Sinopsis The Best Hit Episode 7
Sumber Gambar: KBS2
Sumber Gambar: KBS2
Hyun Jae terkejut karena pager-nya berbunyi, padahal seharusnya pada jaman sekarang pager sudah tidak berfungsi. Ia lalu menghubungi nomor yang tertera di pager tapi tidak terdaftar.
"22198, siapa ini?" Gumam Hyun Jae.
Ji Hoon ragu, mau mengelus pudak Woo Seung atau tidak. Ia lama benget mikirnya, sampai Woo Seung keburu berdiri.
"Aja! Aja! Aja! Choi Woo Seung pasti bisa melaluinya. Kau bisa melakukannya!" Ucap Woo Seung menyemangati dirinya sendiri.
Ji Hoon merasa Woo Seung aneh lalu menyuruhnya duduk kembali. Woo Seung mengaku tadi merasa sangat buruk tapi sekarang sudah lebih baik.
"Aku bertarung dengan diriku sendiri dan aku harus menang." Lanjut Woo Seung.
"Omong-omong... memenangkan pertarungan dengan diri sendiri berarti kau akan kalah nantinya."
"Jangan berargumen dulu. Aku hanya bicara saja."
Woo Seung meminum kembali susunya, ia harus berpikir positif. Ji Hoon tak menyangka Woo Seung cepat sekali berubah pikiran, tapi ia mengakui pilihan Woo Seung itu tepat sekali.
"Aku... Bagaimanapun, aku ada urusan lain." Kata Woo Seung dengan muka bersungut-sungut.
Ji Hoon bertanya urusan apa. Woo Seung lalu memberikan bungkus coklat yang Hyun Jae berikan. Ji Hoon terkejut melihat tanggal kadaluarsanya, darimana Woo Seung mendapatkannya?
"Dari seseorang... Seseorang yang memberikanku."
Sampai di rumah, Woo Seung langsung memburu Hyun Jae sambil mengayunkan teflon. Ji Hoon juga ikut-ikutan berkejaran, ia mencegah Woo Seung memukulkan teflon itu pada Hyun Jae.
Hyun Jae: Jika kau memukulku kau bisa kena pidana pembunuhan.
Ji Hoon: Benar. Kau bisa melukainya.
Woo Seung: Siapa yang membunuh? Bukankah memberikanku cokelat yang kadaluarsa juga sama dengan membunuh?
Ji Hoon berpindah ke sisi Hyun Jae, ia menyalahkan Hyun Jae. Hyun Jae beralasan kalau ia tidak sengaja melakukannya. Ji Hoon berbalik membela Hyun Jae.
Woo Seung: Hanya itu yang kau tahu? Aku belajar untuk ujian selama setahun dan aku gagal dalam sedetik saja. Bagaimana kau akan bertanggung jawab?
Ji Hoon berpindah lagi, kali ini ia membela Woo Seung. Hyun Jae menjelaskan, ia juga makan coklat itu kok, tapi tubuhnya baik-baik saja! Ji Hoon berpindah lagi ke sisi Hyun Jae.
Woo Seung kesal juga dibuatnya, sebenarnya Ji Hoon disisi siapa sih?
Ji Hoon: Kenapa bawa-bawa itu sekarang?
Hyun Jae: Bukankah kau memang seharusnya ke kamar mandi dulu sebelum ujian? Jika kau sudah bersiap, semua ini takkan terjadi. Bukan begitu?
Seung Jae: Kenapa kau bawa-bawa itu lagi sekarang?
Drill yang tiduran di bawah mereka bangun, menyuruh mereka berhenti. Namun tepat saat Woo Seung mengayunkan teflon-nya, jadinya tepat mengenai mukanya. Drill pun kembali tumbang tak sadarkan diri.
Ji Hoon: Hei, Drill. Hei! Kurasa dia tidak bernapas.
Hyun Jae: Seseorang harus memberikannya napas buatan.
Woo Seung: Kenapa kalian melihatku?
Hyun Jae: Kau yang memukulnya. Kau yang melakukannya.
Woo Seung: Suruh saja dia mati. Aish, kenapa aku harus tinggal disini?
Ji Hoon: Drill, Drill! Apa dia mati?
***
Saat sarapan Mal Soon makan dengan sangat lahap. Khawatir akan tersedak, Gwang Jae memintanya makan pelan-pelan saja.
"Aku sudah memikirkannya dan kurasa aku dulu mungkin seorang biksu."
"Apa? Biksu? Kenapa?"
"Aku suka makan daging. Sepertinya karena aku tak pernah makan daging di kehidupanku sebelumnya."
Berkebalikan dengan Mal Sook, Soon Tae malah makan tanpa selera. Gwang Jae bercanda, apa Soon Tae sedang menghitung nasi?
Soon Tae: Hah? Tidak, aku sedang makan.
Bo Hee: Ada apa dengan Anda?
Gwang Jae: Kemarin, dia bersikeras melihat Hyun... Dia hanya berhalusinasi.
Bo Hee: Anda harusnya jangan terlalu banyak minum. Pikirkan kesehatan Anda juga. Bagaimana Anda bisa meminum sebanyak itu?
Soon Tae: Bukan karena alkohol. Dan juga, kenapa kesehatanku? Aku Lee Soon Tae... Lee Soon Tae. Aku meraih semua yang aku inginkan.
Mal Sook mengalihkan pembicaraan, ia menyinggung soal sesuatu aneh yang terjadi di atap. Ji Hoon sudah tegang saja tuh.
"Itu terjadi berulang kali. Seseorang tinggal diatap selain Oppa. Mereka sembunyi disana." Cerita Mal Sook.
Soon Tae sangat terkejut hingga menjatuhkan botol minum. Sementara Bo Hee sedikit penasaran, Apa seseorang tinggal disana?
Ji Hoon: Siapa yang tinggal disana selain aku?
Gwang Jae: Ya, itu hanya ucapan anak-anak. Kenapa semuanya menanggap serius?
Mal Sook: Tidak. Aku benar, kok.
Hyun Jae mengkonfirmasi kalau pager sudah tidak berfungsi lagi sekarang pada Drill. Drill menjelaskan bahwa pager sudah tidak diproduksi lagi, bahkan rumah sakit sudah pakai ponsel.
"Dimana kau mendapatkan barang itu?" Tanya Drill.
"Lalu kenapa ada pesan masuk?"
"Bagaimana aku bisa tahu? Mungkin itu menyedihkan, sepertiku."
Woo Seung turun, tepat saat itu Drill juga berjalan keluar. Hyun Jae bertanya, apa mereka akan keluar? Keduanya sama-sama menjawab "iya" dengan tidak bersemangat.
Hyun Jae: Kurasa kalian berdua gagal. Apa yang kalian bisa lakukan?
Drill: Bro!
Woo Seung: Hei, yang benar saja...
Hyun Jae: Kalian berdua bekerja keras untuk hal yang tidak penting.
Woo Seung mengeluarkan tinjunya tapi Drill menahannya.
Mereka berdua pun keluar bersama. Drill bertanya, apa Woo Seung mau pergi les? Woo Seung mengiyakan, soalnya hanya itu yang bisa ia lakukan.
"Kau? Kau mau pergi ke perusahaan label itu?" Woo Seung balik bertanya.
"Terus apa lagi? Hanya itu yang bisa kulakukan."
"Omong-omong... apa Ji Hoon berhasil di evaluasi bulanan kemarin?"
"Tentu saja Bro-ku akan debut kali ini."
"Benarkah?"
"Ya. Kau tahu aku bahkan pernah menangis bahkan setelah selesai wamil (wajib militer). Wah! Mendengarnya kemarin... Oh..."
"Wamil? Kau sudah wamil?"
"Tidak, aku hanya memikirkannya. Ya. Wamil apa?" Jawab Drill, tapi kayaknya cuma alasan deh.
Drill pamit duluan. Woo Seung bergumam sendiri, ia sudah menduga hal itu, Ji Hoon memang yang terbaik diantara mereka bertiga.
Semua trainee berkumpul di ruang kemarin. Drill menyapa Ji Hoon seperti biasa.
"Kau sudah merasa baikan?"
"Oh, Bro. Aku MC Drill. Kegagalan membuatku semakin kuat."
"Kau selalu positif."
"Bro... Maksudku, Penyanyi Lee. Jangan lupakan aku saat sukses nanti. Tunggu aku debut. Aku akan mengikuti jejakmu."
"Jangan bicara dulu sebelum mereka mengumumkannya."
"Tidak mau."
Young Jae datang membawa daftar nama yang lulus. Ia menjelaskan bahwa perusahaan akan mendebutkan satu boygroup lagi.
"Nama yang kusebutkan berkumpul diruangan 201. Nama yang disebut akan debut."
Young Jae membuka dokumen itu dan nama yang pertama dipanggil adalah Drill. Drill tak menyangkanya, ia lasngsung heboh sendiri dan semua memberinya tepuk tangan.
"Lepaskan headphone-mu. Kita sedang melakukan pengumuman." Lanjut Young Jae memupuskan harapan Drill.
Lalu pengumuman yang sebenarnya dimulai, satu per satu nama dipanggil. Ji Hoon sudah menanti-nanti namanya dipanggil. Tapi sampai akhir pun namanya tidak dipanggil.
Setelah Young Jae pergi, Drill bertanya pada Ji Hoon, kenapa nama Ji Hoon tidak dipanggil? Bukankah itu aneh, mengingat Rap Ji Hoon yang sangat bagus kemarin.
"Hentikanlah. Kenapa kau terlalu membesar-besarkannya?" Kesal Ji Hoon.
"Bro..."
Ji Hoon lalu ke atap, ia meniru cara Hye Ri untuk mencari udara segar. Namun, tiba-tiba Hye Ri datang dan langsung menendang bokongnya. Ji Hoon terkejut sampai hampir jatuh.
Hye Ri: Kau mau bunuh diri?
Ji Hoon: Siapa mau bunuh diri?
Hye Ri: Kudengar kau tidak termasuk di daftar nama yang akan debut. Kupikir kau akan bunuh diri. Dan kutebak aku salah.
Ji Hoon: Jangan bercanda.
Hye Ri: Kau bilang aku harus tetap hidup agar bisa debut dan sukses. Kau juga harus tetap hidup.
Ji Hoon: Apa itu hanya untuk menghiburku saja?
Hye Ri: Lucu sekali. Kenapa aku harus menghiburmu? Kau bahkan tidak siap dan berbakat untuk debut. Bukankah orang yang lebih siap dan berbakat yang berhak debut? Jadi, untuk apa aku menghiburmu? Aku tidak melakukan hal tidak penting seperti itu.
Hye Ri sudah melangkah pergi tapi ia balik badan lagi dan memanggil Ji Hoon. Hye Ri lalu melemparkan kotak bekal Ji Hoon.
"Bagaimanapun... kau keren kemarin. Sedikit."
Bo Hee akan melakukan yoga, ia memanggil-manggil Gwang Jae tapi yang ada hanya Soon Tae. Ia lalu meminta Soon Tae untuk menjaga tokonya. Soo Tae merasa diperintah dan tak mau melakukannya.
"Omo. Omo. Siapa yang memerintah Anda? Aku minta tolong."
"Masalahnya ada di cara bicaramu. Saat kau meminta tolong, jelaskanlah alasannya. Dan bertanyalah apa mereka akan membantumu atau tidak."
"Aku mau berolahraga yoga. Anda tak punya pekerjaan di tempat kerja Anda itu juga. Apa Anda bisa menjaga tokonya untukku selagi Anda tidak berbuat apapun sekarang? Kumohon."
Soon Tae mengangguk lalu Bo Hee naik ke atas.
Soon Tae bergumam, ia bingung kenapa ia merasa jengkel.
"Aigoo, aku memilih mati daripada bertemu dengannya." Ucap Soon Tae, tapi ia teringat saat ia melihat Hyun Tae di atap kemarin, Soon Tae takut dan menarik kembali ucapannya.
Soon Tae membuka koran. Tertulislah sebuah artikel " Gejala Awal Demensia Harus Segera Ditangani". Soon Tae meletakkan koran itu kesal, ia masih muda tidak mungkin sudah mengidap demensia.
Tapi ia mengambil koran itu lagi, ia harus membacanya. Memancing, berjalan, berenang, berlayar, yoga adalah hal yang bisa dilakukan untuk mencegah demensia.
Young Jae rapat dengan Cary. Cary memperdengarkan lagu barunya tapi Young Jae tampak tidak suka.
"Chainsmoker-style, future bass, dengan hip-hop. Itulah mix lagunya. Anda tak suka?"
"Chains... apa?"
"Jika Anda tak menyukainya... Aku bisa menambahkan trendy trap dan dubstep."
"Trap atau apapun itu, bisakah kau... (menyuarakan musik yang dimaksud)."
"Ah, aku bisa menambahkan LoFi..."
"Menambahkannya atau apapun itu, aku mau itu seperti... (menyuarakan musik yang dimaksud). Kedengarannya seperti itu."
Cary tidak mengerti maksud Young Jae. Young Jae menjelaskan, ia bukan meminta Cary untuk membuatnya, hanya masukkan sedikit feel seperti itu, Apa sulit?
"Apa Anda bisa memberitahukan lebih spesifik mengenai apa yang Anda tak sukai?"
"(menyuarakan musik yang dimaksud)... Kau tak tahu feel seperti itu? Kita harus kerja keras, Cary. Aku mau melodi seperti itu. Kau tidak bisa melakukannya?"
Cary menutup laptopnya lalu keluar.
Young Jae kembali ke kursinya tapi dibawah ada seseorang yang sedang berbaring dilantai. Saat Young jae bertanya, orang itu bicara dengan bahasa Italia.
Young Jae lalu menelfon sekretarisnya, ternyata orang itu adalah David dari Italia yang datang untuk memperbaiki kursinya. Young Jae kesal, ia menyuruh Sekretarisnya utuk membuang saja kursinya.
Setelah David dibawa keluar oleh sekretarisnya, Young Jae mengeluarkan buku musik Hyun Jae dari brankas.
"Aku bahkan memberikan mereka lagu. Produser (Cary) macam apa dia? Apa aku harus terus memberitahu ini dan itu?" Keluh Young Jae.
Young Jae terkejut saat membuka buku itu. Ia langsung menelfon sekratarisnya, "Apa ada yang kemari saat aku keluar?"
"Hanya tukang kursi itu."
"Selain dia."
"Tidak ada."
Young Jae bertanya-tanya, lalu siapa yang menggambar itu?
Tentu saja Hyun Jae yang menggambarnya. Ia menggembar itu saat ia ingin ponsel, tapi waktu belum ada note lagunya.
Saat ini Hyun Jae sedang bosan karena WiFi-nya tidak bekerja, juga tidak ada yang mengirimkannya pager.
Hyun Jae melirik kamar Woo Seung, lalu ia pergi kesana karena disana jaringannya paling bagus. Ia menari berita soal dirinya. Di sebuah artikel tertulis kalau mobilnya ditemukan di Danau Sooryun.
"Danau Sooryun. Dimana itu? Aku mungkin bisa ingat kalau kesana." Gumam Hyun Jae, tapi kemudian ia teringat kalau ia tidak memiliki uang.
Hyun Jae murung, kenapa perginya semua uangnya? Ia yakin jumlahnya pasti banyak sekarang. Ia teringat saat membawa dua koper uang di dalam bagasi mobilnya.
"Uang yang kusembunyikan untuk keperluan mendadak juga pasti sudah hilang."
Hyun Jae teringat, ia menyembunyikan beberapa cek di dalam buku. Ia penasaran, apa masih disana ya? Lalu ia membuka kardus berisi barang-barangnya dan ia menemukan buku itu.
"Kumohon... kumohon."
Ia membukanya dan.... ada uangnya. "Yes! Ultra caption da bong."
Sutradara Park menelfon Gwang Jae setelah menolaknya kemarin. Gwang Jae masih kesal, maka ia menganggapinya setengah hati.
"Ayolah. Seseorang yang melakukan banyak hal tidak boleh begitu." Bujuk Sutradara Park.
"Kurasa aku takkan mencapai sesuatu karena sikapku."
"Ayo kita pergi dengan Hong Bo Hee."
"Kemana? Apa?"
"Aku merasa tidak enak dengan kau. Jadi aku meminta bantuanmu."
Gwang Jae langsung merubah sikapnya, ia bahkan memanggil Sutradara Park dengan Hyung, ia sangat berterimakasih karena Bo Hee diijinkan tampil di Flaming Youth.
"Tidak, bukan itu. Acaranya bernama Challenge Gayo Star. Banyak orang yang menontonnya. Kita harus segera melakukan syuting. Jika jadwalmu..."
"Sutradara! Aku takkan melupakan ini."
"Tidak perlu. Baiklah. Terima kasih."
Sebenarnya penulis acara itu yang meminta Sutradara Park untuk menelfon Gwang Jae. Tapi Sutradara Park masih penasaran, apa orang-orang ingin Bo Hee tampil lagi di TV?
"Dia tampil di acara radio dan terkenal karena "Boong Shin"." Jelas penulis.
" "Boong Shin"? Aku tidak tahu apa artinya itu. Tapi aku mengundangnya untukmu. Oke? Bagaimana dengan Yoon So Ra yang syuting saat usus buntunya pecah? Kita bahkan terus bekerja dengan kondisi seperti itu. Itulah mengapa aku mendapatkan keduanya."
Gwang Jae langsung memberitahukan kabar bahagia itu pada Bo Hee. Gwang Jae menjelaskan, acara itu cukup terkenal, banyak penyanyi diundang dan mereka bernyanyi di mesin karaoke.
"Kau menang kalau kau tahu banyak lagu." lanjut Gwang Jae.
"Menang? Jadi aku akan terus tampil untuk episode selanjutnya?"
"Ya, kau akan tampil terus jika kau menang. Kau harus menang. Kau harus bisa memenangkannya. Kalau begitu, haruskah kita latihan sekarang?"
"Latihan? Untuk apa? Yang kubutuhkan hanya skill-ku saja."
"Benar. Gunakan saja skill-mu. Kau tahu banyak lagu."
Di tempat kerjanya, Woo Seung menghitung kebutuhannya untuk membayar tempat les dan cari kosan tapi uangnya jauh dari cukup, sementara ia hanya bisa jadi Lee Ji Hoon palsu sampai akhir bulan.
Di salah satu bilik karaoke, Bo Hee ternyata sedang latihan, tapi ia kesal karena lagi-lagi salah lirik.
Saat berjalan pulang, Woo Seung melihat Ji Hoon melamun di taman bermain kompleks, ia pun mendekatinya.
"Selamat datang, Lee Ji Hoon." Kata Woo Seung saat melihat Ji Hoon.
"Apa maksudmu?"
"Bisa kutebak. Kau gagal. Apa salah?"
"Kau tajam juga rupanya. Kau benar. Aku gagal."
"Selamat datang di dunia para pecundang. Aku benar-benar menyambutmu di dunia penuh keputus-asaan dan rasa frustasi."
"Selamat datang? Aku selalu hidup di dunia itu."
Woo Seung memastikan, semuanya akan baik-baik saja. Jangan habiskan uang, Ji Hoon harus terus belajar dan mendapatkan pekerjaan dengan gaji pantas, soalnya Ji Hoon cukup pandai.
Ji Hoon mendesah, ia tak tahu lagi, semuanya tak berjalan lancar seperti keinginannya. Saat aku memikirkan kedua orang tuanya, ia seharusnya berhenti. Ia bimbang tiap hari.
"Kenapa kau sangat berbelit-belit? Ayo main itu. Sudah lama tak memainkannya." Paksa Woo Seung.
Woo Seung memaksa Ji Hoon naik ke permainan putaran. Ji Hoon kesal, bukannya menyanangkan ia malah pusing.
Woo Seung menasehati, "Kalau begitu buatlah dirimu sebagai perhatian. Kau mungkin merasa dunia bergejolak, tapi sebenarnya itulah dirimu. Jangan buat alasan hanya karena kau tidak percaya diri."
Hyun Jae lagi-lagi masuk kamar Woo Seung untuk mencari sinyal.
Kali ini ia ketahuan oleh Ji Hoon. Hyun Jae menjelaskan alasannya, karena disana tempat terbaik untuk dapat jaringan WiFi.
"Bagaimanapun, pemilik ruangan ini tidak ada disini dan ini ruangan milik wanita." Tegur Ji Hoon.
"Kenapa memangnya? Mengenal orang terkenal sepertiku adalah kehormatan tersendiri."
"Orang terkenal? Kau ingat sesuatu?"
"Tidak. Bukan itu maksudku."
"Beritahu aku jika kau ingat sesuatu."
"Ya, kau akan jadi orang pertama yang kuberitahu."
Woo Seung datang mengagetkan, ia heran,apa yang mereka berdua lakukan dikamarnya? Ji Hoon mengembalikan buku yang dibawanya lalu keluar. Sementara Hyun Jae masih asyik dengan ponselnya.
Woo Seung mengambil ponsel Hyun Jae supaya mau pergi. Hyun Jae merebutka kembali. Woo Seung pasang kuda-kuda, ia memperingatkan Hyun Jae untuk pergu segera sebelum ia pukul.
"Hei, apa kau tahu dimana Danau Sooryun?"
"Danau Sooryun?"
"Apa itu?"
"Danau Sooryun ya Danau Sooryun."
"Entah. Kau tidak mau keluar? Sepertinya kau harus terus dipukul agar mengerti."
Woo Seung mengayunkan tinjunya tapi Hyun Jae berhasil menahannya. Hyun Jae tahu kalau Woo Seung butuh uang. Hyun Jae akan membayar semua hutangnya pada Woo Seung hari ini asal Woo Seung mau menemaninya.
Hyun Jae mengajak Woo Seung ke Bank Yoori, tapi Bank-nya tutup. Woo Seung menjelaskan kalau setiap sabtu-minggu memang semua bank tutup. Hyun Jae terkejut karena Bank tutup di hari Sabtu.
Hyun Jae merekrut Woo Seung untuk bekerja paruh waktu padanya, ia ingin Woo Seung membawanya ke danau itu.
"Apa aku ini taksi? Kau pikir kau siapa? Apa kau merendahkanku?"
Hyun Jae lalu memberi Woo Seung cek 1 juta won. Woo Seung menuduh Hyun Jae mencurinya.
"Apa?! Kau pikir aku siapa? Lupakan. Senin nanti saat bank-nya sudah buka, aku akan membayarmu dua kali lipat. Jadi, antar aku kesana."
"Bagaimana aku bisa percaya padamu?"
Woo Seung menulis perjanjian dan meminta Hyun Jae membacanya, sementara ia merekam dengan ponselnya supaya Hyun Jae tidak kabur.
"Jika aku tidak bisa membayar upah kerja paruh waktu Choi Woo Seung pada hari Senin, aku akan pergi dari rumah tersebut tanpa protes apapun."
Woo Seung puas, tapi Hyun Jae malah menatap Woo Seung terus-terusan, Woo Seung pun bertanya, kenapa lihat-lihat?
"Aku jadi ingat satu hal."
"Kau ingat sesuatu? Apa?"
"Aku... paling benci wanita sepertimu. Aku ingat itu." Bisik Hyun Jae.
"Issss.... Jangan sampai kau tidak menepati janjimu!"
Seluruh Anggota World Entertainment ikut ke acara Bo Hee. Soon Tae mengklaim bisa menaikkan derajat mereka kalu ia ikut. Sementara dua artis Gwang Jae berkata mereka bisa merias dan menata rambut Bo Hee, mereka juga bisa sekalian kenalan dengan produser disana.
Soon Tae meminta Gwang Jae berhenti di toko lotere semebtar, ia bermimpi semalam. Seekor naga besar menyemburkan api dari mulutnya, ia rasa itu mimpi bagus.
Bo Hee meminta Soon Tae menjual mimpi itu padanya. Soon Tae merasa mimpi itu tidak terlalu berharga untuk dijual tapi Bo Hee memaksanya.
"Anda menjualnya untukku, ya?" Paksa Bo hee sambil memberi Soon Tae uang.
"Baiklah. Perasaanku sedang bagus. Sekarang mimpiku jadi milikmu." Jawab Soon Tae.
"Wah, Bo Hee kita sekarang akan syuting acara terkenal." Kata Gwang Jae.
Hyun Jae melongo melihat banyaknya stasiun subway yang tampak sangat ruet dimatanya.
Woo Seung memberinya tiket berbentuk kartu. Hyun Jae lagi-lagi tekesima, sangat "cap". Woo Seung malu, ia melarang Hyun Jae mengucapkan "cap" lagi.
"Jangan? Kalau begitu... Da bong."
"Da bong juga. Siapa yang masih mengatakannya? Kau selalu mengatakannya."
"Tidak ada yang mengatakan da bong lagi?"
"Tidak, aku tidak pernah mendengarkan itu sebelumnya."
"Da bong sudah tidak zaman lagi rupanya."
Woo Seung mengkritik satu lagi, ikat pinggang Hyun Jae yang menjulur seperti ular.
"Ini sangat trendy, tahu. Kau tahu apa? Lupakan. Kenapa aku bicarakan fashion denganmu?"
"Ya, ayo pergi dengan tenang. Kita pergi bersama tapi kita jangan terlihat seperti itu."
Woo Seung pergi duluan, sementara Hyun Jae masih diam ditempatnya, apalagi saat ia mendengar remaja putri bicara di telfon menggunakan bahasa singkatan. Hyun Jae benar-benar tidak mengerti apa yang dia bicarakan.
"Apa yang dia katakan? Apa itu bahasa Korea?"
Kemudian Hyun Jae sadar, ia sudah tertinggal jauh dari Woo Seung. Ia mencari-cari Woo Seung di depan pintu loket. Tiba-tiba saja Woo Seung sudah ada di belakangnya mengagetkan.
Woo Seung mengangkat tangan Hyun Jae, "Sudah kubilang jangan kemana-mana dan ikut aku."
"Siapa yang pergi kemana-mana?"
Dua artis Gwang Jae melakukan tugasnya dengan baik dalam mendandani Bo Hee, tapi sebenarnya tugas mereka gak banyak sih karena Bo Hee memang sudah cantik.
Soon Tae menghampiri mereka setelah sekian lama. Gwang Jae kesal karena dari tadi ia mencari-cari Soon Tae.
"Mungkin karena aku gugup, aku sudah lima kali ke kamar mandi." Jelas Soon Tae.
"Itu karena Anda terus saja makan kacang. Semua itu hanya minyak. Anda tak pernah memakan itu sebelumnya. Kenapa sekarang Anda terus memakannya?"
"Kenapa? Aku punya alasannya."
Penulis Lee (Penulis utama acara) menghampiri Gwang Jae. Gwang Jae sampai pangling karena Penulis Lee jadi tambah cantik.
"Ayolah, aku sedang tidak cantik sekarang. Terima kasih sudah mengatakannya walaupun aku tahu itu tidak benar."
Soon Tae sudah siap-siap disapa tapi Pemulis Lee malah menyapa Bo Hee. Ia akan menjelaskan konsep acaranya tapi Soon Tae menyela.
"Permisi, Penulis Lee. Kurasa kau tidak tahu karena kau adalah penulis termuda disini. Aku Lee Soon Tae, ketua Asosiasi Manajer Entertainment."
"Anda mengatakannya penulis termuda? Dia penulis utamanya." Jelas Gwang Jae.
"Utama? Penulis utama semuda ini? Kalau begitu... Kau tahu J2, 'kan? Aku adalah bos-nya. Apa kau tak pernah dengan Lee Soon Tae dari World Management?"
"Maaf? Oh, ya." Reaksi Penulis Lee dan Soon Tae tampak tidak puas dengan rekasi itu.
Tapi penulis Lee tidak peduli, ia kembali fokus pada Bo Hee.
Penulsi Lee: Bo Hee-ssi, bakat Anda yoga, bukan?
Bo Hee: Ah, ya.
Penulis Lee: Apa Anda punya sesuatu yang lain?
Bo Hee: Yang lain? Oh...
Penulis Lee: Salah satu bintang tamu bisa berdiri di ujung raket tenis. Bintang tamu lain juga memainkan suling dengan kakinya.
Soon Tae: Lucu sekali. Main dengan kakinya? Wah, benar-benar lucu.
Penulis Lee: Sejujurnya, hal-hal yang seperti itu yang punya banyak kesempatan untuk tayang. Aku hanya bertanya.
Gwang Jae: Bo Hee benar-benar hebat melakukan yoga. Kita akan bekerja keras. Dia akan melakukan bagiannya.
Artis Gwang Jae: Ah, Eonnie juga hebat menyulam. Dia jago minum juga.
Penulis Lee: Oh, kalau begitu kita akan melakukan yoga saja. Silahkan bersiap.
Bo Hee berpikir sejenak saat Penulis Lee mulai mejauh, ia lalu memanggil Penulis Lee setelah teringat sesuatu.
Woo Seung dan Hyun Jae turun dari bis, mereka jalan beberapa meter menuju danau. Setelah sampai di tepi, Woo Seung memberi Hyun Jae waktu 10 menit untuk melihat-lihat.
"Hei, pekerja paruh waktu. Kau dibayar, tahu. Jadi, kenapa kau yang memutuskannya?"
"Kau seharusnya pergi saja sendiri."
"Kau memang suka melakukan itu padaku. Oh... baiklah."
Hyun Jae melihat lokasi mobilnya ditemukan dulu dan ia berkeliling di sekitar sana.
"Benar... 1994 sudah berlalu. Namun, sekarang aku di masa depan. Tapi Kenapa aku kesini?"
Tapi kemudian Hyun Jae mulai menganalisa, ia menghilang disana pada 1994. Lalu ia menghilang dari dunia. Pertanyaannya, Kenapa disana? Kenapa ia menghilang? Atau... ia memang tidak menghilang? Apa seseorang sengaja membuatnya menghilang?
Setelah itu, Hyun Jae melihat sisa-sisa barang yang ditinggalkan penggemar untuk mengenangnya.
Woo Seung juga jalan-jalan sendirian, ia mengeluh bahwa orang yang bersamanya itu benar-benar menyebalkan.
Woo Seung jalan ke jembatan dan hendak ber-selfie tapi ia terpeleset dan ponselnya terlempar ke perahu. Woo Seung panik, bagaimana ini? Lalu ia memutuskan untuk melangkah ke perahu itu.
Seung Jae mengambil sebuah foto, ternyata itu foto yang Bo Hee tinggalkan. Hyun Jae membaca tulisan dibelakang foto.
"Aku akan menunggumu hingga kapanpun."
Woo Seung berteriak memanggil Hyun Jae, "Hey, Da bong! Da bong! Da bong! Da bong! Da bong! Da bong! Tolong aku!"
Dan karena perahu semakin menjauh, ia pun terjatuh ke air. Hyun Jae berlari dan masuk ke air untuk menyelamatkan Woo Seung.
Saat sudah di darat, bukannya mengkhawatirkan Woo Seung, Hyun Jae malah mengkhawatirkan ponselnya yang ada di ransel Woo Seung. Tapi untungnya ponselnya masih bisa menyala.
"Kau harusnya menanyakan kondisiku dulu baru menanyakan hal lain. Seseorang baru saja jatuh di dalam danau, tahu."
"Kau kelihatan baik-baik saja."
Woo Seung mengucek matanya dan lensanya copot. Tanpa lensa itu ia tidak bisa melihat dengan jelas, semuanya kabur.
Woo Seung mengucek matanya dan lensanya copot. Tanpa lensa itu ia tidak bisa melihat dengan jelas, semuanya kabur.
Akhrinya Woo Seung berjalan sambil berpegangan pada ikat pinggang Hyun Jae.
"Kau mengerti sekarang?"
"Mengerti apa?"
"Betapa berharganya ikat pinggang yang kau bilang kuno itu. Kau mengerti sekarang?"
"Jangan bicara sembarang dan jalan saja."
"Ya, ya."
>
3 komentar
Ditunggu sinopsis ep 8 nya mba diana. .ttp semangat nulisnya ya...
Lanjut ep 8 nyaaa :) jangan lama2 makin penasaran nihhhh sama cerita nya ;) makasih :)
Aarrgh walaupun suka yoon shi yoon,kok aku lebih pengen lihat jihoon dan wooseung pas berdua...
EmoticonEmoticon