-->

Sinopsis Introverted Boss Episode 9 Part 2

- Februari 21, 2017
>
Sumber Gambar dan Konten dari tvN

Sinopsis Introverted Boss Episode 9 Part 2


Di kantor, para pegawai Woo Il membaca email dari Tuan Eun perihal pernikahan Woo Il dengan Yi Soo. Pegawai pedih karena itu artinya Woo Il tidak bisa menjadi miliknya. Tapi mereka juga heran karena hal itu terasa mendadak sekali.


Woo Il mendapat kabar itu dari Sekretarisnya, sekretaris Park. Saat ia masuk kantor, semua pegawai memberinya ucapan selamat atas pernikahannya. Woo Il hanya tersenyum tipis sambil mengucapkan terimakasih.



Woo Il masuk ke ruangannya dan disana sudah ada Tuan Eun dan sekretaris Tuan Eun. Tuan Eun sengaja mengumumkan mengenai pernikahan agar Woo Il merasa bangga. Woo Il sedikit protes karena Tuan Eun tidak mengatakan apa pun padanya terlebih saat ia di luar negeri.

Tuan Eun menyuruh sekretarisnya keluar baru bicara. Belakangan ini, ia sudah terlalu dingin pada Woo Il. Itu bukan karena ia membenci Woo Il. Tapi karena ia mempercayai Woo Il dan merasa nyaman pada Woo Il. Ia bahkan lebih bergantung pada Woo Il daripada puteranya sendiri.


"Puteraku berhasil meraih pencapaian memuaskan kali ini, tapi perjalanannya masih panjang. Tolong bantu dia sampai ke puncak dan bisa memimpin perusahaan. Kau menanggung begitu banyak beban sendirian. Benar, kan?"

"Anda ingin Hwan Gi lebih menonjol daripada saya, kan?"

"Aku hanya menampar wajahmu sekali. Kau masih sakit hati? Aku berharap... kau adalah puteraku beribu-ribu kali. Aku bahkan menyerahkan puteriku padamu."

"Ayah, saya menghargainya tapi..."

"Tetap saja, jangan terlalu antusias pada pernikahanmu. Jangan melupakan soal pemilihan walikota maupun perusahaan. Kita masih belum tahu siapa yang merilis artikel soal Hwan Gi."


Woo Il pulang dan Yi Soo sudah menunggunya di kamarnya. Yi Soo menyapa Woo Il ceria, ia tahu Woo Il pasti terkejut. Yi Soo mengatakan kalau ibunya kuatir Woo Il tidak lagi ingin menikahinya. Ibu terus saja mengatakan dia punya firasat buruk. Sebab itu ibu melakukan hal seperti itu kemarin, tapi kejadiannya di luar kendali.

"Maafkan aku, tapi.." Ujar Woo Il tapi Yi Soo memotongnya.

"Aku yang seharusnya bilang begitu. Aku tidak bisa menunda pernikahan kita lebih lama lagi."

"Yi Soo-ah"


Yi Soo memeluk Woo Il erat, ia meminta Woo Il agar tetap bersamanya. Hanya itu satu-satunya... yang ia minta dari Woo Il.


Woo Il bicara dengan Hwan Gi. Tuan Eun sudah membuatnya lalai. Ia tahu betapa kuat kontrol yang beliau miliki, tapi ia tidak mengira sejauh ini. Ro Woon saja sudah memberinya cukup beban pikiran. Sekarang ditambah dengan pengumuman pernikahan.

"Mari kita pecat Ro Woon. Itu yang terbaik juga untuknya."

"Jangan ambil tindakan apa pun.."

"Harus secepatnya. Jika dia berencana melakukan lebih selain artikel itu..."

"Dia tidak akan melakukan apa pun lagi."

"Lalu, kenapa dia masih di sini? Dia pasti berusaha membongkar kebenaran 3 tahun lalu. Kalau dia sampai tahu... Itukah yang kau inginkan? Itu kelemahan terbesarku. Apakah itu yang kau inginkan..."

"Maksudmu aku..."

"Lalu? Kau bilang ingin melindungi dia. Lalu kenapa mempertahankan dia di sini? Itu tidak masuk akal."

"Beri aku sedikit waktu."

"Kenapa? Apa yang coba kau pikirkan sendirian kali ini? Ini aku. Kau bisa bicara apa saja padaku. Bukankah menyembunyikan identitasnya dariku selama ini sudah cukup jauh?"


Ro Woon berjalan menuju mereka dan ia berhenti saat mendengar Woo Il bicara serius dengan Hwan Gi. Woo Il bilang kalau cuma Hwan Gi yang tahu rahasianya. Woo Il tahu dirinya luar dalam tapi kenapa Hwan Gi tidak mengijinkannya untuk begitu juga terhadap Hwan Gi?

Hwan Gi mendesah, ia menatap ke arah lain dan melihat Ro Woon saat itu. Woo Il juga menoleh ke arah Ro Woon. Ro Woon mengatakan kalau Yoo Hee  mencari Hwan Gi untuk menggelar rapat. Mereka berdua teringat saat Ji Hye mendengar pembicaraan mereka ketika Woo Il memfitnah Ji Hye.

"Apa yang terjadi antara..." Tanya Ro Woon.


Woo Il tidak menjawabnya dan malah pergi bahkan menghiraukan panggilan Ro Woon. Ro Woon beralih pada Hwan Gi, apakah terjadi sesuatu? Tapi Hwan Gi juga diam saja.


Silent moster berkumpul di dapur. Yoo Hee mengatakan kalau perang baru saja dimula. Ro Woon tidak mengerti maksudnya. Yoo Hee menjelaskan kalau pernikahan Woo Il baru saja diumumkan, artinya Woo Il akan menjadi menantu pemilik perusahaan.

"Putera dan menantu pemilik perusahaan akan berebut kekuasaan. Ini awal dari pertarungan berdarah." Lanjut Sun Bong.

Se Jong hanya tersenyum tapi Gyo Ri terkejut sekali mendengarnya.

Ro Woon membagikan kopi yang dibuatnya. Ia  tidak percaya mereka akan berebut begitu. Se Jong menjawab, tidak ada yang tahu soal itu, ibunya juga bertengkar sepanjang waktu dengan saudara-saudaranya. Begitulah adanya.


Sekretaris Park datang dengan dua ajudannya. Mereka mengatakan kalau perang mungkin saja terjadi. Woo Il sudah menunjukkan banyak hal sejauh ini. Hwan Gi tidak tertolong lagi membuat mereka kasihan.


Sun Bong malah ikut-ikutan group mereka, "Apa yang bisa dilakukan Eun Daepyo tanpa Kang Daepyo?"

Yoo Hee menyuruhnya kembali tapi Sun Bong tidak mau, ia malah menyarankan agar menentukan pihak dengan hati-hati sekarang. Yoo Hee kesal dan mengambil paksa kopi Sun Bong.


Yoo Hee mengumpulkan yang lain untuk diajaknya rapat. Masalah yang ada kali ini adalah bioskop. Bioskop lama dan cukup kecil, klien ingin merenovasinya menjadi bioskop untuk para pecinta film. Sedangkan Tim Woo Il sedang mengerjakan proyek berhubungan dengan bioskop juga, jadi ini kesempatan Silent Mosnter untuk membuktikan diri.

"Apa kita akan menentukan konsepnya sendiri juga?" Tanya Gyo Ri penuh semangat.

Yoo Hee mengangguk pasti, tapi Sun Bong malah mengatakan hal yang menyebalkan, "Kalian pikir pemasaran itu sama dengan duduk di balik meja menulis beberapa artikel? Kalian perlu merasakan berbagai macam strategi pemasaran agar bisa paham dunia PR (Public Relation)."


Yoo Hee menyuruh Ro Woon untuk memeriksa lokasinya dengan Hwan Gi, Ro Woon sih oke-oke saja. Se Jong mengajukan diri, tidak bolehkan ia dan Ro Woon saja yang pergi.

Hwan Gi ternyata mengintip mereka dan Yoo Hee menyadarinya. Ia semakin gencar menyuruh Ro Woon dan Hwan Gi saja yang pergi. Yoo Hee lalu memberi kode Hwan Gi dengan mengedipkan sebelah mata.


Hwan Gi memikirkan kata-kata Woo Il soal Woo Il yang ingin tahu isi pikirannya. Ia bingung harus bagaimana.


Tiba-tiba Se Jong berdiri disampingnya, "Anda jatuh cinta pada seseorang yang tidak semestinya, kan? Dia pegawaimu, juga pegawai seseorang yang lain."


Ro Woon datang dan menempelkan kertas warna merah pada Hwan Gi. Ro Woon lalu menjelaskan arti warna-warna itu pada Se Jong,

"Kau tidak lihat? Merah artinya "berhenti". Lampu kuning berarti hanya bisa diajak diskusi urusan darurat. Lampu hijau artinya.."

"Tidak bisakah lampu hijaunya menyala terus?" Kesal Se Jong.

Ro Woon tidak menganggapi Se Jong. Ia mengatakan pada Hwan Gi kalau ia akan pergi duluan ke bioskopnya. Hwan Gi mengajaknya pergi bersama. Ro Woon menolak karena lampu merah Hwan Gi sedang menyala.

"Renungkan dulu yang ingin kau pikirkan. Menyusul saja kalau sudah lampu hijau." Kata Ro Woon.

Ro Woon lalu memaksa Se Jong untuk keluar bersamanya. Hwan Gi memegang kertas merah itu dan berpikir.


Ro Woon memotret detail bioskop yang menjadi proyek mereka.


Hwan Gi akan menyebrang, ia memegang dua gelas kopi.

"Lampu merah. Aku sadar semestinya berhenti. Tetap saja, aku..."


Ro Woon sudah masuk ke dalam bioskop. Ia bertanya-tanya karena Hwan Gi belum juga datang, apa lampu hijaunya belum menyala, ya?


Lampu hijau menyala dan Hwan Gi menyebrang dengan yakin. Seseorang tiba-tiba menabraknya, dia adalah Yoon Jung.

Yoon Jung tersenyum memanggil Hwan Gi. Ia bertanya, apa Hwan Gi memang tidak tahu, atau hanya pura-pura tidak lihat. Ia memberitahu kalau mereka juga berpapasan sebelumnya.

"Saat melihatmu, rasanya sudah lama sekali." Ujar Yoon Jung.


Ro Woon menelfon Hwan Gi tapi nomornya tidak dijawab.

"Aku akan senang kalau setidaknya dia menjawab telepon. Kalau dipikir lagi, aku tidak pernah sekalipun bicara lewat telepon dengan dia. Dia mengidap telephone phobia." Ro Woon mengerti dan mematikan ponselnya. Ia menikmati menonton film seorang diri. Bioskopnya juga sepi.


Yoon Jung mengatakan kalau ia melihat Hwan Gi di bandara beberapa waktu lalu. Hari itu, Hwan Gi pergi begitu saja seolah tidak melihatnya. Yoon Jung mengerti, Hwan Gi mungkin tidak punya keberanian bertemu dengannya setelah menggantungnya seperti itu 3 tahun lalu. Ia sampai trauma akan Natal.

"Maafkan aku. Saat itu aku..."

"Lupakan saja. Aku sudah membalasnya dengan menulis ribuan komentar jahat pada artikel penyalahgunaan kekuasaanmu, anggap kita impas."

Yoon Jung melihat kopi yang dibawa Hwan Gi. Ia menarik kata-katanya tadi, sebenarnya belum cukup, ia meminta Hwan Gi untuk mentraktirnya kopi.

"Kopi? Sekarang aku harus pergi."


Lampu merah menyala dan mereka msih ada di tengah jalan. Suara klakson mobil menggema. Hwan Gi refleks menarik Yoon Jung untuk melindunginya.

"Kau dalam masalah. Kali ini, kau tidak akan bisa lari lagi. Dan, sudah ada kopinya di sini."


Yoon Jung mengambil kopi dari tangan Hwan Gi lalu meminumnya. Hwan Gi mengatakan kalau kopi itu untuk orang lain. Yoon Jung minta maaf, tapi ia sudah terlanjur meminumnya.

"Aku ingin memberikannya pada Ro Woon." Batin Hwan Gi.

Yoon Jung mengajak Hwan Gi bertemu di kantor Hwan Gi secepatnya, ia ingin membicarakan soal promosi pamerannya selanjutnya. Hwan Gi tidak mungkin mengabaikan seorang klien, kan?

"Soal tiga tahun lalu.. terjadi sesuatu."

"Aku tahu. Sesuatu yang mungkin tidak bisa kau katakan padaku. Jika tidak, kau pasti sudah mengatakannya sejak 3 tahun lalu. Tapi, aku serius soal pekerjaan itu. Aku benar-benar sedang mencari perusahaan PR. Bantu aku."

"Baiklah kalau begitu."

"Aku akan memerintahmu. Bersiaplah."

Hwan Gi tersenyum mendengarnya.


Filmnya sudah sampai pertengahan tapi Hwan Gi masih belum juga datang. Ro Woon mulai sedih karena masih juga lampu merah.


Hwan Gi datang ke bioskop dan ia celingukan mencari Ro Woon. Ia duduk di kursi belakang dan pada akhirnya ia melihat Ro Woon tapi tidak kunjung mendekatinya. Ro Woon mengantuk, sampai kepalanya jatuh. Hwan Gi malah tersenyum melihatnya.


Tiba-tiba Hwan Gi sudah duduk disamping Ro Woon. Ro Woon sudah tidak bisa lagi menahan kantuknya sampai ia menjatuhkan kepalanya ke bahu Hwan Gi. Hwan Gi tersenyum melihat mata dan bibir Ro Woon.

"Aku ingin berada di sisinya seperti ini sedikit lebih lama lagi." Batin Hwan Gi.


Ro Woon terbangun tapi sudah tidak ada Hwan Gi di sampingnya. Filmnya sudah selesai dan Ro Woon cepat-cepat keluar.


Ternyata Hwan Gi ada di belakang, duduk beberapa kursi dibelakang Ro Woon. Ia tersenyum melihat Ro Woon tergesa-gesa berjalan keluar.

"Apakah tidak masalah tetap di sisinya selama aku masih menjaga jarak?"


Hwan Gi tersenyum melihat tiket film tadi. Ia kemudian menyelipkannya di buku agendanya. Saat itu mereka sedang rapat. Ro Woon mengatakan kalau ia tidak bertemu Hwan Gi di bioskop.


Yoo Hee heran, karena Hwan Gi bilang mau pergi ke bioskop kemarin saat pamit. Ia kemudian bertanya pada Hwan Gi, apa terjadi sesuatu?

"Kurasa, dia menemui gadis lain." Jawab Se Jong yang membuat Hwan Gi mengingat pertemuannya dengan Yoon Jung.

Se Jong sedari tadi mengamati Hwan Gi. Ia mengatakan pada yang lain kalau Hwan Gi menyeringai jadi suasana hati Hwan Gi sedang bagus.

"Kalau begitu... hari ini lampu hijau, Bos? Kalau begitu, tidak keberatan membaca proposalku?" Tanya Ro Woon.

Ro Woon menjelaskan idenya. ia rasa mereka bisa menggunakan konsep "virtual reality cinema". Hwan Gi sudah membaca proposal Ro Woon tapi...


Sun Bong menyela, bioskop itu berbeda dengan game, kontennya berbeda jadi tren yang diusulkan Ro Woon tidak cocok. Hwan Gi membenarkan tapi hanya dalam hati.

"Sun Bong, kau menyerobot lagi." Tegur Yoo Hee.

"Dan, Menggunakan headset VR (virtual reality) bisa membuat ketidakstabilan emosi atau sakit kepala. Bagaimana kau mengatasinya? Apa yang akan kau lakukan jika penonton mengeluh pandangan mereka buram atau telinga berdengung? Kau punya rencana untuk mengatasinya?"

Ro Woon menggeleng. Hwan Gi berpikir, bisa timbul masalah yang tidak teratasi. Dan Yoo Hee bertanya, apa Sun Bong punya ide lain? Sesuatu yang unik dan bisa memenuhi target penonton.

"Tidak punya." Jawab Sun Bong enteng.

"Lihat, kan?" jawab Yoo Hee.

"Kau ini kenapa, sih?" Kesal Se Jong.

"Padahal tidak punya ide sama sekali." Lanjut Gyo Ri.


Ro Woon lalu meminta Hwan Gi untuk menyampaikan pendapatnya. Hwan Gi menjawab kalau ia butuh waktu untuk berpikir. Ro Woon mengingatkan kalau mereka harus bergerak cepat agar bisa menjadi yang pertama di Korea.

"Ya, aku tahu itu. Tapi..."

Sun Bong malah ketawa ngakak, " Terbaik, terbesar, dan utama. Orang Korea sangat ambisius. Terus berusaha menjadi superior. Mereka berpikir pekerjaan PR adalah segalanya."

"Kasar memang, tapi dia benar." Batin Hwan Gi. Ia berkata lagi kalau ia butuh waktu lalu membubarkan rapat.


Yoo Hee mendesah, Hwan Gi selalu saja butuh waktu. Ro Woon lemas, ia rasa hari ini lampu merah lagi. Sun Bong mengetuk meja dengan penanya,

"Soal penanda sinyal itu apa kau tidak merasa kekanakan? Pria dewasa kemana-mana dengan stiker berwarna. Apa-apaan coba? Memang dia orang cabul? Memalukan. Terlebih, dia itu pimpinan kita, tapi hanya berkomunikasi sesuka hatinya. Omong kosong macam apa itu?"

Hwan Gi ternyata mendengar omongan Sun Bong itu.


Saat pulang kantor, Sun Bong mendekati Gyo Ri yang sedang memakai lipstik. Ia heran, untuk apa Gyo Ri memakainya kan Gyo Ri tidak mungkin pergi kencan. Ia lalu menawari Gyo Ri untuk makan malam bersama.


Se Jong tiba-tiba juga mengajak Gyo Ri kencan sebelum Sun Bong menyelesaikan kata-katanya. Gyo Ri terkejut, Se Jong mengajaknya?

"Ya. Aku akan mentraktirmu makan malam yang lezat. Kau terlihat amat cantik hari ini."

Se Jong sengaja melakukan itu dengan tujuan agar Ro Woon cemburu tapi Ro Woon nya sibuk mengetik sesuatu jadi ia tidak memperhatikan yang lain. Sun Bong merasa aneh karena Se Jong hanya mengajak Gyo Ri saja.


"ada sesuatu yang ingin kukatakan padanya." ujar Se Jong lalu mengajak Gyo Ri pergi.


Sun Bong mendekati Yoo Hee untuk mengajaknya minum. Yoo Hee menjawab kalau ia harus pulang untuk menyuapi anak-anaknya. Sun Bong mengompori, nanti juga putra-putra Yoo Hee akan meninggalkan Yoo Hee
demi seorang gadis. Nikmati saja hidup Yoo Hee saat ini.

"Berhentilah sok mengamati dan menertawakan orang lain. Nikmatilah hidupmu, oke?" Yoo Hee nergegas pergi.


Sun Bong kemudian mendekati Ro Woon, ia mengomentari tulisan Ro Woon yang masih berharap untuk konsep VR. Ia bisa memberi Ro Woon saran kalau mau mentraktirnya makan malam.

"Tidak perlu. Aku harus melakukan beberapa penelitian untuk konsep VR. Aku pergi."


Hanya ada Hwan Gi yang tersisa tapi Sun Bong diam saja. Han Gi berpikir,

"Kelihatannya dia butuh teman makan malam. Apa kuajak saja dia makan malam bersama? Tapi, kalau hanya kami berdua, dia akan merasa tidak nyaman. Aku bosnya, dia akan segan menolak. Apa kunyalakan lampu hijau saja, ya? Itu berarti aku siap pergi bersama dia kemanapun dan kapanpun. Tapi, dia bilang sinyal itu kekanakan. Dia benar. Memang memalukan seorang pria dewasa memakai stiker berwarna. Tapi kadang, hal kekanakan itu yang memecahkan kebekuan. Chae Ro Woon yang membuatkan untukku. Harus kuhargai."

Hwan Gi menunduk untuk memasang stiker itu tai saat ia mendongak hendak menunjukkannya pada Sun Bong, Sun Bong nya sudah tidak ada di sana.


Sun Bong makan ramen sendiriandi depan toserba. Ia menggerutui Hwan Gi yang tidak pernah mentraktirnya sama sekali padahal mereka satu tim.


Woo Il mempresentasikan proyek bioskopnya. Silent Monster melihat presentasi itu.

"VR movies menyatukan antara imajinasi dan realita,
juga menyempitkan jaraknya. VR movies akan menghasilkan paradigma baru dalam sejarah perfilman 120 tahun terakhir. Kita akan mengambil langkah inovatif ke dunia baru sebelum pihak lain melakukannya. Saya CEO Brain, Kang Woo Il. Terima kasih."

Presentasi itu mendapat banyak sambutan dari para hadirin membuat Silent Monster iri.

Sun Bong tersenyum, ia sudah menduga kalau mereka tidak mungkin jadi yang pertama. Ro Woon berdecak, kemarin saja Sun Bong bilang idenya tidak masuk akal.

"Manajemen utama perlu mengambil keputusan cepat untuk menentukan langkah." Jelas Sun Bong.

"Sedangkan kita ditakdirkan terus menanti persetujuan. Perebutan kekuasaan antara putera dengan menantu. Babak pertama. Kang Daepyo menang." Lanjut Se Jong.

"Ro Woon, idemu luar biasa. Kau sudah bekerja keras. Kau pasti kecewa." Ujar Gyo Ri.


Ro Woon tersenyum. Ia melihat Woo Il dan Woo Il juga melihatnya tapi Woo Il segera mengalihkan pandangannya. Ro Woon yakin Hwan Gi punya ide. Ia yakin Hwan Gi punya rencana lain.


Hwan Gi ternyata tidak memiliki ide. ia mengajak staf nya mendatangi bioskop untuk mencari ide bersama-sama.

"Ayo berpikir bersama mulai sekarang." Ajak Hwan Gi.


Mereka kemudian masuk ke dalam. Yoo Hee mencoba kursinya dan ia rasa punggung serta pantantnya bisa sakit. Sun Bong duduk disamping Yoo Hee dan ia rasa jarak antar kursi sangat dekat.

Tapi Se Joon malah merasa kalau ini menyenangkan karena ia jadi bisa  menyenangkan.duduk dekat kekasihnya. Se Jong lalu menggandeng Gyo Ri untuk duduk disampingnya.

Yoo Hee berbisik pada Sun Bong, sejak kapan Se Jong dan Gyo Ri menjadi dekat begitu. Sun Bong menjawab, Bocah kaya sedang main-main dan gadis lugu jatuh dalam perangkapnya. Ro Woon melihat itu dan mendengarnya.


Ro Woon kemudian mengajak Gyo Ri bicara berdua, ia menanyakan kebenaran soal Gyo Ri yang berkencan dengan Se Jong. Gyo Ri jujur kalau sebenarnya Se Jong memintanya pura-pura berkencan. Se Jong ingin Qo Woon merasa cemburu. Se Jong ingin menunjukkan pada Ro Woon bahwa Se Jong bisa membuat seorang gadis bahagia. Dan bahwa Se Jong bisa jadi kekasih yang baik.

"Kenapa kau tidak katakan perasaanmu yang sebenarnya?"

"Tidak semua orang bisa jujur akan perasaan mereka, sepertimu. Semua orang dengan mudah berkata kita harus percaya diri. Tapi, hal itu hanya memungkinkan saat ada yang mau mendengarkan. Tidak ada yang mau mendengarkan aku."

"Kenapa kau bilang begitu?"

"Tidak bisakah kau pura-pura tidak tahu saja? Se Jong sedang mencoba membuatku bahagia. Siapa lagi yang akan... sebaik itu padaku?"

"Gyo Ri-nim..."

Gyo Ri memaksakan senyum walau matanya berkaca-kaca.


Semua tim lesu karena mereka sudah kalah. Sun Bong bicara, dari tim superior mereka kehilangan terbaik, terbesar, dan utama tapi ada yang tetap.

"Apa itu?" Tanya Yoo Hee penasaran.

"Terburuk."

Semua tambah terpuruk mendengar jawaban Se Jong itu, sementara Hwan Gi serius mendengarkan. Se Jong menjelaskan kalau bisokop itu bukan yang terbesar di Korea, pelayanan juga bukan yang terbaik, jadi mereka lakukan saja sesuatu untuk penutupan yang baik. Tidak perlulah menghabiskan dana untuk renovasi.

"Bagaimana dengan konsep "Bioskop Horor"? "Kunjungi bioskop terburuk yang memberi sensasi horor tidak terlupakan"."


Hwan Gi setuju dengan ide Sun Bong itu. Dan ia memutuskan untuk menggunakan ide Sun Bong. Sun Bong tadi hanya asal ngomong saja, ia tidak serius tapi Hwan Gi mengatakan kalau ide Sun Bong itu ide luar biasa untuk melawan ide konvensional. Sun Bong bersikeras kalau ia hanya bercanda tapi Hwan Gi sudah bulat membuat keputusan itu.

Ro Woon tersenyum melihat Hwan Gi pergi, ia senang karena akhirnya lampu hijau itu menyala.


Ro Woon tersenyum melihat Hwan Gi pergi, ia senang karena akhirnya lampu hijau itu menyala.


Setelah menulis konsepnya, Sun Bong memperlihatkannya pada Hwan Gi. Melihat sekilas Hwan Gi menyukainya. Sun Bong makin semangat menjelaskan dan itu membuat Hwan Gi tersenyum.


Semuanya melihat itu sebagai perubahan yang bagus. Sun Bong jadi berani mendekat pada Hwan Gi untuk menunjukkan idenya dengan cara lebih nyaman.

Ro Woon kembali tersenyum melihat perubahan Hwan Gi itu. Ia teringat kata-kata Gyo Ri tadi bahwa rasa percaya diri bisa mungkin jika ada orang yang mendengarkan.


Sun Bong menjadi semakin rajin. Sebelumnya ia bahkan tidak mau duduk di kursinya sama sekali tapi kali ini ia sangat serius mengerjakan proyeknya itu. Ro Woon merasa Sun Bong kelihatan keren sekarang.

Hwan Gi tersenyum melihat Sun Bong sudah berubah.

"Bos adalah pendengar yang baik." Narasi Ro Woon.


Sun Bong mempresentasikan konsep yang tidak biasa tapi penontonnya tidak sebanyak saat Woo Il melakukan presentasi tapi walaupun begitu Sun Bong tetap melakukannya sepenuh hati.

"William Shakespeare mengatakan ini. "Hal terburuk tidak bertahan selama perkataan kita. Momentum terburuk sebenarnya adalah saat kita tidak dapat mengatakan apa-apa. Tapi, kita masih punya energi untuk berpikir hal itu yang terburuk."

Sun Bong berharap semua orang menikmati pengalaman menonton terburuk. Bioskop Horor terburuk pertama di dunia. Horor yang sebenarnya baru dimulai!


Sun Bong mendapat sambutan yang meriah sampai membuatnya menagis haru. Sementara Hwan Gi hanya diam menonton tapi ia tersenyum.

"Alasan dia selalu diam adalah... bukan karena dia tidak ingin bicara. Tapi, dia ingin didengar."

Hwan Gi memunguti brosur yang berserakan sementara yang lain sibuk sorak sorai. Ro Woon mendekat, ia menempel stiker hijau di punggung Hwan Gi tapi Hwan Gi tidak menyadarinya. Ro Woon pura-pura ingin menjak Hwan Gi High five.

Hwan Gi malah memunggunginya. Ro Woon kembali menempel stiker itu. Hwan Gi masih tidak sadar, ia meinta Ro Woon untuk membantunya saja.


Bioskop horor pertama dimulai dan saat hantu dalam layar muncul hantu beneran yang bersembunyi di balik kursi penonton juga muncul jadi semua penonton berteriak sambil berlari keluar. Tenang, yang jadi hantunya adalah Silent Monster tanpa Ro Woon dan Hwan Gi dan saat di luar mereka malah asyik foto-foto.


Woo Il melihat hal itu tapi ia berbalik pergi. Se Jong mendekat, ia harap Woo Il tidak datang untuk mencuri ide mereka lagi.

"Apa maksudmu?"

"VR Cinema. Beberapa waktu lalu, kami membahas ide itu, tapi Bos minta waktu dan akhirnya kehilangan kesempatan!"

"Belum ada banyak konten untuk VR Cinema, jadi bioskop dengan satu layar saja begini tidak akan sanggup bertahan. Hwan Gi membuat keputusan tepat."

"Pekerjaan mungkin bukan prioritasnya sekarang, karena Ro Woon."

"Apa maksudmu?"

"Dia berubah jadi pria romantis. Aku rasa kau tidak tahu kalau dia dekat dengan Ro Woon."


Ro Woon membantu merias Hwan Gi menjadi hantu. Ro Woon bertanya, apa tidak ada yang ingin Hwan Gi katakan untuknya. Hwan Gi meminta Ro Woon untuk cepat menyelesaikannya.

" "Astaga, kau sangat pintar". "Darimana kau mempelajarinya?" "Terima kasih sudah membantu kami mengurangi biayanya." Hanya informasi, itu yang orang lain katakan padaku." Ucap Ro Woon.

"Jangan memakaikan terlalu banyak darah padaku. Aku tidak mau menakuti orang lain."

"Hoodie hitam itu sudah cukup membuat orang takut.


Hwan Gi minta cerminkarena Ro Woon membuatnya penasaran tapi Ro Woon tidak memberinya malah menyuruh Hwan Gi memejamkan mata karena ia harus merias mata sekarang.

Tapi bukannya menutup mata, Hwan Gi malah memandang Ro Woon, lalu ia melepas hoodie-nya, ia memperhatikan setiap inci wajah Ro Woon. Ro Woon heran, kenapa dengan Hwan Gi.

"Kau tidak menghindari kontak mata." Tanya Ro Woon.

"Aku menghindarinya." Jawab Hwan Gi dalam hati.

"Apa kau... tidak mau menutup mata?"

"Aku masih berusaha keras... untuk menghindarinya."

"Apa ini... adu melotot atau bagaimana? Apa kita seperti ini karena... melarikan diri atau menutup mata duluan berarti kalah? Tolonglah, tutup matamu. Masa mau aku colok matanya, sih?"


Hwan Gi pun menutup matanya. Ro Woon mulai merias tapi Hwan Gi memegang tangannya dan menurunkannya. Ro Woon deg-degan, apa lagi Hwan Gi semakin mendekatkan wajahnya.
>


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search