-->

Sinopsis Hospital Ship Episode 23

- Oktober 15, 2017
>

Sinopsis Hospital Ship Episode 23

Sumber Gambar: MBC


Eun Jae membuang harga diirnya, ia berlutut saat Kepala Kim akan keluar. "Kumohon.. Kumohon, Profesor. Tolong selamatkan ayahku."

Kepala Kim akhirnya memandang Eun Jae. Eun Jae malanjutkan, Jika Kepala Kim menyelamatkan ayahnya, akan ia lakukan apa pun untuk membalas budi. Jadi, mohon...

"Kenapa kau melakukan ini, Eun Jae? kau membuatku tampak seperti dokter jahat yang sengaja menolak menjalankan operasi."


Dokter Kim protes, kenapa Kepala Kim tega melakukan itu? Ingatlah dulu! Eun Jae kan juga membantu Kepala Kim.

"Apa-apaan ini?"

"Profesor sengaja menolaknya. Profesor hanya ingin membalas pengkhianatannya."


Eun Jae lalu keluar, ia membentak Dokter Kim untuk berhenti dan segera minta maaf pada kepala Kim. Dokter Kim menolaknya.


Jadi Eun Jae yang minta maaf pada Kepala Kim. Ia maaf sudah menyababkan keributan ini, tapi tolong maafkan Dokter Kim kali ini. Kepala Kim tidak menjawab, pergi begitu saja.


Eun Jae akan keluar dan Dokter Kim mengejarnya. Eun Jae merasa belum menjadi pembimbing yang baik bagi Dokter Kim.

"Kenapa kau berkata begitu?"

"Aku mengajarimu seperti ini? Dari siapa kau belajar meragukan sesama dokter? Kau pun akan melakukannya? Kau akan menolak menyelamatkan pasien karena dendam dengan seseorang walau punya cukup waktu?"

"Tentu tidak."

"Lalu kenapa menurutmu dia begitu?"

"Karena..."

"Ingatlah hal ini. Profesor Kim bukan hanya pembimbing, dia juga kolegamu. Jika tidak memercayai kolegamu, kau tidak akan bisa mengoperasi dengan benar bersama mereka. Jika itu terjadi, kau tidak akan bisa menyelamatkan pasien. kau paham maksudku?"

"Ya, Dokter Song."

"Baguslah."


Eun Jae keluar dengan muka di tekuk, ia lagi-lagi menghela nafas.


Keadaan ayah kritis. Woo Jae panik. Ia langsung menghubungi Eun Jae. Woo Jae menangis di telfon.

"Ada yang salah dengan Ayah!"

"Woo Jae-ya, tenanglah. kau sudah memanggil dokter?"


Eun Jae langsung naik tasi ke bandara, ia meminta supir taksi mengebut. Ia masih menelfon Woo Jae.

"Woo Jae-ya, dengar baik-baik. Noona akan segera ke sana. Tenanglah. Kendalikan dirimu, paham?"

"Aku mengerti. Cepatlah datang."

"Ayah akan baik-baik saja. Hal buruk tidak akan terjadi."


Di dalam taksi Eun Jae berdoa, semoga tidak ada hal buruk terjadi pada ayahnya.

Ia jadi ingat saat ia mendapat telfon mengenai ibunya yang kritis, saat itu ia terlambat.


Eun Jae makin panik, ia bertanya pada supir taksi apa bandaranya masih jauh? Supir taksi mengatakan penerbangan terakhir sudah berangkat walaupun mereka mengebut. Eun Jae pasrah.


Eun Jae sesak nafas, ia meminta pak supir berhenti sebentar.

Eun Jae turun dari taksi dan muntah, ia mengatur nafasnya.


Saat itu, Hyun masih bekerja, ia melihat rekam medis pasien-pasiennya. Ia bahkan menelfon untuk menginteruksikan perawatan.


Dan tiba-tiba Eun Jae menghubunginya. Hyun terkejut mendengar suara mobil.

"kau di mana? Kenapa suara mobil terdengar dekat?"

"Aku harus naik pesawat.. tapi tidak sempat. Aku akan ke stasiun, tapi.."

"kau di mana? Beri tahu lokasimu. Aku akan ke sana."

"Tidak usah. Aku baik-baik saja.. Bisakah kau menemui Woo Jae? Mereka menyatakan Kode Biru untuk ayahku. Adikku sendirian. Itu alasannya."


Hyun mengerti, ia akan kesana, ia akan menemani Woo Jae. Jadi.. janganlah menangis dan dengarkan perkataannya.

"Ayahmu.. akan baik-baik saja. Akan kulindungi dia dengan segenap tenagaku, jadi, hati-hati dan sampailah kemari dengan selamat. Jangan sampai tersesat. Paham?"

"Ya."

Eun Jae pun bisa tenang.


Woo Jae ketiduran, tapi Hyun siaga menjaga ayah Eun Jae sampai akhirnya Eun Jae datang.


Hyun menjelaskan tadi ada pendarahan di selang dada, tapi kini Ayah sudah stabil. Dokter akan melakukan tes besok pagi.


Eun Jae melarang, Ayahnya tidak perlu dites, hanya perlu menjalani operasi. Harus dibedah dan mencari penyebab pendarahannya. Jika tidak...

"Hentikan. Cukup. Jangan banyak berpikir untuk sekarang. Aku akan menginap di sini malam ini. Pulanglah ke asrama dan tidur. Jangan--"

"Tidak. Aku baik-baik saja. Aku akan menungguinya."

"Baiklah."

Dan Hyun pun keluar.


Tapi Eun Jae kemudian menyusulnya. Hyun meyuruh Eun Jae pulang ke asrama saat Woo Jae bangun, untungnya besok Eun Jae libur.

"Aku--" Eun Jae akan bicara tapi Hyun menyelanya.

"Tapi.. terima kasih. Karena memikirkanku saat kau membutuhkan bantuan. Aku pulang."


Eun Jae melaporkan kondisi ayahnya pada Direktur Kim. Ia menjelaskan kalau tes tidak akan berguna. Sebelum Ayahnya mengalami renjatan hipovolemik, mereka harus membedahnya untuk mencari penyebabnya.

Direktur Kim menghela nafas, mereka harus mempercepat operasinya. Eun Jae membenarkan. Lalu Direktur Kim menanyakan apa kata Kepala Kim.

"Dia banyak jadwal operasi dan tidak bisa meluangkan jadwalnya."

"Benarkah itu alasannya? Pasiennya terlalu banyak dan tidak bisa menerima satu lagi?"

"Tentu saja."

"Jujurlah. Dendamnya kepadamu--"

"Itu tidak benar. Aku akan menjalankan operasi ayahku, Direktur."

"Dokter Song!"

"Jika kita undur lagi, aku mungkin tidak punya kesempatan. Tolong setujui. Aku tidak boleh kehilangan ayahku tanpa mengusahakan apa pun."

"Baiklah. Mari kita coba."

"Terima kasih."


Saat staf RS kapalsedang sarapan bersama, Jae Geol berkata kalau Eun Jae akan melakukan operasi pada ayahnya sendiri. Semuanya terkejut karena Eun Jae diam-diam saja pada mereka.


Perawat Pyo mengamati tatapan Hyun, Hyun kesal Jae Geol membuka rahasia?

"Aku tidak percaya Dokter Song diam saja, tapi aku lebih kesal dengan kalian berdua! Bukankah kita keluarga? Kenapa kalian tidak memberi tahu saat ayah Dokter Song sakit hingga membutuhkan operasi?"

Hyun: Cobalah mengerti. Kalian tahu betul watak Dokter Song.


Perawat Pyo: Aku tidak mengerti. Aku tidak mau mengerti.

Perawat Pyo sangat kesal.


Perawat Pyo mendatangi Eun Jae, ia heran Eun Jae kan akan menjalankan operasi penting, tapi kenapa tidak menghubungunya, tidak membutuhkan asisten kah?

"Perawat Pyo~"

"Maaf. Kita bekerja bersama setiap hari, tapi aku tidak tahu apa pun. Seharusnya aku bisa tahu walau kau diam saja. Benar, bukan?"


Tapi bukan hanya perawat pyo saj ayang datang, melainkan seluruh staf RS kapal, mereka datang untuk menyemangati Eun Jae sebagai keluarga besar. Ah Rim bahkan memeluk Eun Jae.

"Terima kasih." Ucap Eun Jae.

Hyun dan Jae Geol tersenyum juga.


Direktur Kim mendatangi Kepala Kim, katanya ia sedang ada di Seuol makanya mampir. Ia ingin minum teh dengan Kepala Kim.


Direktur Kim memberitahu Kepala Kim kalau EUn Jae akan melakukan operasinya sendiri. Direktur Kim bertanya, apa Kepala Kim tidak keberatan jika Eun Jae akan melakukan operasi itu sendiri?

"Apa maksudmu?"

"Aku memberimu kesempatan. Kesempatan menjadi dewasa."

"Seonbae-nim!"

"kau berdiri di persimpangan. Akankah kau menjadi orang tua yang sok benar dan keras kepala? Atau kau akan menjadi orang yang bijak dan berbudi? Ingin menjadi orang seperti apa seiring bertambahnya usiamu?"


Dokter Moon datang ke kantor Kepala Kim, ia yakin Direktur Kim tadi datang untuk membicarakan soal Eun Jae kan? Kepala Kim mengatakan kalau Eun jae akan melakukan operasi ayahnya sendiri. Dokter Moon sangat terkejut.

"Kenapa kau terkejut? Bukankah itu wajar baginya?"

"Tetap saja..."


Dokter Moon bicara dengan sangat hati-hati, "Profesor.. Bukan bermaksud lancang, tapi aku ingin menyampaikan sesuatu. Kurasa Profesor harus membiarkannya menang kali ini. Sebenci apa pun Profesor kepadanya, ini tidak pantas. Profesor harus menjalankan operasinya.""

"Kau juga berpikir begitu? Aku menolak menjalankan operasi karena membenci Dokter Song?"

"Bukan begitu?"

"Bukan karena aku membencinya. Bagaimana jika aku takut? Akankah kau berhenti menghormatiku?"

"Jangan berkata begitu."

"Sudahkah kau melihat rekam medis ayahnya? Bukan hanya memerlukan lobektomi hati, tapi juga prosedur Whipple. Ini sulit. Sehebat apa pun, kemungkinan sukses kurang dari 30 persen. Ada pemilihan untuk posisi direktur di rumah sakit. Aku harus berhati-hati agar tidak tersingkir. Aku tidak bisa mengambil risiko dan kehilangan pekerjaanku."

"Tapi..."

"Dia Song Eun Jae. Dia cukup pandai untuk melakukannya. Dia bisa melakukannya."


Eun Jae rapat dengan yang lain mengenai kondisi ayahnya, "Nama pasien Song Jae Joon. Umurnya 59 tahun. Tumornya berawal di sistem empedu. Saat ini, tumor telah menyebar hingga pankreas dan hati.

Untuk kondisi ini, aku akan melakukan lobektomi hati dan prosedur Whipple secara bersamaan. Prakiraan waktu operasi adalah 12 jam."


Perawat Pyo membantu persiapan operasi. Eun Jae mengecek peralatan.


Saat sedang sendirian, Hyun memebri Eun Jae kopi karena dari wajah Eun Jae kelihatan alau Eun Jae membutuhkan kafein.

Eun Jae menerimanya. Lalu Hyun menyarakan untuk pergi minum saja.


Woo Jae yang menjawab, menyuruh mereka berdua minum lalu tidur di asrama. Eun Jae menolak tapi Woo Jak memaksa.

"Dengarkan aku. Noona harus istirahat cukup untuk operasinya."

Hyun membenarkan Woo Jae, kemudian Woo jae menitipkan kakaknya itu pada Hyun.


Eun Jae menurut, tapi ia salah arah lagi. Woo Jae memanggilnya, menunjukkan arah yang benar. Eun Jae pun berputar arah.

Woo Jae sama sekali gak paham, bagaimana Eun Jae tersesat di rumah sakitnya sendiri? Hyun tersenyum setidaknya Eun Jae masih tahu jalan ke ruang operasi.

"Kau mencoba membelanya?" Tuduh Woo Jae dan keduanya tersenyum.


Eun Jae dan Hyun pun minum berdua di taman asrama. Hyun bertanya, apa Eun Jae cemas untuk operasi besok?

"Tidak. Aku tidak akan cemas."

"kau selalu berani."

"kau lupa aku seniormu? Cara bicaramu tidak sopan."

Hyun hanya tersenyum lalu minum.


Eun Jae kemudian membahas soal pertanyaan Hyun padanya, kenapa ia terus menghindari Hyun, apa karena Hyun tidak bisa menyelamatkan ibunya.

"Kau berhak membenciku. Jika menjadi dirimu, aku akan membenci diriku." Kata Hyun.


Eun Jae menjelaskan, ia walinya dan dari sudut pandang wali, saat kehilangan anggota keluarga secara tiba-tiba, mereka terpaksa membenci seseorang, bahkan untuk dokter hebat seperti Hyun. Hyun langsung menoleh pada Eun Jae.

"Aku membaca rekam medisnya. Diagnosismu mendetail. Dari sakit perut hingga sakit jantung, kau membuat diagnosis yang tidak terlihat jelas. Yang terpenting, kau pasti menjelaskan dengan baik kepada ibuku. Ibuku takut ke rumah sakitku karena diriku, tapi dia mengerahkan keberaniannya untuk bertemu dokter. Itu alasannya. Itu alasanku menghindarimu. Karena kau dokter yang hebat. Aku tidak ingin kalah dari kolega yang hebat.

Jika terus menjadi kolega, kita akan bekerja sama untuk waktu yang lama."

Hyun lega mendengar jawaban Eun Jae itu, walaupun pastinya agak terlambat.


Ayah dan Woo Jae menonton berita soal kemaceta. Ayah berkomentar itu karena Chuseok. Andaikan ini dilaksanakan setelah Chuseok.

"Maksud Ayah operasinya?" Tanya Woo Jae.

"Ya. Jadi.. ayah bisa menyiapkan peringatan kematian untuk mendiang ibumu."

"Ayah bisa melayatnya saat Ayah pulih setelah operasi. Ibu pasti mengerti."

Ayah tiba-tiba memandang Woo Jae. Woo Tae tanya kenapa? Ayah menggeleng, tidak apa-apa. Kemudian ayah membenarkan Woo Jae, mari lakukan seperti kata Woo Jae.


Dokter Jang datang untuk membawa Ayah ke ruang operasi. Woo Jae memeluk ayahnya sebelum ayahnya pergi.


Eun Jae menunggu di ruang operasi. Woo Jae menitipkan ayah pada Eun Jae.

"Tolong tangani Ayah." Kata Woo Jae.

Kemudian Woo Jae menyemangati semuanya, baik ayah maupun Eun Jae.


Eun Jae membawa masuk ayahnya, saat mereka masih di lorong, Eun Jae bertanya, apa ayahnya takut?

"Jika ayah mengaku tidak takut.. kau akan percaya?"

"Ayah tidak perlu takut. Aku... Aku bisa. Semua akan selesai saat Ayah bangun."


Eun Jae akan pergi tapi ayah menahan tangannya,  Eun Jae pun berbalik menatap ayahnya lagi.

Ayah: Jika... Eun Jae-ya, jika... Jika... Meski nanti ada yang salah, itu bukan salahmu. Itu bukan.. salahmu. Paham?

Eun Jae diam saja, ia menahan tangisnya. Ayah menyuruh Eun Jae menjawabnya, cepat! Eun Jae akhinrya menangguk.

Ayah: Kau terlihat hebat, Putriku. Ibumu membesarkan dirimu dengan baik.

Lalu Ayah meminta mereka membawanya ke dalam.


Eun Jae akan menangis, tapi ia tetap menahannya.


Saat Eun Jae akan mencuci tangan, tiba-tiba Dokter Kim menghampirinya.

"Ayahmu ada di meja operasi, tapi anggaplah dia sebagai kadaver. Itu tidak benar. Jangan menganggap dia bukan manusia."

"Dokter Kim~"

"Di sisi mana?"

"Sedang apa kau di sini?"

"Menurutmu? Aku datang membantumu."

Lalu Dokter Kim mengulurkan sabun. Eun Jae berkaca-kaca menerimanya.

Namun ternyata bukan hanya Dokter Kim saja yang datang, Perawat yang di RS Daehan Seoul juga datang.

"Aku sedang menggoreng pancake sayur saat dikabari, jadi, kutinggalkannya dan segera kemari dari jauh." Jawab Perawat.


Eun Jae masuk ke dalam dan ternyata disana sudah ada Kepala Kim.
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search