Sinopsis Suspicious Partner Episode 2
Sumber Gambar dan Konten dari SBS
Sampai sekrang Hee Joon tidak kunjung menelfon Bong Hee. Semuanya berantakan bahkan Bong Hee tidak tahu ia sudah ditur dengan Ji Wook atau tidak.
Seorang Unnie yang akrab dengan Bong Hee di lembaga pelatihan bertanya, apa Bong Hee tidur dengan pria asing itu. Bong Hee terkejut, bagaimana Unnie itu bisa tahu? Apa terlihat jelas?
"Kudengar kau kencan satu malam, jadi Hee Joon mencampakkanmu."
"Aku tidak selingkuh, dia yang--"
"Semua itu dibahas di obrolan grup."
Bong Hee mengedarkan pandangan ke segala ruangan dan mereka menatapnya dengan tatapan merendahkan. Bong Hee benar-benar bisa gila kalau begini.
Na Ji Hye yang baru datang langsung berkomentar. Mereka juga pejabat publik yang hidup dari uang pembayar pajak. Dan sebagai orang yang bukan mahasiswa dengan kehidupan pribadi yang gila, ukankah dia malu?
"Kupikir kita harus menyingkirkan orang yang kencan satu malam." Tutup Ji Hye sambil melirik Bong Hee.
"Dia tidak tahu itu memalukan. Kenapa aku harus merasa malu karenanyanya?" Ji Hye masih belum puas.
"Hentikan, Na Ji Hye."
"Kenapa? Itu mengganggumu?"
"Bukan begitu. Jangan bicara seolah kau tahu segalanya."
"Aku akan lakukan apa yang kumau."
Tatapan mereka berdua seolah mengeluarkan aliran listrik.
Usai kelas, Bong Hee berpapasan dengan Hee Joon. Ia menjatuhkan tasnya lalu berlari menuju Hee Joon dan menendangnya hingga terpental jauh.
Namun ternyata itu hanya bayangan Bong Hee semata. Aslinya ia masih diam di tempatnya berdiri, lalu ia mendekati Hee Joon untuk menegaskan bahwa hubungan mereka sudah berakhir.
"Malam itu, aku mencampakkanmu di hotel. Saat itulah berakhir." Potong Hee Joon.
"Tapi aku akan melakukan--"
"Aku sangat kecewa padamu, Eun Bong Hee."
Hee Joon meninggalkan Bong Hee yang kesal abis. Bong Hee tak mampu lagi berkata-kata, ia hanya mengeluarkan umpatan untuk Hee Joon.
Bong Hee berjalan pulang dan gang menuju tempat tinggalnya sangat gelap. Bong Hee mendesah, begitu gelap seperti hidupnya.
Ji Wook menggoncang-goncang wajah Bong Hee kesal dan marah. "Hey, ini sebabnya kau dicampakkan oleh pacarmu! Kau sangat bodoh. Kau orang bodoh yang tidak punya otak! YAAAA!"
Ternyata itu semua adalah mimpi Bong Hee. Bong Hee bangun sambil menyentuh pipinya, ia pikir ia telah dipukul.
Ibunya, Nyonya Park yang mengantar makanan kaget mendengar gumaman Bong Hee itu, dipukul? siapa? siapa yang memukul?
"Tidak, aku mimpi... Tidak deh, entah itu mimpi atau bukan." Jawab Bong Hee tidak yakin.
Nyonya Park lega, menurutnya Bong Hee tidak akan dipukul tapi Bong Hee lah yang memukul.
Bong Hee lalu duduk di sofa, bertanya kapan ibunya tiba. Ibu menyentuh dahi Bong Hee, menjelaskan kalau Bong Hee demam dan bahkan Bong Hee tidak ingat semalam ia menyuapi obat.
"Benarkah? Aku baik-baik saja." Jawab Bong Hee, lalu ia memeluk ibunya manja. Nyonya Park langsung tahu pasti ada yang terjadi. Bong Hee membantah, tidak ada apa-apa kok.
Nyonya Park tidak percaya, soalnya ia hafal betul tabiat Bong Hee. Bong Hee mengaku kalau ia gagal ujian lagi.
"Itu saja? Itu sebabnya kau sakit? Sementara anak lain pergi ke RS 10 kali, kau tidak pergi sekali pun. Tetangga kita selalu bilang padaku aku punya blok baja sebagai putriku."
"Apa maksudmu? Ini sangat sulit. Kupikir aku harus lulus ujian, tapi aku harus belajar lebih giat lagi sekarang. Tidak pernah berakhir."
"Itu benar. Tidak ada yang berakhir. Tak ada akhir untuk apa pun. Apa Hee Joon membuatmu kesal?"
Bong Hee mengatakan kalau ia mencampakkan Hee Joon. Nyonya Park setuju, Bong Hee memang harus membuang yang buruk lebih awal. Bong Hee kembali memeluk ibunya, ia berjanji mulai sekatang ia akan fokus belajar dan bekerja. Ia akan jadi pengacara dengan gaji besar dan mencukupi kebutuhanNyonya Park.
-- 3 Bulan Kemudian --
Bong Hee sedang masa percobaan dan ia akan magang di bawah jaksa, hakim, dan pengacara selama 2 bulan.
Bong Hee berjalan dengan senyum mengembang ke gedung kejaksaan. Ia melihat dua seniornya dan bergabung bersama mereka. Tapi ada pemandangan lain, Hee Joon sedang jalan bersama Ji Hye. Keduanya bilang, mereka cuma pendekatan tapi sepertinya tidak begitu.
"tidak tahu ya? Sudah cukup lama." Ujar Bong Hee.
"Apa yang harus kita lakukan dengannya? Bong Hee, kau mau aku kencan denganmu?" Canda Senior pria.
Bong Hee tidak menanggapinya, ia pamit jalanduluan pada Unnie itu.
Bong Hee sengaja jalan menuju Ji Hye dan Hee Joon lalu ia masuk ditengah-tengah mereka.
Aku menjadi wanita yang kencan satu malam dan dicampakkan. Sulit untuk menanggung rumor yang sudah menyebar. Jadi aku memutuskan untuk menjadi wanita gila.
Bong Hee lalu menyanyikan lagu untuk mereka sambil jalan,
Lihatlah aku saat aku mengutukmu. Jangan lupakan itu, karena aku akan membunuhmu.
Bong Hee pertama magang dibawah Jaksa No Ji Wook. Sebelum masuk, ia memutuskan untuk mengakhiri status gilanya di sana. Ia mengetuk pintu lalu masuk dan memperkenalkan diri dengan semangat.
"Senang berjumpa dengan Anda. Saya pegawai magang, Eun Bong Hee. Mohon bimbingannya." Ucap Bong Hee.
Bong Hee sangat terkejut saat Jaksa No Ji Wook menunjukkan wajahnya, kenangan malam itu muncul lagi diotaknya. Ji Wook mendekati Bong Hee, ia ingat betul Bong Hee tapi Bong Hee pura-pura bodoh.
Ji Wook bertanya, apa Bong Hee sering naik Subway line 6. Bong Hee mengelaknya, ia biasa naik bis atau sepeda.
"Kau pergi ke hotel?" Tanya Ji Wook lagi.
"Tidak, biasanya aku ke motel..." Jawab Bong Hee tanpa berpikir.
Asisten Ji Wook tersenyum mendengar jawaban Bong Hee. Ji Wook bertanya lagi, kenapa pagi itu Bong Hee langsung pergi. Bong Hee lagi-lagi menjawab tanpa berpikir, ia harus sarapan sebelum pergi. Tapi kemudian Bong Hee berpikir dan merubah jawabannya kalau ia tidak tahu arah pembicaraan Ji Wook.
"Tolong berhenti menjadi tak tahu malu. Ini lebih buruk dari ucapan kriminal."
"Tapi Anda mengejekku ketika Anda tahu segalanya."
"Aku baru saja menguji kejujuranmu, transparansi, memori, dan sebagainya..."
"Begitu. Aku ingat sesuatu."
"Apa itu?"
"Orang mesum menyentuh pantatku--"
"Bukan aku, sudah kubilang."
"Astaga, aku tak pernah bilang itu Anda."
Ji Wook menoleh pada kedua asistennya. Keduanya pun pura-pura tidak mendengar dan mengalihkan pandangan mereka.
Ji Wook beralih pada Bong Hee lagi, ia belum pernah bertemu seseorang yang tak menghargai kebaikan orang. Bong Hee berterimakasih, tapi Ji Wook tidak usah menyebutnya kebaikan--
"Apa kau tahu, aku instrukturmu, dan kau dalam masa percobaan?"
"Ya, aku tahu itu. Aku benar-benar kacau. Itu sebabnya, karena aku sudah ditakdirkan, aku punya satu pertanyaan lagi."
"Silahkan."
Bong Hee ingin bertanya secara pribadi. Ji Wook menyuruhnya bicara saja, ia orangnya jujur kok, tidak ada yang disembunyikan, tak seperti yang lain.
"Apa kita tidur bersama atau tidak?"
Kedua asisten Ji Wook langsung berdiri terkejut. Ji Wook panik, ia menenagkan keduanya agar jangan salah paham dan jangan menulis apapun mengenai percakapan ini.
"Anda jujur. Ada satu pertanyaan lagi. Anda menampar wajahku, kan?"
"Kapan aku melakukannya?!" Bentak Ji Wook.
Kedua asisten Ji Wook akhirnya keluar. Mereka saling berjanji tidak akan menyebarkan rumor. Saat itu Eun Hyuk datang, ia bertanya rumor apaan?
"Saya tidak pernah bilang." Jawab Asisten pria.
Eun Hyuk penasaran, apa terjadi sesuatu pada Ji Wook. kedua Asisten bilang tidak ada tapi Eun Hyuk tidak percaya jadi ia menguping. Asisten panik, ia menarik Eun Hyuk untuk menjauh segera.
Tepat saat itu, pintu terbuka dari dalam dan kepala Eun Hyuk terbentur keras sampai ia meringis kesakitan. Ternyata yang membuka pintunya Bong Hee, ia pun minta maaf pada Eun Hyuk tapi Ji Wook melarangnya.
"Maaf? Tapi aku harus--" Bantah Bong Hee.
"Jika aku menyuruhmu, bukannya harus kau dengarkan, Petugas Percobaan?"
Bong Hee pun diam.
Eun Hyuk menyapa Ji Wook ramah, ia memanggilnya "Wook-ah". Ji Wook menegur Asistennya, kenapa ia harus bertemu pengacara Ji Eun Hyuk saat tidak ada urusan dengannya?
"Hey, benar-benar. Ini sebabnya tak ada yang suka padamu. Hey, aku memilihmu sebagai jaksa terbaik, aku bersumpah." Ucap Eun Hyuk.
"Aku akan laporkan petugas percobaan ke kepala dan kepala deputi." Kata Jin Wook pada kedua asistennya lalu ia menyuruh Bong Hee mengikutinya.
Ji Wook menyuruh Bong Hee membawa banyak berkas. Bong Hee memberitahu, diantara teman sekelasnya, ia dikenal sebagai orang gila. Tapi sekarang, ia sudah jadi orang gila juga di kantor kejaksaan, terima kasih pada Ji Wook untuk itu.
"Aku tidak lebih dari jaksa terburuk. tapi berkatmu, aku jaksa yang menampar wanita dan pantatnya."
"Begitukah? Karena kau mengungkitnya, apa kita tidur? bersama atau tidak? Aku sungguh tidak ingat."
Ji Wook berhenti untuk memperhatikan Bong Hee lekat-lekat.
"Seorang wanita mengajakku malam itu. Aku minum dengannya malam itu, dan aku bukan orang suci."
"Kita tidur bersama."
"Aku bukan orang suci, tapi aku punya mata. Tapi, Eun Bong Hee-ssi, kau..."
"Jadi apa yang terjadi?"
"Entahlah."
Ji Wook menambahi lagi tumpukan dokumen ditangan Bong Hee.
Bong Hee makan siang bersama seniornya. Senior itu memberitahu bahwa ada dua tipe instruktur jaksa. Tipe pertama itu adil, dan membuat Bong Hee melakukan yang seharusnya dilakukan. Tapi tipe kedua adalah yang terburuk dan terlalu banyak membuat Bong Hee bekerja seperti sekretaris.
"Jika kau terlibat dengan orang seperti itu, kau benar-benar kacau. Mereka akan membuatmu melakukan segalanya."
Bong Hee lemas mendengarnya. Seniornya menengkan, sangat jarang untuk untuk bertemu jaksa yang buruk.
Hari-hari berikutnya, Ji Wook memberi Bong Hee banyak pekerjaan, tiap hari selalu bertambah. Bong Hee meyakinkan diri bisa mengerjakan semuanya, ia bekerja tanpajeda sampai penampilannya acak-acakan.
Bong Hee mengingat nasehat Senior bahwa Jaksa mengerikan juga memiliki logika. Ji Wook menjelaskan maksudnya memberi Bong Hee banyak pekerjaan: kasih sayang.
"Semua ini kasih sayang dan pertimbanganku untuk membantumu mendapat pengalaman." Lanjut Ji Wook.
"Hahaha. Terima kasih."
"Kau harus bersyukur. Sekarang, selain menginterogasi para korban, kenapa tidak belajar bagaimana cara melakukan mediasi perselisihan?"
Bong Hee menanggapunya dengan senyum tapi setelah Ji Wook pergi ia memasang wajah membenci.
Bong Hee menanyai seorang kakek, kenapa kakek itu masuk ke sauna wanita tanpa pakaian? Kakek itu menjawab dengan tiga kalimat, "Aku tak tahu. Aku tak dengar. Aku tidak ingat."
Tidak peduli pertanyaan Bong Hee selanjutnya apa, kakek itu tetap menjawab dengan 3 kalimat diatas.
Kasusu kedua yaitu perkelahian antar teman. Hal itu disebabkan teman1 mengencani adik teman2 dan teman2 tidak terima. Bong Hee mencoba memisahan mereka tapi ia malah tidak sengaja kena pukul tepat di hidungnya.
Selanjutnya perkelahian antara suami istri. Bong Hee juga tidak bisa duduk diam tapi ia malah sial dan rambutnya ikut-ikutan kena jambak.
Bong Hee istirahat makan siang tapi Asisten Ji Wook membawa orang untuk diinterogasi. Bong Hee pun terpaksa menyudahi makannya yang belum habis.
Bong Hee senang karena setidaknya Ahjussi itu mengakui kesalahannya. Setelah melihat wajah Ahjussi itu beberapa kali, Bong Hee ingat, Ahjussi itu adalah Ahjussi yang memegang pantatnya di kereta.
Ahjussi itu juga mengingat Bong Hee, ia tidak menyangka ternyata Bong Hee adalah seorang Jaksa, sungguh kebetulan yang menarik.
"Wow, karena kau... Aku menderita karenamu. Karena kau pelaku berulang kali, siap-siaplah masuk penjara."
"Tapi hakim biasanya tidak mengirim kami ke penjara. Dia menyuruh kami membayar denda."
"Tunggu dan lihat saja nanti."
"Tapi aku tak keberatan tinggal di penjara. Sebenarnya, aku menyaksikan pembunuhan, jadi aku dalam bahaya."
Bong Hee jelas tidak percaya tapi AHjussi itu bersumpah.
Di rumah Ahjussi itu banyak pakaian dalam wanita, lalu suatu malam, ia melakukan ritualnya seperti biasa mengintip apartemen lain. Tapi ia ketahuan.
Ia mengarahkan teropongnya ke atap gedung dan disana ia melihat seorang pria berpakaian serba hitam membawa tubuh orang. Ia langsung menutup jendelanya tapi pria serba hitam itu melihatnya.
Ahjussi takut pria setba hitam itu akan datang kerumah untuk membunuhnya jadi ia tidak bisa tidur di malam hari. Bong Hee tidak percaya, ia menyuruh Asisten pria (Sek. Bang) untuk membawa Ahjussi itu keluar.
Bong Hee makan di taman, saat itu Ji Hye dan Hee Joon lewat. Bong Hee kembali menyanyi lagu itu, bahwa ia akan membubuh Hee Joon.
Ji Hye yang awalnya sudah berjalan pergi kembali, ia meminta Bong Hee untuk berhenti menanyi lagu itu.
"Kenapa? Aku tak boleh menyanyi sesukaku?"
"Tapi kau melakukannya untuk kami dengar. Kami tahu itu. Omong-omong, kudengar kau terlibat kegiatan untuk jaksamu. Apa hakmu, memperlakukan kami seperti ini?"
Hee Joon menyarankan Bong Hee untuk melupakannya saja. Dan ia meminta Bong Hee mencuci rambutnya, lalu ia mengajak Ji Hye pergi.
Ji Wook melihat hal itu, ia mendekati Bong Hee dan bilang kalau ia merindukan Bong Hee. Bong Hee terkejut mendengarnya.
"Meski kau pergi hanya sebentar." Lanjut Ji Wook.
"Maaf?" Bong Hee ingin meyakinkan lagi.
"Eun Bong Hee-ssi, kau... Bagaimana mengatakannya? Kau kotor, tapi juga cantik."
"Maaf?"
"Apa orang lain tahu? Aku jatuh cinta padamu... pada pandangan pertama?"
"Maaf??"
Ji Wook lalu mengelus rambut Bong Hee walaupun kelihatannya ia sangat enggan. Hee Joon melihat semua itu mulai dari awal kedatangan Ji Wook, tapi ia tidak ambil pusing dan mengajak Ji Hye untuk segera pergi.
Setelah mereka pergi, Ji Wook langsung menjauhkan tangannya. Ia menyesal, apa coba yang ia lakukan tadi. Ji Wook menasehati, lagu kutukan itu bukan cara yang tepat untuk kembali ke mantan pacar, jadi abaikan saja dia. Jadilah orang yang lebih baik, dan jalani hidup yang menyenangkan.
Ji Wook memejamkan matanya tapi ia tahu kalau Bong Hee memandangnya. Ia bertanya, kenapa?
"Kenapa... Kenapa tiba-tiba Anda jadi baik padaku? Anda tidak jatuh cinta padaku, kan? Maaf, itu tidak mungkin."
"Eun Bong Hee, cuci wajahmu, paling tidak."
Ji Wook memejamkan matanya lagi. Bong Hee melihatnya sekilas lalu ia memandang kedepan dan ikut-ikutan memejamkan mata.
Ji Wook membangunkan Bong Hee yang mabuk dan ia memberinya petuah.
"Ketika sesuatu seperti itu terjadi, orang biasanya salah paham. "Apa aku bersalah? Apa aku jadi pecundang? Apa aku merasa bosan?" "Apa aku melakukan sesuatu yang tidak mereka sukai?" Aku sangat tahu perasaan itu. Karena aku juga seperti itu. Tapi... Itu tidak benar. Kita tidak melakukan kesalahan. Mereka salah karena mengkhianati kita."
Bong Hee terbangun dari tidurnya tapi Ji Wook sudah tidak ada disampingnya. Bong Hee menyadari, ternyata waktu itu Ji Wook tidak menamparnya.
Sekarang Bong Hee tahu kenapa Ji Wook juga baik padanya. Ji Wook juga dikhianati, sama seperti dirinya. Bong Hee melamunkan itu sambil memandangi Ji Wook yang membelakanginya tapi tiba-tiba Ji Wook memanggilnya.
"Aku tidak memandang Anda." Jawab Ji Bong Hee cepat-cepat.
"Aku tahu. Aku ingin kau tidur di rumah malam ini."
"Aku tak apa."
"Mandilah. Aku ingin bekerja di lingkungan yang lebih bersih."
"Iya. Terkadang, Anda sangat menyebalkan, aku ingin melenyapkan Anda."
"Aku juga merasa begitu padamu."
Sebelum pergi Bong Hee berkata, minggu depan jika ia menyelesaikan 2 bulan magangnya, jika ia menyelesaikan semuanya tanpa membunuh Ji Wook, ia akan traktir Ji Wook makan malam.
"Aku akan memuji jika kau menyelesaikan ucapanmu tanpa menjadi pembunuh."
"Aku hanya bercanda."
"Aku bicara soal mantan pacarmu. Kudengar kau bernyanyi untuk membunuhnya. Berhenti mengancamnya dengan lagu."
"Iya."
"Aku jaksa tanpa ampun. Jangan gambarkan dirimu sebagai korban di depanku."
"Iya."
"Kau mendengarkan dengan baik."
Bong Hee mengucapkan terimakasih untuk yang tadi. Ji Wook menyuruh Bong Hee membayarnya dengan kerja bagus.
Di depan gedung, Bong Hee bertemu dengan Ji Wook. Ji Wook bertanya, apa Bong Hee masih merasa sedih karenanya? Ia tahu Bong Hee sengaja pamer dengan Ji Wook tadi agar ia melihatnya.
"Apa katamu?"
"Hey, Eun Bong Hee."
Hee Joon mencegah Bong Hee pergi dan ia malah mendapatkan pelintiran ditangan. Bong Hee mengaku, ia begitu agar Hee Joon lihat, tapi tidak lagi sekarang, Hee Joon tidak lebih dari sampah masa lalunya.
"Jadi berhenti menipu diri sendiri."
Bong Hee memberitahu kalau Hee Joon meninggalkan beberapa barang dirumahnya, "Haruskah aku membuangnya, atau kau masih butuh? Pikirkan itu."
Bong Hee berjalan pergi, Hee Joon meneriakinya untuk berhenti menyangkal perasaannya sendiri.
"Omong kosong!" Balas Bong Hee.
Saat aku masih kecil, aku ingin menjadi orang yang hebat. Tapi...
Bong Hee membuka jendelanya lebar-lebar untuk menghirup udara malam yang menyegarkan.
Aku tak berpikir aku terlalu buruk. Meskipun, itu akan segera berubah.
Bong Hee keluar untuk membeli sesuatu tiba-tiba ada pemadaman listrik, setengah kota gelap gulita. Tapi Bong Hee tetap melanjutkan jalannya, tidak kembali ke rumah.
Bong Hee hendak membayar belanjaannya tapi kasir-nya sibuk bermain game jadi melayaninya dengan setengah hati. Bong Hee diminta membayar dengan uang tunai karena tidak ada listrik.
Aku membayar tunai, yang tak ada catatannya. CCTV mati karena pemadaman listrik. Dan pekerja paruh waktu tidak ingat aku. Semua orang akhirnya melupakan aku.
Bong Hee pulang ke rumah dan saat berjalan masuk ia tersandung sesuatu. Ia mengamatinya dan ternyata Hee Joon berbaring di lantai. Bong Hee membangunkannya.
Bong Hee merasakan ada yang aneh dan saat ia melihat tangannya, ternyata penuh darah. Hee Joon meninggal dengan luka tusukan di perut. Bong hee langsung mundur ketakutan. Ia mengusapkan tangannya ke celananya.
Oleh karena itu, alibiku... tidak ada.
Bong Hee ditahan sebagai pembunuh Hee Joon dan Ji Wook yang memegang kasusnya.
"Aku jelas memperingatkanmu. Sudah kubilang jangan muncul di depanku sebagai korban karena aku jaksa tanpa ampun." Ucap Ji Wook.
Aku tumbuh besar dan menjadi tersangka pembunuhan.
>
EmoticonEmoticon