-->

Sinopsis While You Were Sleeping Episode 3

- September 29, 2017
>


Sumber Gambar: SBS


Setelah kejadian itu polisi dan ambulan datang. Polisi menanyakan pemilik mobi dan karena mereka berdua terluka, polisi menyuruh merekake Rumah Sakit dulu untuk diobati, baru nanti ke kantor polisi.


Hong Joo masuk duluan ke ambulan. Sementara Jae Chan memandang Yoo Beom terlebih dahulu.


Di dalam ambulan, Hong Joo terus memandangi Jae Chan. Ia teringat bagaimana Jae Chan menyelamatkannya tadi.

"Aku baik-baik saja, jadi, berhenti menatapku." Kata Jae Chan.

"Apa?! Ah.. Baiklah."


Giliran Jae Chan yang memandang Hong Joo. Ia teringat saat Hong Joo memeluknya dan berkata bahwa mempercayainya.

"Bagaimana bisa kau percaya kepadaku?" Tanya Jae Chan.

"Apa? Apa maksudmu?"

"Mengenai ucapanku tadi. Sudah kubilang kau dan ibumu akan meninggal karena Yoo Beom. Aku tidak akan memercayai ucapanku jika diposisimu. Aku bahkan akan marah."

"Aku tidak marah. Aku sungguh percaya kau menyelamatkanku."

"Kenapa kau percaya kepadaku? Ah.. Aku tidak bilang aku berbohong, tapi--"

"kau memimpikannya, bukan? Mimpimu pun terus menjadi nyata. Benar begitu?"

"Bagaimana kau tahu?"

"Aku juga memiliki mimpi seperti itu. Dan mimpi-mimpiku juga selalu menjadi nyata. Seperti mimpi-mimpimu."


Jae Chan berpikir, sepertinya ia masih sulit percaya.


Teman yang dibicarakan Adik Jung di episode 2 adalah Park So Yoon (Cameo oleh Kim So Hyun). So Yoon tampil dalam resital Piano-nya.


Seorang Ahjumma di kursi penonton seperti meringis menahan sakit, airmatanya menetes. Seorang Reporter yang duduk disampingnya khawatir.

"Permisi, Anda baik-baik saja? Anda banyak berkeringat."

Tapi suami Ahjumma itu yang menjawab, kalau disana agak panas makanya Ahjumma berkeringat. Ahjumma membenarkan dan ia merapatkan mantelnya. *Aneh!


Jae Chan bertanya, apa Hong Joo terus bermimpi seperti itu? Hong Joo membenarkan dan balik tanya, apa ini kali pertama jae Chan?

"Ya. Seberapa jauh kau bisa... Maksudku, seberapa jauh kau bisa memprediksinya? Aku tidak menanyakan ini karena memercayai ucapanmu."


Hong Joo menjawab tidak ada batasannya, bisa satu bulan atau besok, bahkan mungkin bisa beberapa menit kemudian.

"Mimpimu pernah salah?"

"Tidak pernah. Ada mimpi yang belum menjadi nyata, tapi tidak ada yang salah."

"kau tidak pernah mencoba mengubahnya?"

"Itu sebabnya kau luar biasa."

"Aku sungguh menyelamatkan seseorang?"

"Ya."



Jae Chan menanyakan apa yang akan terjadi? Tapi sebelumnya ia menegaskan bahwa ia bertanya begitu bukan karena mempercayai ucapan Hong Joo, tapi anggap sebagai contoh ia sungguh mengubah masa depan. Tidak, anggap saja ia melakukannya. Lalu apa yang akan terjadi?

"Entahlah. Saat kita menghentikan air yang mengalir, air itu berubah haluan. Tindakanmu menghentikan kejadian itu sama seperti menghentikan air. Waktu akan berjalan secara berbeda."


Pria yang Jae Chan selamatkan tadi adalah seorang perwira polisi, namanya Han Woo Tak (Jung Hae In). Ia sekarang sedang di ruang ganti bersama rekannya. Rekannya mengeluhkan berat bedannya, lalu bertanya kenapa Woo Tak tadi terlambat sekali.

"Jangan membahasnya. Aku nyaris mati." Jawab Woo Tak.


Usai pertunjukkan So Yoon melayani para Reporter. Ahjumma tadi dan suaminya adalah orangtua So Yoon, mereka berdiri dibelakang So Yoong saat So Yoon diwawancara.


Tapi tiba-tiba Ibu So Yoong jatuh pingsan, semua panik. Reporter menyuruh menghubungi ambulan. Tapi Reporter itu menemukan ada yang aneh, ada bekas jejak sepatu di baju Ibu, di bagian perut.


Ayah So Yoong langsung menutupinya, mengatakan kalau bukan ia yang melakukannya. So Yoong menatap tajam ayahnya. Sementara Reporter tadi menelfon polisi.

"Halo? Ini polisi? Aku ingin melaporkan kekerasan dalam rumah tangga."

"Kubilang aku tidak melakukannya!"


Adik Jung datang saat itu, saat keramain terjadi, ia datang dengan membawa bunga.


Jae Chan kembali bertanya, jika waktu berlalu ke arah lain, ke mana akan berjalan? Ke arah yang lebih baik? Atau sebaliknya?

"Aku belum mencoba mengubah jalannya waktu. Aku juga tidak tahu. Tapi yang bisa kupastikan adalah orang-orang tidak sadar waktu telah berubah di awal. Maka, seiring berjalannya waktu, perbedaannya akan kian besar." Jawab Hong Joo.


Ibu So Yoong dibawa oleh ambulan dan ayahnya dibawa oleh polisi. Polisi yang membawanya Woo Tak.


So Yoon masih berdiri di tempatnya tadi diwawancara, lalu Adik Jung menghampirinya.

"kau baik-baik saja?" Tanya Adik Jung saat So Yoon menolh ke arahnya.

"Bisa-bisanya kau kemari." Jawab So Yoon dan airmatanya mengalir dari mata kirinya.

"Aku hanya... (Adik Jung menyembunyikan bunganya di belakang tubuhnya) ..Aku hanya mampir."


So Yoon mencengkeram kerah baju Adik Jung, mengancam jangan sampai Adik Jung mengatakan apa yang terjadi hari ini pada teman-teman sekolah.

"kau tidak melihat apa-apa hari ini. Mengerti?"

"Ya." Adik Jung lalu menggenggam tangan So Yoon yang mencengkeram kerah bajunya, "Aku tidak akan pernah memberi tahu siapa pun."

"Baiklah. Terima kasih." Airmata So Yoon kembali mengalir, kali ini dari mata kanannya.


Hong Joo meyakini satu yang pasti adalah, mulai sekarang, waktu akan berlalu ke arah lain, baik berlalu ke arah baik atau buruk.

"Sepertinya begitu." Kata Jae Chan.


Hong Joo minta giliran untuk mengajukan pertanyaan, kenapa Jae Chan menyelamatkannya, kan ia hanya mimpi bagi Jae Chan? Kenapa menyelamatkannya bahkan saat mobil Jae Chan bertabrakan dan Jae Chan terluka seperti ini?

"Entahlah~"

"kau tidak tahu? Sepertinya aku tahu."

"Apa maksudmu?"


Hong Joo: Sejak kapan? Sejak kapan kau jatuh cinta padaku?

Jae Chan: Apa? Jatuh cinta padamu? Siapa? Aku?

Hong Joo: Tepat!

Jae Chan: Ha ha.. Pasti ada kesalahpahaman.


Hong Joo bergeser mendekati Jae Chan, pasti Jae Chan jatuh cinta padanya saat ia memeluk Jae Chan, bukan? Itu sebabnya Jae Chan membalas pelukannya, bukan?

Jae Chan bergeser menjauh, "Tidak, aku hanya memelukmu karena kau memelukku. Tidak ada perasaan."


Hong Joo kembali bergeser mendekati Jae Chan. "Tidak merasakan apa-apa? Tapi kau memelukku erat, bahkan menepukku. Jadi, kau mau memeluk gadis mana pun?"

"Tidak!"

"Jadi, aku bukan sembarang gadis. Apa yang sangat istimewa dariku? Apa yang sangat kau sukai dariku?"

"Aku bingung. Kenapa kau mengatakannya seperti ini?"

"Tidak, aku salah. kau memelukku setelah menyelamatkanku. Kalau begitu.. apa di halte? Atau saat kau membawakan kue beras?"


Hong Joo bergeser lagi dan Jae Chan sontak menjauh, tapi ia tidak sadar sudah sampai di ujung kursi, jadi ia jatuh ke lantai.

"Astaga. Jadi, saat itu! kau jatuh cinta dengan suaraku? Daebak! Tunggu, bukan. kau pindah ke sebelah rumahku karena aku?"

"Wa-ah kau membuatku gila, sungguh!"

*Ekspresi Jae Chan lucu banget! Ia mendapat caption, "Pria baik".


Yoo Beom ada di taksi, ia ditelfon oleh seseorang. ereka membicarakan orang lain yang sedang ada di kantor polisi.

"Kantor polisi mana? Ya. Apa kejahatan dan hukuman untuk itu?"

Sementara Yoo Beom mendapat caption, "Pria Jahat".


Hong Joo bergeser menjauh, ia merinding dengan dugaannya sendiri bahwa Jae Chan pindah karenanya, ia yakin ia tidak salah!

Hong Joo mendapat caption, "Wanita Aneh".


Bagaimana cerita selanjtnya antara "Pria Baik", "Pria Jahat", "Wanita Aneh"?


Hong Joo bangun pagi ini, seperti pagi-pagi sebelumnya, ia mengambil kaca matanya lalu mencatat mimpinya. Hong Joo tersenyum mengingat semalam saat Jae Chan membuka pintu mobil dan bertanya, "apa kau baik-baik saja?"


Adik Jung membuka tirai kamar Jae Chan untuk memaksanya bangun.

"Lima menit lagi."

"Kita terlambat. Kita sudah terlambat!" Kesal Adik Jung sambil melemparkan celana ke muka Jae Chan.

Jae Chan bangun dengan kesal, dasar berandal! Adik Jung ikutan marah, ia menunjuk jam, Pukul berapa ini?!

Jae Chan menoleh kearah jam, ia menyadari ia salah, jadi ia terdiam.


Jae Chan keluar kamar, ia meminta Adik Jung untuk membuatkannya sereal juga. Adik Jung tidak mau karena ia sedang mengalami masa sulit sekarang.

"kau bersikap aneh. Memangnya kau remaja?"

"Hyung, anu.." Adik Jung akan mengatakan soal So Yoon, tapi langsung teringat janjinya pada So Yoon jadi ia tidak jadi mengatakannya.

"Apa? kau bertingkah misterius?"

"Omong-omong, ada apa denganmu dan tetangga kita? Kalian berpacaran?"

"kau mau mati? Hidupmu membosankan, ya? Hah!"

"Kenapa? Hyung sangat mencemaskannya. Hyung menyelamatkannya meskipun mobil baru Kakak rusak."

Jae Chan cemberut.


Hong Joo membuat nasi kepal bentuk love. Ia berkata pada ibunya kalau Jae Chan jatuh benar-benar hati padanya.

"Tetangga baru kita. Muda dan tampan."

"Astaga. Lalu bagaimana dengan pengacara itu?"

Hong Joo langsung berubah ganas, ia merusak nasi kepalnya, "Ibu, jangan membicarakannya. Dia mungkin memanfaatkanku demi mendapatkan uang."

"Jadi, kau akan putus dengannya?"

"Ibu mau aku terus dengannya? Dia bisa menghancurkan kita."

"Jadi, kini kau ingin berpacaran dengan tetangga kita?"

Hong Joo kembali lembut, ia membentuk nasi kepalnya lagi, "Bukan begitu. Bukan berarti aku ingin berganti pacar. Aku hanya akan membalas budi karena dia telah menyelamatkanku."

"Membalas budi? Apa maksudmu?"

"Jae Chan-ssi menyelamatkan hidup kita. Aku harus membalas budi seumur hidupku. Itu yang harus kulakukan."


Ibu bertanya, bagaimana Hong Joo akan membalasnya?

Hong Joo kembali menyimpulkan sendiri, "Sepertinya dia tidak pernah berpacaran. Mau bagaimana lagi? Aku harus menyelamatkannya, bukan?"

"kau harus memikirkannya baik-baik. Itu bisa menjadi membalas budi dengan aib."

"Aib? Sepertinya bagus juga. Seperti Romeo dan Juliet."


Jae Chan bercerita pada adiknya kalau Hong Joo itu benar-benar gila. Terlalu percaya diri sampai menyimpulkan ia jatuh hati padanya.

"Dia harus menemui terapis. Atau seharusnya ada aturan untuk membedakan orang gila seperti itu agar kita bisa menghindarinya."

"Hyung yang sangat sial bertemu dengannya. Tapi Hyung mengatakannya sendiri. Dia tampak sangat sedih dalam mimpi Hyung."

"Dia tidak sedih! Itu lebih seperti menyeramkan. Ya, Hyung menyelamatkannya karena dia menakutkan. Tidak. Sebenarnya, Hyung tidak menyelamatkannya. Hyung tidak pernah mengatakan apa pun soal mimpi Hyung. Orang-orang akan mengira Hyung gila jika mendengar mimpi itu."


Tiba-tiba bel pintu rumah berbunyi. Adik Jung heran, siapa pagi-pagi betitu bertamu? Jae Chan lalu menyuruhnya untuk mengecek interkom.


Adik Jung melakukannya dan ternyata Hong Joo yang datang. Jae Chan meletakkan serealnya dan melihatnya sendiri.


Hong Joo mengenalkan diri sebagai tetangga sebelah. Adik Jung yang menanggapinya, lalu Hong Joo ada perlu apa?

Hong Joo: Omo! Suara siapa yang tampan sekali? Tunjukkan wajahmu. Aku penasaran.

Adik Jung: Ada apa dengannya?

Jae Chan: Sudah Hyung bilang, bukan? Dia harus dibedakan.

Hong Joo: Aku bisa mendengar kalian. Aku membuatkan nasi kepal untuk kalian.

"Dengar, Nam Hong Joo-ssi. Aku tidak memercayai perkataanmu soal mimpi-mimpi. Jadi, bukan berarti aku menyelamatkanmu. Jadi, kau tidak perlu membalas budi. Bawa kembali nasi kepalnya." Tegas Jae Chan lalu mematikan intercom-nya.


Jae Chan yakin, harusnya Hong Joo memahami maksud dari perkataannya tadi.


Hong Joo: kau tidak bisa memercayainya? Aku sangat mengerti maksudmu.

Hong Joo mengeluarkan catatan, catatan mimpinya kah?


Lalu kita diperlihatkan kalau Hong Joo dan Jae Chan melewati tempat yang sama cuma waktunya saja yang berbeda, belum tahu siapa yang duluan.

Tapi setelah berjalannya waktu, kita tahu bahwa Hong Joo yang duluan melewati jalanan itu.


Hong Joo berpapasan dengan anak TK yang sedang jalan-jalan dan balon milik salah satu dari mereka tersangkut di pohon.

Hong Joo lalu mendekatinya dan membisikinya, "Dia pria yang sangat tinggi dengan lengan yang sungguh panjang. Namanya Jung Jae Chan."


Beberapa saat kemudian Jae Chan datang dan mengambilkan balon itu untuk si anak dan anak itu berterimakasih.

"Terima kasih, Jung Jae Chan Ahjusshi."

Jae Chan memasang raut wajah heran, darimana anak itu tahu namanya?


Selanjutnya Hong Joo masuk ke kafe. Ia berkata pada penjaga disana, "Tiga menit lagi, seorang pria tinggi akan datang dan memesan. Dia memakai mantel krem. Jika dia datang, tolong lakukan ini untukku."

Hong Joo memberikan catatannya.


Jae Chan benar-benar kesana, ia akan mengatakan pesanannya tapi penjaga itu sudah tahu duluan.

"Anda akan memesan Americano dengan dua seloki espresso dan sirop kacang hazel, bukan?"

"Ya, itu pesananku." Jae Chan kembali heran.


Hong Joo selanjutnya menuju stasiun kereta bawah tanah dan naik ke sana. Beberapa saat kemudian, Jae Chan juga menaiki kereta.


Jae Chan awalnya baik-baik saja, sampai ia menyadari Hong Joo sedang memandanginya. Ahjusshi yang ada diantara mereka bertanya, apa mereka saling kenal?

Jae Chan menjawab tidak, tapi Hong Joo membenarkan. Ahjusshi itu lalu menawari untuk tukar tempat dan Hong Joo langsung menyetujuinya.


"Ini aku. Nam Hong Joo dari rumah sebelah." Perkenalan Hong Joo.

"Aku tahu."

"kau pasti punya banyak pertanyaan sekarang. kau pasti penasaran apa aku mengikutimu, tapi tidak karena aku naik kereta sebelum kau. Sepertinya ini kebetulan yang aneh. Ya, bukan?"


Jae Chan bertanya, apa Hong Joo sedang membaca pikiranku? Hong Joo mengakui, ia memang mengikuti Jae Chan karena ia melihat ke mana Jae Chan pergi di mimpinya.


Hong Joo lalu mengeluarkan semua catatannya dan menempelkannya pada tangan Jae Chan.

"Aku melihat balon tersangkut di pohon. Aku juga melihatmu memesan kopi. Aku juga melihatmu pergi bekerja dengan kereta bawah tanah. Aku juga melihat di stasiun mana kau naik dan turun. Sudah kubilang aku bisa melihat masa depanmu di mimpiku. Jadi, benar kau menyelamatkanku, dan aku berutang budi kepadamu. Benar?"

Tapi Jae Chan hanya diam saja.


Hong Joo mengikuti Jae Chan turun, lalu menjelaskan tujuannya mengikuti Jae Chan adalah untuk mendengar jawaban Jae Chan, tapi Jae Chan malah diam saja.

Hong Joo ingat, Jae Chan akan membutuhkan payung nanti, jadi ia sudah menyiapkannya.


Jae Chan menerima payung itu. Tapi ia menegaskan, ia tidak memercayai kata-kata Hong Joo. Hong Joo tak mengerti kenapa Jae Chan mengelaknya, kan ia muncul di mimpi jae Chan juga?

"Aku tidak mengelaknya. Aku hanya tidak memercayainya. Aku tidak mau memercayainya. Aku tidak akan pernah memercayainya meskipun memimpikan hal yang sama. Aku tidak peduli siapa yang meninggal di mimpiku."

"Kenapa?"

"Jika percaya, aku harus menyelamatkan orang itu. Jika tidak bisa, aku akan terus menyalahkan diriku. Aku tidak bisa menghadapinya. kau bisa menghadapinya?"

"Tidak."


Jae Chan mengeluarkan catatan Hong Joo tadi, "Jika tidak bisa, abaikan semua mimpimu. Seolah-olah itu tidak pernah terjadi. Itu akan mengurangi penderitaanmu."

Jae Chan lalu meremasnya dan mengembalikan payung Hong Joo, "Jika kau sungguh ingin membuat perubahan, cari orang lain."


Jae Chan melewati Hong Joo, dan Hong Joo mulai bicara, "Aku tidak bisa menemukan orang lain."


Jae Chan pun berhenti dan berbalik menatap Hong Joo. Hong Joo juga berbalik menatapnya. Hong Joo tidak tahu kenapa orang itu harus Jae Chan.

Jae Chan: Berusahalah lebih keras mencari orang lain. Jika ada dua, pasti ada tiga dan empat juga.

Jae Chan akhirnya meninggalkan Hong Joo. Hong Joo bergumam, "Sudah kubilang tidak ada. Hanya ada kau."


Seorang putri sedang berlatih baseball di atap rumah mereka. Putri itu berpakaian seperti seorang anak cowok, rambutnya juga pendek.

"Putri: Ayah, aku memimpikan hal aneh semalam."

"Mimpi apa?"

"Ayah meninggal dalam mimpiku."

"Bagaimana ayah meninggal? Ayah berlumuran darah? Berlumuran darah berarti pertanda baik."


Sang putri menjelaskan, bis ayahnya meledak. Ayah tertawa, meledak? Bagaimana?

"Tentara muda naik bus Ayah. Dia membawa granat dan pistol."

"Nak! ini bukan AS. Mimpimu tidak mungkin terjadi."

"Tapi yang kulihat nyata! Dia melempar granat di bus. Lalu semua orang tewas. Ayah, jangan pergi bekerja hari ini. Mimpiku terlalu nyata."


Ayah setuju melakukannya jika sang putri mau melakukan sesuatu untuknya. Sang putri bertanya, melakukan apa?

Ayah tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya. Sang Putri tidak mau, pokoknya tidak! Lalu turun.


Ayah: Ayah tidak meminta hal besar. Kenapa kau tidak bisa melakukannya?


Seorang pria paruh baya juga tidak membawa payung sepertinya, "Astaga. Ramalan cuaca tidak pernah benar."

Jae Chan mengenali orang itu, Kepala Jaksa. Jae Chan pun menyapanya sopan.

"Astaga. Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Hei, kau membawa payung?"

"Tidak, aku akan pergi ke toserba dan membelinya."


Namun seorang wanita tiba-tiba datang dan memanggil Kepala Jaksa. Kepala Jaksa memanggilnya Shin Pro (Pro-kependekan dari Prosecutor/jaksa). Dia adalah Jaksa Shin Hee Min (Ko Sung Hee).

"Di mana mobil Anda?" Tanya Hee Min manis.

"Aku tidak membawanya hari ini karena kebijakan kita. kau membawa payung?"


Hee Min lalu menoleh pada Jae Chan, "Jaksa Jung, bagaimana ini? Payungku tidak muat untuk bertiga."

"Tidak apa-apa. Aku akan baik-baik saja, pergilah."

"Baiklah. Sampai jumpa."


Dalam perjalanan, Kepala Jaksa menyinggung mengenai Jae Chan yang tadi tidak menggunakan bahasa formal pada Hee Min.

"Sepertinya karena dia seniorku saat kuliah." Jawab Hee Min.

"Itu saat kuliah. Dia seharusnya menghormati aturan di kantor kita. Pria itu pasti tidak tahu."

"Ya. Dia harus banyak belajar."


Jae Chan sebenarnya juga sebal karena ia tidak menolak payung Hong Joo tadi.


Ayah So Yoon datang ke kantor Yoo Beom, ia menunjuk Yoo Beom sebagai pengacaranya. Disana ia menonton rekaman CCTV saat ia memukuli istrinya di dalam lift tepat sebelum Konser So Yoon.

Yoo Beom akhirnya datang, "Tiba-tiba turun hujan. Ketua Park, Anda berlebihan kali ini. Berdasarkan laporan medis, enam rusuknya patah. Petugas kita kesulitan menghapus rekaman CCTV."

Yoo Beom mengatakan itu sambil mencopot jam tangannya dan meletakkannya di meja.

"Aku tahu mereka kesulitan. Itu sebabnya aku membayar besar."

"Keterangan luka akan memperumit keadaan, jadi, aku akan berbicara dengan para dokter dan menjadikan ini serangan. Tulis surat permintaan maaf untuk setiap tanggal, untuk berjaga-jaga."


Yoo Beom kembali menyobek ujung kertas dan menggulungnya. "Anda tahu apa yang akan terjadi jika dituntut atas penyerangan, bukan? Anda harus mendapat persetujuan yang ditandatangani istri Anda. Agar--"

"Aku tidak akan diadili karena dia tidak punya hak untuk menuntut. Aku tahu sejauh itu."

"Istri Anda akan menandatangani surat persetujuan, bukan?"

"Jika tidak, artinya dia akan menjebloskanku ke penjara. Jangan khawatir. Dia tidak akan pernah menjadikan So Yoon putri narapidana."


Sementara itu, So Yoon menunggui Ibunya yang sedang dalam masa pemulihan di Rumah Sakit.


Hong Joo ada di kafe dan ia bicara sendiri. "Benar. Yoo Beom mungkin berpikir ini aneh. Dia disalahkan atas sesuatu yang tidak dia lakukan. Aku juga memeluk orang lain. Itu hal wajar."


Yoo Beom datang, ia mengetuk jendela disamping So Yoon duduk. Yoo Beom lalu berjalan menuju pintu masuk. So Yoon meyakinkan dirinya sendiri untuk tenang dan berbicaralah dengan akal sehat, lalu putus dengannya secara logis.


So Yoon bertanya, Yoo Beom mau minum kopi apa? Yoo Beom tidak ingin apa-apa karena ia akan pergi. Yoo Beom ingin bertemu dengan Hong Joo karena banyak yang ingin ia dengar dari Hong Joo. Misalnya, permintaan maaf Hong Joo.

"Aku tahu.. kau kecewa dengan sikapku saat kecelakaan itu terjadi."

"Aku senang kau mengetahuinya. Aku tahu tindakanku sekarang tidak bijaksana sama sekali. Aku juga tahu kau tidak melakukan kesalahan apa pun. Tapi aku akan tidur lebih baik jika mengakhiri hubungan kita."


Yoo Beom tidak mengerti, Hong Joo ini kenapa. Hong Joo mengajak Yoo Beom mengakhiri hubungan mereka di sana.

"Sebut saja aku gila atau maki aku. Tidak ada lagi yang ingin kukatakan. Maafkan aku!" Hong Joo mengatakannya dengan sangat keras

"kau sebut ini permintaan maaf?"

"Ya, ini permintaan maaf. Aku berteriak saat merasa bersalah. Semua salahku. Aku pantas disalahkan. Aku meminta maaf dengan tulus!"


Tapi kelihatannya Hong Joo sebagai korban disana, jadi semua orang memperhatikan, bahkan banyak dari mereka yang mengambil foto.


Kembali pada Sang Putri dan ayahnya. Sang putri rela bolos sekolah untuk naik bus ayahnya, ia melakukan itu karena cemas.

"Aigoo... Jika mimpimu seperti itu terus, kau akan berhenti sekolah."


Ayah akan menutup pintu bis, tapi ada seorang yang berlari kesana. Seorang tentara dengan tas ransel besar. hong Joo ingat, itu adalah pria yang ia lihat dalam mimpinya.


Putri: Ayah, aku melihat pria itu dalam mimpiku.

Ayah: Itu hanya kebetulan.

Ayah lalu menjalankan bis.

Putri: kurasa dia membawa pistol di tasnya.


Berita di radio, "Warta semerta. Prajurit satu pergi dari markas tentara dengan senapan berpeluru dan dua granat di Provinsi Gangwon. Dia menembak polisi di toserba yang berlokasi di Seoul. Polisi dan tentara sedang mencarinya. Polisi yang terkena tembakan tewas di tempat. Reporter Kim Moo Kyung akan memberi laporan selengkapnya."

Ayah mengecilkan suara radio agar tidak terdengar sampai belakang.
>

2 komentar

avatar

Dtunggu smw sinopnya bak diana...semangat


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search