-->

Sinopsis Memories of the Alhambra Episode 8 Part 1

- Desember 24, 2018
>
Sumber: tvN




Kembali saat Hee Joo mengejar kereta Jin Woo di Granada, artinya waktu mundur satu tahun lalu.

"Saat pergi dari Granada, kukira kita akan segera bertemu kembali. Saat Se Joo pulang."



Lalu Jin Woo menyuruh Jung Hoon untuk mengirim pesan balasan untuk Hee Joo. 

"Jawab semua e-mailnya mulai sekarang. Katakan sesuatu agar keluarganya tidak cemas." Perintah Jin Woo. 

"Baik. Tapi sampai kapan?"

"Hingga kita menemukan Jung Se Joo."



Saat Jin Woo mengurung diri di toilet karena takut dengan kemunculan Hyeong Seok, A menelfon. A menelfon karena selama ini Jin Woo tak pernah menjawab telfonnya. Jin Woo minta maaf, itu karena ia sedang tidak sehat, tapi ada apa?

"Anda pernah memberiku alamat. Itu alamat pria bernama Marco."

"Kau menemukan sesuatu?"

"Ya, itu alamat rumah Marco. Aku menemukan keberadaan Se Joo hari itu. Daepyonim, Anda bisa datang ke Barcelona?"


Oh.. jadi itu sebabnya Jin Woo mengajak Jung Hoon ke Barcelona malam tu juga, ternyata niatnya bukan untuk mencari Se Joo. 

"Hari itu, aku ke Barcelona untuk mencari Se Joo."



Sampai di Barcelona, Jin Woo mendatangi Rumah Marco.



Suara A: Marco Han. Dia mahasiswa dari Korea. Usianya 23 tahun. Tapi dia berhenti sekolah dan bekerja sebagai peretas. Catatan kriminalnya panjang.



Se Joo kenal dengan Mrco melalui game, mereka bermain game bersama.

Suatu hari Min Joo memanggil Se Joo untuk makan bersama, tapi karena asyik main game, Se Joo tidak menanggapinya.


Suara A: Mereka menjadi dekat karena bermain game bersama.





Suatu hari pintu rumah Marco digedor seseorang pria yang menyeramkan. Marco ketakutan, jadi ia nekat meloncat memalui jendela rumahnya walau rumahnya ada di lantai 2. Lalu ia lari

SUara A: Marco pencandu narkoba dan dikejar penagih utang.


Tapi Marco tetap tertangkap juga dan digebuki.



Marco lalu membawa game Se Joo kepada Hyeong Seok. 

"Kau kembangkan game ini sendirian dari awal?" Tanya Hyeong Seok. 

"Aku membuat semuanya.. tentu saja. Siapa lagi jika bukan aku? Baiklah. Secara teknis, ada orang lain, tapi aku yang paling banyak bekerja. Anak ini asisten."

"Anak-anak?"

"Tak perlu mencemaskannya. Aku kemari sebagai perwakilan, kau bisa bahas denganku. Sekali kau mainkan, kau akan terkejut. Mari bicara di Granada. Akan lebih mudah dirundingkan setelah kau mainkan. Harganya mulai sepuluh miliar won."

"Ha Ha Ha Berapa?"

"Mulai dari sepuluh miliar won. Itu harga awal. Keuntungan dibagi terpisah. Kuberi waktu satu hari. Seperti tebakanmu, aku dapat banyak tawaran. Aku berniat menemui J One, tapi aku menemuimu lebih dulu untukmu. Orang-orang ini membujuk dengan putus asa."




Marco membahas soal Hyeong Seok yang berteman dengan Jin Woo. Hyeong Seok menatapnya taja. Marco mengoreksi kalimatnya, "Kalian berteman. Di masa lalu. Sekarang tidak lagi, 'kan? Jika kau tak cepat putuskan, aku akan ke J One. Kau tahu dia sedang di Barcelona, 'kan? Aku tahu hotel dan nomor kamarnya. Aku bahkan punya nomor ponselnya."



Marco langsung menghubungi Se Joo setelah pertemuannya dengan Hyeong Seok. Marco yakin mereka bisa mendapat 10 kali lipat dengan negosiasi.

"Berkemaslah. Kita akan ke Granada. Tapi jangan beri tahu keluargamu." Kata Marco.

"Kenapa?"

"Bukankah jelas? Aku tak mau nenek dan saudarimu merusak tawaran. Sepuluh juta won tak cukup. Aku mau setidaknya 100 juta. Jadi diam saja hingga kita dibayar."

"Dua pemuda memimpikan kekayaan."


Hyeong Seok sebenarnya belum memercayai Marco karena Marco adalah seorang ecandu. Tim-nya menyuruhnya mencoba dulu, toh gak ada ruginya juga.

"Di mana istriku dan adiknya?" Tanya Hyeong Seok. 

"Mereka di kamar, tapi akan segera keluar."

"Katakan rencana kita berubah.. menuju Granada."



"Seperti pemuda itu, Hyeong Seok juga mulai bermimpi besar."

Se Joo langsung berkemas.



Saat ini, Jin Woo ada di tempat yang ditinggali Se Joo dulu, di rumah Marco. Ia mengamati suasana.


Suara A: Mereka pergi sehari sebelum Anda pergi ke Granada. Cha Daepyo, Jung Se Joo, dan Marco semua pergi ke Granada.

Suara Jin Woo: Se Joo meneleponku dari Stasiun Kereta Barcelona.

Suara A: Karena suatu alasan, dia kembali ke Barcelona sendirian dan menghilang di perjalanan. Marco juga menghilang sejak pergi ke Granada.

"Begitulah. Aku tak mendengar kabar mereka bahkan hingga aku ke Amerika. Dua bulan kemudian..."




Jin Woo mendapat kabar dari A kalau Marco telah ditemukan, tapi dalam keadaan sudah meninggal dan jasadnya sudah membusuk. 


Jin Woo membaca laporan mengenai Marco, daftar riwayat hidup sampai kematiaannya.


"Marco ditemukan di hutan dekat Granada. Tingkat penguraiannya terlalu parah untuk menentukan sebab kematian, dan Se Joo masih menghilang. Di mana Se Joo? Apa dia membunuh Marco? Atau... mungkinkah Se Joo juga tewas?"


"Tepat sebelum menghilang, dia meminta bantuanku, tapi kuabaikan. Apa aku dihukum?"




"Bagaimana menyampaikan ke Hee Joo bahwa Se Joo menghilang? Kurasa aku tak sanggup."



Lalu Hyeong Seok kembali muncul. 

"Sebenarnya, aku tak akan punya waktu. Karena aku mungkin... sudah tewas lebih dulu."




Kembali ke saat ini, saat Jin Woo ada di rumah Hee Joo dan Hee Joo dengan mata berair menanyakan dimana Se Joo. 

"Aku tak tahu. Sudah setahun, tapi aku masih belum menemukannya."

"Apa mungkin dia..."

"Aku yakin dia belum mati. Aku tak menduga akan selama ini."

"Kenapa... Kenapa kau lakukan ini kepadaku? Aku memercayaimu. Aku sungguh mengira kau membantu keluarga kami. Aku bersyukur dan sungguh mencemaskanmu. Aku patah hati karena caramu pergi. Aku memikirkannya setahun ini."

"Sudah kubilang... jangan terlalu percaya kepadaku. Aku tak sebaik yang kau kira. Sudah kubilang kau mungkin akan menyesal."

"Kalau begitu pembeliannya..."



Jin Woo: Tebakanmu benar. Aku membayar lisensi game adikmu. Adikmu memintaku bertemu dengannya, karena itu aku ke hostel. Dia tak muncul dan menghilang. Aku berniat menunggunya, tapi aku malah membayarmu agar tak direbut Cha Hyeong Seok. Kau cukup naif untuk menerimanya. Mungkin ini tak adil, tapi kontraknya legal. Kau sendiri yang tanda tangan.

Hee Joo makin sedih mendengarnya.

Lalu terdengar suara Nenek dan Min Joo dari luar. Hee Joo langsug kabur ke toilet.






Nenek dan Min Joo sangat senang melihat Jin Woo ada di sana. Min Joo bahkan langsung memeluk Jin Woo.

Nenek: Jujur kukira aku keliru. Ini sungguh kau. Kenapa datang tanpa memberi tahu? Kau mengagetkan.

Jin Woo: Aku baru dengar kalian kembali ke Seoul.

Nenek: Senang melihatmu lagi.



Min Joo: Kukira kau sudah mati.

Jin Woo: Kenapa aku mati?

Min Joo: Di internet katanya mereka hanya belum mengumumkan kematianmu.

Jin Woo: Kau tampak lebih cantik.

Min Joo: Sungguh? Ya, menurutku juga aku lebih cantik.



Nenek meminta Min Joo minggir, ia mau menatap Jin Woo lebih dekat. Nenek bersyukur Jin Woo terlihat sehat.

Nenek: Aku sungguh ingin tahu kabarmu sejak pergi dari Granada begitu saja. 


Sementara itu, Hee Joo menangis di toilet, ia menyamarkan suara tangisnya dengan menyalakan keran air. 




Nenek menanyakan keadaan kaki Jin Woo. Jin Woo mengatakan kakinya sudah lebih baik meski belum pulih benar.

Nenek: Itu cukup. Bagian lainnya tampak baik. Kau beruntung berhasil selamat dari jatuh setinggi itu.

Min Joo: Ahjussi, tongkat itu membuatmu tampak hip.

Jin Woo: "Hip"?

Min Joo: Kau tahu artinya? Maksudku tampak unik.

Jin Woo: Terima kasih.

Min Joo: Kau sudah berkeliling rumah ini?

Jin Woo: Belum.

Min Joo: Kamarku bagus sekali. Ayo lihat.



Min Joo langsung menariknya untuk memamerkan kamarnya. Sementara nenek memaksanya makan malam dulu baru pergi. Tapi Jin Woo menoaknya karena tujuannya hanya mampir, ia harus segera pergi.

Nenek: Kau tak bisa pergi begitu saja setelah mampir setahun kemudian. Tak akan kubiarkan. Omong-omong, di mana Hee Joo?

Jin Woo: Kurasa dia ke kamar mandi.

Nenek langsung menuju kamar mandi sambil memanggil Hee Joo.

Min Joo masih memaksanya untuk ke kamar, tapi Jin Woo menolaknya. Min Joo kecewa sebenarnya.




Nenek mengetuk pintu kamar mandi, menyuruhnya keluar karena Jin Woo akan pergi. 

"Sebentar! Aku akan keluar." Jawab Hee Joo lalu membasuh mukanya.



Tapi saat Hee Joo keluar, Jin Woo sudah tidak ada disana. Hee Joo hanya melihat nenek kembali dari luar dengan membaya payung.

"Di mana dia?"

"Sudah pergi. Kenapa kau tak mengantar tamu dan..."

Hee Joo langsung menyelonong keluar. Neneknya bingung.



Min Joo masih di luar dengan payungnya. Hee Joo tidak peduli hujan, ia tetap mengejar mobil Jin Woo.  

Hee Joo berhenti karena tidak mungkin ia mengejar mobil. Lalu masuklah pesan dari nomor Jin Woo yang baru.

"Kita bicara lagi nanti. Hubungi aku di nomor ini."




Hee Joo langsung menelfon Jin Woo. 

"Kau mau ke mana? Kau kabur lagi? Kau kabur dariku lagi? Aku penasaran kenapa kau pergi begitu saja dan kini aku tahu. Kau penipu, bukan Presdir. Itu dirimu! Semuanya dusta. Kau hanya lari karena tak sanggup menghadapi dusta. Daripada lebih mengenal... Daripada mencemaskan adikku sendiri, aku iba pada penipu sepertimu dan menghabiskan malam-malamku merawatmu."


Tapi Jin Woo malah mematikan telfonnya. Hee Joo menghubungi lagi, tapi ditolak. Hee Joo hanya bisa menagis.



Jin Woo tidak sejahat itu ternyata, ia kembali dan menyuruh Hee Joo masuk mobil. 

"Kita tak bisa bicara di rumah, jadi, masuklah. Aku yakin kau tak ingin keluargamu tahu soal ini."


Hee Joo menghapus airmatanya, lalu masuk ke dalam mobil. Mobil jalan. Min Joo yang melihatnya heran.
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search