-->

Sinopsis The King Loves Episode 2

- Juli 19, 2017
>
Sinopsis The King Loves Episode 2

Sumber Gambar: MBC


Seseorang datang, jadi Ghost dan yang lain segera kabur walaupun belum sempat melukai San. Yang datang adalah rombongan Wang Jian.

Jian mengira kalau Bi Yeon adalah Eun San, maka ia menyelamatkan Bi Yeon dan menyingkirkan San.


DUa orang tadi tak ketinggalan melihat itu. Mereka mengenali Jeon yang merupakan Putra kedua Menteri Pertahanan. Mereka juga melihat Ghost dan Jeon berkontak mata.

"Apa yang baru saja terjadi? Mereka.. Apa.. mereka komplotan?"



Jian membawa Bi Yeon ke rumah menteri Eun, ia tahu yang terluka itu bukan puterinya tapi ia diam saja, para pembantu juga mengikuti tuannya.

"Saya keluar berburu dan melihat tandu keluargamu dan pesta diserang. Saya terlambat dan tidak bisa menyelamatkan Nyonya." Jelas Jian.


San yang asli ada di dalam tandu memeluk ibunya sambil menangis. Menteri Eun lega melihatnya namun tidak mengatakan apa-apa. San juga tidak memanggil ayahnya.

"Namaku Wang Jian. Kita sudah pernah bertemu sebelumnya. Apakah Anda mengingat saya?" Jian memperkenalkan diri.


Won dan Rin melihat rombongan Nyonya Eun kembali ke rumah. Rin menjelaskan kalau puteri Nyonya Eun masih hidup walau terluka karena pembantunya.

"Seberapa parah lukanya?"

"Aku akan mencari tahu dan memberitahu Anda..."

"Bukankah mereka bilang dia cukup sehat untuk berbicara dengan kita? Kita harus memberitahu kata-kata terakhir ibunya!"

"Silakan kembali ke istana."


Won menyesal karena tidak mendengarkan Rin hanya karena ia ingin bersenang-senang. Rin menyela, ini sudah malam.

Won melanjutkan, " "Mari hubungi petugas, mari kita peringatkan Menteri"... Seandainya saja aku mendengarkanmu, ibunya pasti tidak akan meninggal."

"Jeoha..."

"Putrinya juga tidak akan terluka. Semua orang yang di sana... tidak akan meninggal. Aku harus memberitahu kata-kata terakhir ibunya!"

"Aku yang akan memberitahu dia!" cegah Rin.

"Aku harus melakukannya. Setidaknya, itulah yang bisa aku lakukan."


Menteri Eun melihat Bi Yeon dirawat. Wajah Bi Yeon terluka.


Sementara itu San menangis disamping jenazah ibunya.

"Semua ini karena aku keras kepala, jadi ibu harus membuat penjaga terbagi dua. Untuk melindungiku, karena itulah tidak banyak penjaga yang bisa melindungi ibu."

"Berani-beraninya seseorang di Goryeo ... bagaimana mungkin mereka memiliki kekuatan untuk melawan anak buahku?"


Menteri Eun bertanya pada tangan kanannya, bagaimana hasil pemeriksaannya.

"Mereka mengatakan ketika putra kedua Menteri Pertahanan telah tiba, Semua orang sudah meninggal. 10 tentara kita, dan 4 orang pembawa barang."

"Apa ada pencuri yang masih bertahan hidup?"

"Tidak ada. Sepertinya orang-orang Tuan Wang membunuh mereka semua. Ada lebih dari 20 perampok..."

"10 tentara kita tewas di tangan 20 perampok belaka?!"

San menyela, mereka bukan perampok biasa! Ia menawarkan uang tapi mereka tidak tergiur, mereka ingin membunuh semua orang. San tidak mengerti kenapa perampok menolak uang.


Jian dijamu oleh keluarga menteri EUn.


Menteri Eun bertanya, apa Jian mengira Bi Yeon adalah San. San membenarkan, itu karena jubahnya dipakai Bi Yeon. Menteri Eun bertanya lagi, apa para perampok berusaha membunuh Bi Yeon karena pakaiannya?

"Tidak. Mereka mencoba membunuhku, tapi Bi Yeon maju di depanku dan terluka."

"Aku mengerti. Kalau begitu... kita biarkan saja seperti ini. Mulai sekarang, anak yang terluka itu bukan Bi Yeon, tapi kau, San."

Menteri Eun memerintahkan tangan kanannya (Goo Young). Goo Young harus menutup mulut orang-orang mereka dengan cara apapun. Sebarkan berita ke Ibukota kalau wajah San cedera dan San akan terlihat jelek, jadi San tidak akan menunjukkan wajahnya langsung di depan umum.


Menteri Eun menjelaskan pada San kalau mulai hari ini San harus meninggalkan rumah. Jika seseorang memanipulasi para perampok untuk melakukan semua ini, San harus pergi jauh sampai mereka tahu siapa dan apa alasannya.

"Bagaimana dengan ibu?" tanya San.

"Mulai sekarang, dia bukan ibumu. Kau harus memanggilnya Nyonya."

"Lalu... Kau juga, ayah?"

"Jangan panggil aku ayah lagi. Dengan begitu, kita akan aman. San-ah."

Lalu menteri Eun memeluk puterinya itu.


Won dan Rin diam-diam memanjat pagar rumah Keluarga Menteri Eun. Rin meminta Won menunggu sementara ia memeriksa keadaan.


Rin mengendap-endap mengamati keadaan dan ia melihat sesuatu.


Won melihat San, ia lalu turun untuk mendekat tapi ia terpeleset dan jatuh. Saat ia memandang lagi, San sudah tidak ada.


Won mencari-cari San dan mendadak San muncul dibelakangnya dengan menodongkan batang kayu.

"Kau siapa?"


Won berbalik, meminta San mendengarkannya dulu. San menuduh Won sebagai perampok yang mengikuti kami ke rumah?

"Aku punya alasan mengapa tidak masuk lewat pintu depan." jawab Won.

"Mengapa? Kau mau memata-matai lagi?"

"Ada sesuatu yang ingin kukatakan!"

"Di sini!"

"Aku membawa kata-kata terakhir Nyonya! Nyonya yang dibunuh dengan tragis ini, mengirimkan kata-kata terakhir untuk putrinya."


San akhirnya menurunkan kayunya dan Won segera melemparnya menjauh. Won menjelaskan kalau ia bertemu Ibu San sebelum dia menarik napas terakhir, dan dia meminta untuk menyampaikan kata-kata terakhir. Dia ingin memberi tahu putrinya..

San menyusutkan Won ke pohon, "Kau siapa? Bagaimana kau bisa berada di sana, dan mengapa?"


Won melepaskan pegangan San dari bajunya, ia menggenggam kedua tangan San dan melihat noda darah. Ia mengerti, San adalah pembantu itu, orang yang selamat bersama putrinya.


"Aku takut.. jadi aku bersembunyi. Dan itulah mengapa aku tidak bisa membantu.."

San menangis keras lagi. Won bertanya, apa ia bisa menemui Puteri Nyonya. San menggeleng. Won bertanya lagi, kalau begitu bisakah San memberitahunya? Kata terakhir ibunya? San mengangguk.

"Inilah yang dikatakan ibunya.. "Jangan menaruh dendam pada siapa pun. Tetap menjadi dirimu yang selalu tersenyum, dan jalani hidupmu. Itulah keinginan Ibu". Itu saja. Kau bisa mengingatnya?"

San lalu mengulangi kalimat itu. "Jangan... menaruh dendam pada siapa pun... Tetap menjadi dirimu yang selalu..:

"Tersenyum..."

"Tersenyum.."

"dan jalani hidupmu."

San tidak mampu mengucapkannya, ia kembali sesenggukan.


San menoleh ke belakang, ia melihat Rin ada disana. San bertanya, apa Rin juga ada disana dan Rin mengangguk. San bertanya lagi, apa ibunya sangat kesakitan. Rin menjawab tida, Won juga menggeleng.

"Syukurlah." San langsung duduk sesenggukan.


Won menghibur San, "Jangan menangis. Aku sangat minta maaf. Aku seorang pengecut dan egois."


Masa kini. Won mengulangi kata-katanya, "Kita bertemu sebelumnya. Aku mengenalmu."

"Ya, aku juga mengenalmu."


San tiba-tiba memlintir tangan Won dan mendorongnya ke tanah. Won sangat kesakitan karena ia jatuh menimpa bola polo.

"Aku mengenal orang-orang sepertimu dengan sangat baik." Kata San, lalu mengambil bolanya.


Rin tersenyum tapi saat Won melihatnya dan ia langsung menghilangkannya. Rin lalu membantu Won berdiri. Won kesal, bagaimana Rin tetap berdiri melihat Putera Mahkota didorong ke tanah

"Aku harus mengganti pengawal pribadi." Kata Won.

"Anda Putra Mahkotaku, memberi perintah untuk tetap  bertahan sampai Anda menyuruhku."

"Itu hanya berlaku untuk seseorang yang meraih kerahku. Jika keadaan memburuk sampai didorong ke tanah, kau..."


Akhirnya mereka bisa menemui Guru Lee Seung Hyoo. WOn memberi salam, lalu bertanya apa benar Guru itu adalah Guru Lee Seung Hyoo.

San: Etika yang tepat itu, sebutkan nama kalian terlebih dahulu, kunyuk...

Won: Kunyuk?

San: Itu yang dia (Guru) katakan.

Won akhirnya memperkenalkan diri, ia mengaku sebagai Han Cheon, dari Desa Evergreen dan Rin adalah temannya, Qinglin.


San: Melihat kalian berdua, aku pikir selain tidak punya sopan santun juga tidak punya nama.

Won akan bangun menghampiri San tapi Rin menahannya.

San melanjutkan, "Itu yang dia (Guru) katakan."

Rin menjelaskan, WOn datang ke sana dengan susah payah karena ada sesuatu yang ingin dia ketahui. San menjawab, setiap bulan purnama, Guru mengajar untuk para tamu.


Won: Kudengar Anda Guru legendaris, namun ternyata tidak memiliki telinga untuk didengar dan tidak ada mulut untuk menanggapinya. Jangan katakan dia mengajarmu juga?

San: Aku pikir kau tidak punya sopan santun saja, tapi kau juga tidak dewasa.

Won: Apa itu yang dikatakan Guru?

San: Ini aku yang bilang.

Rin bertanya dengan sopan pada Guru, apa ada cara. San melihat Guru lalu menyampaikan pada keduanya.


"Guru menanggapi pertanyaan bagi mereka yang lulus ujian."

"Ujian? Ujian seperti apa?" tanya Rin.

"Bagaimana dengan Gyeokgoo? Bagaimana dengan itu? Kedengarannya bagus? Gyeokgoo saja." Jawab Guru.


San menentukan aturannya, orang pertama yang mencetak lima poin akan menang, oke?

"Kedengarannya bagus. Jika ada seperangkat peraturan yang kau buat, beri tahu kami sekarang." Jawab Won.

"Kau pernah bermain Gyeokgoo sebelumnya?"

"Aku pernah menontonnya, beberapa waktu yang lalu."

"Kau hanya perlu satu poin untuk menang."

"Jangan konyol. Lihatlah dirimu, wanita--"


Rin menyela, ia setuju dengan peraturan San tadi. Jika Won mendapat poin sebelum San mencetak lima poin, Won yang menang.

Won: Jangan menyesal nanti.


Guru Lee menyaksikan pertandingan itu ditemani segentong minuman yang ia sayang-sayang.


San mendapat satu poin karena Won mendorongnya. San menjelaskan pada Won, mendorong lawan adalah pelanggaran, jadi ia mendapat satu poin.

San sangat ahli memainkannya, ia menawari Won, "Jika kau mau, aku bisa membantumu."

"Membantu?"


"Tidak mau?" tanya San.

"Aku tidak pernah meminta bantuan wanita, jadi..."

Won berusaha, tapi San memasukkan bola ke keranjang, San mendapat 1 poil lagi dan 1 poin berikutnya dan satu poin berikutnya.


Rin malu sebenarnya, tapi ia tetap menyemangati Won.


San: Apa kau sangat ingin menang?

Won: Aku perlu menang dari lawan yang tidak adil dan egois.

San: Lihatlah siapa yang bicara.


mereka berebut bola dan Won memukul bola itu keras hingga mengenai gentong minuman Guru Lee dan pecah. Guru Lee shock yang lain juga was-was.


Guru Lee meratapi minumannya, "Wine embun saljuku."


Rin bertanya pada San, minuman apa itu. San menjelaskan, teman lama Guru mengirim 12 botol teh setahun. Dia meletakkannya di tempat yang tidak mudah dijangkau agar tidak terlalu banyak minum, dan dia hanya minum 1 sendok per bulan.

"Jadi dia minum 1 sendok ketika sarapan dengan semangat seperti hari ini. Dia telah lama menjaganya." Lajut San.

Won: Yang perlu aku lakukan adalah mendapatkan alkohol itu, bukan?

San: Dimana dan bagaimana kau akan mendapatnya?

Won: Kau tidak perlu tahu.


Won masuk ke ruang Guru Lee. Ia meminta waktu beberapa hari lagi, bukan hanya 12 botol, mereka akan membawa 24 botol alkohol itu.

Guru: So Ah-ya!

San: Ya Guru.

Guru: Aku tidak lagi memiliki wine embun salju yang tersisa untuk diminum dengan sarapan besok...

San: Bukankah Anda ingin membeli Wine Pir?

Guru: Kalau begitu, kau tidak boleh main GyeokGoo lagi.

San: Tidak!

Guru: Iya. Hanya dengan begitu kemarahanku akan reda.


Won berjanji akan mendapatkannya untuk sarapan pagi besok. Guru berjanji akan menjawab pertanyaan WOn sebagai gantinya.

San tidak terima, ia akan mendapatkannya sendiri dan sebagai gantinya Guru akan mengijinkannya main GyeokGoo kembali.


Won: Wine embun salju... mereka bilang itu langka, jadi apa ada di tempat pembuatan bir istana?

Rin: Walaupun begitu, butuh dua hari untuk pulang pergi. Bagaimana dengan sarapan besok pagi?

Won: Hanya ada satu pilihan.


Won melihat ke arah San. Rin tahu apa rencana Won.

"Bukankah itu terlalu murahan?"

"Ini adalah langkah paling dasar dalam seni bertarung. "Jika kondisimu tidak menguntungkan, ambil keuntungan musuhmu"."


Kawan San berniat mengendurkan niat San, "Gunung Ho Gae?! Kau mau menghancurkan hidupmu!"

"Aku sudah pernah ke sana sekali." Jawab San.

"Saat itulah Guru Muda menemanimu. Hanya Guru Besar Daewoon yang bisa pergi kesana."

"Para petani ginseng juga sering berkeliaran dipegunungan itu."

"Petani ginseng hanya didasar gunung saja.:

"Terserah. Kalian semua harus berlatih GyeokGoo seolah-olah hidup kalian bergantung pada itu. Jika kita kalah dari kelompok Timur lagi seperti tahun lalu, aku akan membunuh kalian. Mengerti?"


Won mengajak Rin untuk mengikuti San. Rin merasa aneh, minuman apaan yang ada di gunung gelap begitu?

"Haruskah kita menuju ke tempat pembuatan bir sekarang? Jika kita naik kuda sepanjang malam.." Saran Rin.

"Tidak perlu." potong Won.


Mereka kehilangan San dan saat mereka masuk gua San tiba-tiba muncul.  San bertanya, mau kamana mereka berdua.

"Kau tidak perlu tahu." Jawab Won.

San lalu menyuruh mereka berdua jalan duluan. WOn jalan duluan tapi ia tidak bisa memanjat batu dan hampir jatuh, untung ada Rin yang memeganginya.


Won langsung saja karena San tampaknya tahu ia mengikutinya. "Berapa banyak yang kau mau? Bawa kami ke tempat di mana alkohol itu, dan aku akan memberimu berapa banyak yang kau minta."

"Apa itu uangmu? Uang yang rela kau berikan. Apa itu uang penghasilan sendiri? Aku merasa malu saat orang-orang menghabiskan uang yang diberikan orang tua ke tangan mereka. Perbaiki kebiasaanmu itu."


Won ketawa ngakak. Rin mengambil alih, ia bertanya, apa alkoholnya di gunung? San menunjuk gunung tak jauh dari mereka. San menjelaskan, jalan itu bukan untuk orang biasa, bahkan dari sekolah "Mata Naga" mereka, hanya satu yang bisa memanjatnya.

Won: Seorang pria sejati seharusnya tidak membiarkan wanita sendirian di jalan yang gelap dan berbahaya itu. Qinglin, bagaimana menurutmu?

Rin: Sejak kami masih kecil, kami tidak pernah malas menjaga tubuh agar tetap bugar. Kami tidak akan merepotkanmu.

San: Aku pikir tidak.


Rin meyakinkan San, mereka bisa diandalkan kok. San menunjuk Won, "dia?"

Rin menunjuk dirinya sendiri, "aku!"

"Jadi.. kita akan pergi bersama dan menemukan alkohol itu?"

"Lalu, beri kami secangkir saja. Kami mohon padamu."

Rin dan San sepakat tanpa melibatkan Won yang tampak tidak setuju.


Jang Ui dan Jin Gan mengawasi mereka dari atas. Jin Gan menyarankan untuk menghentikan mereka. Jang Ui menjawab, "Kau pikir mereka akan mendengarkannya?"

"Jika seperti ini, apa yang akan dilakukan Guru kita?"

"Guru kita adalah pengawal Putra Mahkota." jawab Jang Ui.


dibelakang Won dan Rin ada dua pengawal Won yang diam-diam mengikuti mereka.


Ghost (Moo Suk) mengawasi mereka, ia lalu melepaskan burung merpati putih.


Mereka sampai disebuah jembatan kayu dan sepertinya sudah lapuk. San takut tapi ia pura-pura kuat dan akan memimpin jalan tapi Rin menahannya.


Rin jalan duluan dan baru dua langkah, papan yang diinjaknya patah, ia pun kembali. Won bertanya, apa tidak ada jalan lain?

"Ada. Jika kau turun lagi, akan ada jalan besar yang akan mengarah langsung ke rumahmu. Baiklah kalau begitu. Aku sibuk, jadi selamat tinggal." Jawab San.


San akan mulai jalan tapi Won menahannya, ia akan memimpin jalan, san ditengah dan Rin dibelakang. Won lalu berdiskusi dengan Rin.

San memanfaatkan waktu itu untuk jalan duluan. Won tidak terima, ia bergegas jalan lalu mendahului San.


San tidak mau, pokoknya ia akan membawa mereka ke tempat itu, jadi ia harus di depan. Mereka saling memperebutkan posisi depan jadi tak sengaja tas bekal San terjatuh ke jurang.

San memelototi Won kesal. Won berdalih, itulah mengapa ia menyuruh mereka hati-hati. San tidak terima ia menyalahkan Won dan bertengkar di atas. Jembatan bergoyang, Rin menghantakkan kaki agar mereka berhenti.



Won akhirnya memimpin jalan. Tanpa mereka tahu ada satu  tali yang hendak putus dan setelah mereka jalan beberapa langkah, tali itu benar-benar putus.

Semua terdorong kebelakang. San bersandar ke tubuh Rin. Won menyadarkan mereka, "Ommo..."


San bersin membuat jembatan semakin bergoyang, ada bunyi berderit, mereka berbalik ke belakang. Satu lagi tali akanputus. San berteriak, "LARI!"


Mereka pun berlari. Tapi hanya Won yang sampai tepi sebelum jembatan runtuh. Tapi San dan Rin masih selamat karena berpegangan pada papan jembatan.


Won menarik San dan Rin mengangkat kaki San dari bawah. San akhirnya sampai atas dan ia jatuh diatas tubuh Won.


Kasihan Rin yang hanya bisa melihati mereka.


"Ya, itu benar. Inilah kisah bagaimana aku mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri."
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search