? Kau menjijikkan."
"Aku yang harus membersihkan padahal kalian tak bayar sewa?"
"Tentu, tak masalah. Aku yang akan membereskan, Tuan."
Song Yi menghormat lalu pergi. Tae Oh bertanya, butuh bantuan gak? Song Yi minta dibelikan es krim sekalian.
Mereka menikmati es krim bersama, tapi Song Yi gak mau pegang padahal Tae Oh mengeluh kalau tangannya membeku.
"Serius... Kau sungguh menyebalkan." Kesal Tae Oh sambil mengusapkan tangannya ke baju. Walaupun begitu ia tetap memegang es krimnya.
Song Yi: Sibuk apa? Sampai tak keluar kamar. Proyek kuliah?
Tae Oh: Membuat video, harus kuserahkan untuk masuk klub film.
Song Yi: Kau harus melakukan itu? Itu klub kampus yang sombong. Anggota baru harus diperlakukan dengan baik. Kini tak ada yang masuk klub.
Tae Oh: Masuk klub hanya alasan... untuk kencani gadis itu. Aku membuat film pendek romantis hebat. Pertama, atur suasananya, lalu beranikan diri mengajaknya kencan.
Song Yi: Jika dia menolak?
Tae Oh: Berarti... Aku pikirkan nanti. Pria harus bertindak sebelum berpikir. Jika berpikir, peluang bertindak hilang.
Song Yi menunjukkan wajah kagum. Tae Oh malah mengusapnya.
Tae Oh: Jangan sedih. Peluangmu sudah lewat.
Song Yi menghela nafas, "Aku agak iri. Aku mau diajak kencan begitu."
"Kulihat kau dicampakkan."
"Bagaimana bisa dicampakkan jika aku belum mengajaknya kencan."
"Pria yang harus ambil inisiatif."
"Astaga, kau hidup di zaman apa? Wanita boleh ambil inisiatif."
"Astaga, Song Yi-ah. Kau harus kencani pria yang rela berupaya untukmu, bukan pria yang buat kau bingung untuk ambil inisiatif."
"Itu pun mauku."
"Kau ini ada-ada saja. Astaga."
Song Yi menanyakan soal Do Hyeon. Tae Oh cerita kalau mereka bertemu karena satu kelas, tapi hampir tak bicara. Ia benci kecanggungan itu.
"Tak bisa akhiri konflik?"
"Apa yang harus diakhiri? Kami tak bertengkar. Kami juga tak saling benci. Belum pernah kualami seperti ini."
"Anggap saja ini tak terjadi. Bersikap seolah tak masalah, tapi mau berbaikan. Senyum dan bersikap biasa saja. Begitu lebih baik."
"Benarkah? Itu lebih baik daripada membahas hari itu."
"Ya."
Tae Oh tak menyangka Song Yi ternyata sudah dewasa sampai bisa memberi nasehat.
"Aku tahu. Di sini kita pertama bertemu. Usia tiga atau empat tahun. Anak lelaki dan gadis yang dahulu main bersama kini dewasa dan saling menasihati soal berpacaran. Aneh."
"Ayo luruskan satu hal. Kubilang aku pacaran dan kau yang minta nasihat."
"Kau harus mengatakannya begitu?"
Song Yi kesal, ia mengambil es krimnya dari Tae Oh tapi sudah habis. Tae Oh senang, ia menyuruh Song Yi membuangnya lalu kabur. Song Yi mengejarnya.
-=HARI PENGAKUAN=-
Ga Rin memberikan ponsel baru untuk Hoon juga untuk dirinya sendiri.
"Terima kasih, Ga Rin-ah. Aku tak yakin apa harus menerima barang semahal ini."
"Jangan berterima kasih. Berkat kau, aku punya ponsel baru juga."
"Baiklah. Aku akan mengundangmu ke semua pertunjukan."
"Aku suka itu."
"Begini... aku bertanya untuk berjaga-jaga. Kau sungguh punya uang?"
"Jangan cemas. Aku tak bodoh, ke toko tanpa bawa uang."
"Tentu saja."
"Ya."
"Aku hanya bertanya untuk jaga-jaga."
Ga Rin mengeluarkan segepok uang tunai. Hoon gak bisa santai melihatnya. Ia buru-buru menyuruhnya memasukkannya kembali. Hoon memperingatkan agar Ga Rin tidak seenaknya mengeluarkan setumpuk uang drai tas begitu.
'Siapa yang bawa uang tunai seperti ini di zaman sekarang? hah?"
"Ada yang salah?"
"Apa?"
Usai membeli ponsel mereka harus berpisah. Hoon mau bertemu produsernya sementara Ga Rin ada wawancara kerja paruh waktu di pasar swalayan.
"Kenapa kau mau kerja paruh waktu padahal punya banyak uang?"
"Aku mau coba sendiri, dari hal kecil. Aku harus hidup dengan tekun, sepertimu."
"Benar, kurasa kita punya alasan masing-masing. Jangan buka tas dan keluarkan setumpuk uang saat wawancara, atau bilang kau kabur dari rumah. Ingat, ini dunia yang berbahaya."
"Jangan berikan banyak informasi. Baik, aku mengerti. Semoga sukses dengan kontrakmu hari ini. Ayo, Hoon!"
Ga Rin pergi duluan. Hoon gak bisa tenang membiarkan Ga Rin sendirian begitu, ia terus mencemaskannya. Tapi sekarang, ia harus mencemaskan diriku sendiri.
"Dengan tatapan ganas, aku akan minta bayaran besar. Hati-hati, Kalian, aku datang!" Kata Hoon keras.
>
EmoticonEmoticon