-->

Sinopsis Tomorrow With You Episode 1 Part 2

- Februari 04, 2017
>

Sumber Gambar dan Konten dari tvN

Sinopsis Tomorrow With You Episode 1 Part 2


Young Jin keluar dengan sekretarsnya, Sekretaris Hwang yang cerewet. Ia mengeluh, kenaoa juga repot-repot menggelar rapat kalau Se Joon akan seperti itu? Se Joon sudah menandai areanya, bukankah sudah selesai. Mereka juga tahu, Se Joon memang ahli. Yeong Jin menegurnya dengan memanggil namanya tapi sekretaris Hwang tidak peka, ia terus saja bicara.

"Saya tidak mengerti darimana Presdir Yoo mendapatkan informasinya. Apa dia punya koneksi, ya? Dia benar-benar yatim piatu tidak, sih? Saya memikirkannya, dan saya rasa... dia pasti memiliki koneksi dengan keluarga kaya atau... Jangan-jangan putera di luar nikah seorang politisi? Pasti ada rahasia di balik kelahirannya. Aneh kalau tidak begitu."

"Hei!"

"Saya akan diam."

"Diamlah!"

"Saya akan diam. Iya."



Ki Dong sedang sibuk dengan komputernya, ia meminta Se Joon agar tidak terlalu keras pada Young Jin karena Young Jin sudah bekerja keras. Se Joon mengingatkan kalau mereka tidak akan mendapatkan uang jika menuruti Young Jin. Rencana Young Jin akan berubah dalam beberapa bulan, seperti katanya.

"Tetap saja, mestinya kau meyakinkan dia agar mau mengerti."

"Masa aku harus mengatakan melihatnya di masa depan? Kau bisa menggantikanku ikut rapat. Mau begitu saja? Kau mau menggantikan aku? Hei. Hei!"

Ki Dong tidak menyahut. Se Joon memancingnya dengan  nomor lotere minggu ini. Ki Dong menjawab tidak percaya tapi ia tetap mencatat nomor yang dibacakan Se Joon.

"Kubilang tidak percaya padamu! Jangan mengatakannya! Kau bilang tidak akan pernah memberitahuku dan aku juga tak akan pernah menang lotere. Nomor tadi palsu, kan?"

Tentu saja dan Se Joon tertawa, ngapain juga ia repot-repot mengingatnya. Ia menjelaskan, jika ia terlibat dalam kehidupan Ki Dong, maka Ki Dong akan sengsara. Bahkan meski terlibat sedikit saja, hidup Ki Dong akan hancur.

"Aku tahu. Kau tidak terlibat dalam kehidupan orang lain."


Se Joon mengakui kalau belakangan ini ia terlibat dalam hidup seseorang. Ia tahu soal kecelakaan seseorang, jadi ia menyelamatkannya. Seperti pahlawan super.

"Jadi, aku melihat sebuah kecelakaan di sama depan. Saat menyelamatkan orang itu, aku akan menjadi keren, membanggakan dan pria sejati, kan? Seharusnya begitu, kan? Bayangkan kalau orang-orang di sini tahu. Mereka akan memohon padaku untuk menyelamatkan dunia. "Selamatkan aku dari ini dan itu." Pasti ribut sekali."

"Kau ini ngomong apa, sih?"

Se Joon mengatakan kalau ia idak bisa berhenti memikirkannya. Ia bahkan tidak mengenalnya dan kenapa juga harus wanita seperti dia. Ki Dong bisa menebak wanita otu pasti cantik. Tapi Se Joon menyangkalnya.


Di rumahnya, Ma Rin sedang bersih-bersih. Di sana banyak botol minuman alkohol. Ia juga orangnya agak jorok sih.

Dan tidak sengaja ia menemuka album foto, ia memandanginya dengan senyum.


Ia mendapat telfon setelahnya, awalnya ia terkejut tapi berubah menjadi antusias.


Ma Rin datang ke Studio Sinbi, ia diterima di akademi. Ia mengoreksi kalau ia melamar menjadi asisten. Tapi petugas yakin kalau Ma Rin diterima di akademi. Kemudian fotografer itu datang. Ma Rin mengikutinya.


"Kau ikut kelas? Kita akan sering bertemu."

"Tapi, saya melamar sebagai asisten Anda. Anda sudah melihat portofolio saya?"

Fotografer mengiyakan dan posisi Ma Rin saat ini sudah bernar, harus masuk akademi dulu. Sejujurnya, fotografer tidak memercayai orang seperti Ma Rin. Ma Rin hanya ingin berkeliling dengan kamera untuk kelihatan keren dan terhormat. Ia banyak bertemu orang seperti itu.


Ma Rin tidak tahu kenapa tapi ia yakin fotografer sudah salah paham. Fotografer mengakui kalau Ma Rin memang fotogenik, tapi tidak cocok jadi fotografer.

"Bukankah bidangmu sebelumnya tidak mulus maka kau berpindah? Kehidupanmu selalu menjadi pusat perhatian. Dan, sekarang kau merasa malu karena hidup biasa-biasa saja. Kau ingin memiliki pekerjaan ini agar terlihat hebat. "Ah, aku hanya perlu berpindah dari depan ke belakang kamera". Seperti itulah pendapatku."

"Itu hanya prasangka."

"Tapi, prasangka-ku tidak pernah salah."


Ma Rin mengatakan, fotografer pasti selalu berpikir
yang fotografer lihat itulah kebenarannya. Hasil jepretan fotografer, memiliki celah yang tidak dapat fotografer lihat. Namun, itu sebabnya ia menjadi penggemar fotografer. Itu sebabnya ia menyukai hasil foto fotografer. Tapi, fotografer terus saja menjadi seseorang yang berpikir kebenaran adalah yang fotografer lihat.

"Alasan saya ingin menjadi fotografer adalah untuk menunjukkan itu bukanlah kebenaran."

"Bap Soon."

"Nama saya adalah Song Ma Rin!"

"Kalau kau masih punya harga diri, maka jangan memanfaatkan temanmu. Kau mencoba masuk melalui koneksi, lalu? Masih berpikir seperti itu? Menjijikkan sekali."


Ma Rin berjalan menuju stasiun dengan lemas. Di dalam kereta ia teringat kejadian 7 tahun lalu, dimana ia terlahir kembali disana.


Ia berdebat dengan seseorang yang mengambil fotonya diam-diam (mungkin itu Se Joon karena wajahnya tidak diperlihatkan), kemudian turun di Stasiun Namyeong. Ajaibnya, aku jadi selamat dari kereta yang meledak.

Narasi Ma Rin: Saat ini maupun seterusnya, aku masih memikirkan hal itu. Bukankah pasti ada alasan aku selamat? Apakah ada masa depan spesial yang menantiku? Aku harap itu benar.

Se Joon selesai melakukan perjalanan waktu dan ia kembali ke kereta. Ia melihat Ma Rin melamun lalu menyapanya sambil memengang pundak.

"Wow. Apa orang-orang biasa bertemu seperti ini? Luar biasa."

Ma Rin seperti biasa bersikap acuh.


Bahkan saat turun pun Se Joon mengikuti Ma Rin, mengajaknya jalan bersama tapi Ma Rin menyuruhnya untuk jalan duluan.

"Kan sudah takdir kita bertemu lagi. Ayo kita makan malam bersama."

"Kau terus saja menyentuhku."

"Apa?"

"Terakhir kali, kau menyentuh lenganku dua kali, bahkan memaksaku berbaring. Sekarang lagi! Kuharap, kau tidak melakukannya. Kita bahkan tidak saling kenal."


Se Joon tak menyangka Ma Rin orangnya sangat rinci hingga terus saja menghitungnya. Ma Rin membenarkan, ia memang tipe konservatif. Se Joon mengoreksi, bukankah lebih tepat ia meraih Ma Rin, bukan menyentuhnya? Untuk tipe konservatif, Ma Rin memilih kata yang terlalu kasar.


"Kau dari luar negeri? Dari Amerika? Kau suka kontak fisik dan bersikap ramah pada orang yang tidak sengaja kau temui. Kau terlalu bebas. Aku tidak yakin bagaimana lagi harus menilaimu dengan situasi begini. Terlebih, aku tidak pintar. Selamat tinggal."


Ma Rin jalan duluan, ia mengeluh apa Se Joon itu sales atau semacamnya, ya. Ia berhenti di tiang yang ditempeli foto-foto ledakan kereta tujuh tahun lalu. Ia akan mendoakan mereka tapi cuma sebentar karena Se Joon terus mebgikutinya.

Se Joon tidak tahu masih ada yang mau berhenti di sana. Ma Rin tidak peduli, ia melanjutkan jalannya. Se Joon mengajaknya makan tapi tidak digubris. Se Joon sudah tahu kalau ia tidak boleh mengatakannya tapi terpaksa karena Ma Rin menolak ajakannya makan.

"Ayo kita minum! Minum bersama!"

Ma Rin pun berhenti dan berbalik.


Saat bir datang, Ma Rin langsung mencecapnya. Se Joon menyuruhnya pelan-pelan saja minumnya, makanannya saja belum datang. Ma Rin mengaku malu saat berhadapan dengan orang baru. Saat minum, ia juga hanya minum bir. Soju terlalu pahit.

"Aku mengerti." Jawab Se Joon canggung karena sudah tahu pasti kebiasaan minum Ma Rin.

"Sekarang aku minum dengan seseorang yang tidak kukenal. Pengalaman yang menyenangkan sekali."

Se Joon minta segera dihidangkan makanannya. Ma Rin menggeleng, ia tidak suka makan sambil minum. Ah.. Se Joon ingat kalau Ma Rin konservatif sekali. Ia lalu menanyakan apa pekerjaan Ma Rin.

"Memotret."

"Berapa usiamu?"

"Kenapa kau mau tahu?"

"Penasaran saja."

"Kenapa penasaran tentangku?"

"Memang harus ada alasan penasaran akan seseorang?"

"Kita pergi setelah isi gelas ini habis."


Tapi apakah itu benar? Tidak cinggu. Ma Rin tidak bisa berhenti sampai bergelas-gelas hingga ia mabuk. Ia bahkan mengocehkan umurnya yang sudah 31 tapi tidak kelihatan segitu. Se Joon berpendapat lain, menurutnya Ma Rin memang terlihat berumur 31 tahun.

"Berapa usiamu?"

"19 tahun. Bohong, kok. Aku 30 tahun."

Ma Rin selanjutnya menanyakan pekerjaan Se Joon. Se Joon lama menjawab jadi Ma Rin menyimpulkan kalau Se Joon adalah pengangguran, tapi tidak apa-apa kok. Faktanya, seseorang memang harus bekerja sangat keras untuk dapat pekerjaan. Se Joon akhirnya mengaku kalau ia Presdir dari sebuah perusahaan real estate besar. Ia hanya tidak ingin terkesan pamer.


"Oh... kau sukses di usia muda. Kau pemilik perusahaan real estate rupanya. Deobbang-ah (Makelar). Deobbang... Kenapa kau melakukannya padaku? Kau tertarik padaku pada pandangan pertama."

"Tertarik padamu?"

"Kau bersikap aneh, menyentuh dan terus menguntitku."

Ma Rin mengungkit kembali soal sentuhan itu. Se Joon kesal dan memintanya berhenti. Nemang pernah ada pria yang lewat dan mengatakan menyukainya? Kenapa Ma Rin terus berkata begitu?

"Aku pasti sangat membuatmu terkesan. Atau... kau malah tidak suka?"

"Menatapmu rasanya aneh. Baiklah... Noona ini mengerti, kok."

"Jangan membuat ekspresi seperti itu. Kau tidak mengerti. Kau salah paham padaku."

Tapi Ma Rin malah menjadi-jadi.


Ma Rin sudah menghabiskan gelas yang ke sekian. Ia berdiri dan Se Joon mengikutinya tapi Ma Rin manahannya. Ia tidak pulang ke rumah, kok. Cuma ke toilet saja. Dan Ma Rin memesan satu gelas bir lagi.  Ia memastikan akan pergi setelah gelas itu habis.


Se Joon berakhir mengikuti Ma Rin ke toilet cewek, ia menjaga pintu untuk Ma Rin.

"Tahan itu. Tahan! Mati kau kalau kau tidak menahannya!" Teriak Ma Rin dari dalam.

Pintunya rusak, setelah keluar dari toilet. Ma Rin mengajak Se Joon ke Blue House untuk melapor masalah pintu rusak itu. Se Joon pusing, ia menyuruh Ma Rin kembali masuk untuk membetulkan pakaiannya.

"Kau sangat imut. Lucu sekali. Kau bahkan memegangi pintunya. HAHAHAHAHA..."


Setelah dari kafe mere pindah di warung tenda pinggir jalan. Ma Rin meramu minuman dan memberikannya pada Se Joon, ia memperingatkan Se Joon agar tidak terlalu menyukainya karena Se Joon tidak tahu banyak soal dirinya.

"Yeah, aku tidak pernah menyukaimu. Aku membuat kesalahan besar terakhir kali. Aku pasti sudah gila."

"Memang aku begitu cantik, ya? Aku sudah sering dengar kalau mataku sangat cantik. Sebenarnya, kakiku juga sangat cantik."

Ma Rin memamerkan kaki jenjangnya. Se Joon sekalian menyuruhnya menunjukkan itu padanya jika memang sangat percaya diri. Ma Rin mengklaim kalu dirinya bukan wanita gampangan, ia tidak tidur dengan sembarang orang. Tidak juga berkencan. Ia terluka karena cinta. Se Joon mengerti, kan? Ia percaya diri dan wanita yang tidak kenal takut.


Se Joon tidak kuat lagi, ia menuang bir dan menanggaknya. Ma Rin masih terus ngoceh,

"Apa aku harus lebih jujur lagi? Aku hanya terlihat polos di luar. Sebenarnya, aku gila. Jadi, jangan menyukaiku. Kau akan terluka dan ketakutan. Masalahnya adalah... aku benar-benar bisa menggila. Aku bisa menghancurkan hatimu berkeping-keping."

"Kalau aku bilang menyukaimu untuk kedua kalinya, kau pasti akan menguntitku. Kau mau aku begitu? Aku tidak menyangka kau akan bicara segila itu."


Ma Rin serius, teman-teman Se Joon mungkin akan mengejek karena mengencani Bap Soon. "Bukankah Bap Soon sudah gila sekarang?" "Memang dia siapa sekarang ini?" Se Joon akan lelah mendengar, "Hidupnya sudah hancur sekarang."

"Orang-orang yang tidak mengenalku terus mengejek aku. Kau akan lihat mereka mengunyahku seperti camilan saat minum alkohol. Siapa yang tahu? Mungkin juga kau sama seperti mereka."

"Delusimu tentang diri sendiri cukup parah." Se Joon menyuapi Ma Rin camilan.

"Apa kau bilang?"

"Apa kau tidak merasa berlebihan menilai popularitasmu?"

"Tahu apa kau?"

"Aku memang tidak tahu apa-apa. Tapi, orang lain pun sama tidak tahu. Orang lain? Apa urusan mereka dengan hidup kita? Mereka juga sibuk bertahan hidup. Kesibukanmu toh tidak lebih padat dari mereka. Kau sibuk kesana kemari mendengarkan omongan orang."

"Kau sedang menasehatiku? Deobbang, kau itu setahun lebih muda dariku!"

Ma Rin akan mengetok kepala Se Joon tapi Se Joon menahannya, ia menatap mata Ma Rin saat mengatakannya, "Hidup lebih singkat dari perkiraanmu. Kau sebaiknya tidak terpaku pada masa lalu."

Tapi setelah Se Joon melepaskannya, Ma Rin tetap mengetok kepala Se Joon, "Kau ingin kelihatan keren? Kau pikir aku akan berdebar, begitu?"


Se Joon mengantar Ma Ri pulang naik taksi. Dalam mabuknya Ma Ri merintih, "Besok... Besok, matahari akan terbit."

-- 25 MARET 2019 ; MASA DEPAN --


Se Joon melakukan perjalanan masa depan. Saat itu ia melihat dirinya sendiri terlibat dalam kecelakaan mobil dan juga ada Ma Rin bersamanya.


Lalu seorang pria menghampirinya, Doo Sik. Doo Sik mengajaknya pergi, Se Joon tidak bisa berdiam di sana. Se Joon terkejut, bukankah itu dirinya?

"Itu sebabnya kita harus pergi ke masa sebelumnya! Ini adalah peristiwa kematianmu, kau tidak boleh ada di sini. Kau bisa lenyap!"

"Apa sih maksudmu? Aku... aku akan mati?"

"25 Maret 2019, Pukul 9 malam. Itulah waktu kematianmu. Waktu kita kurang dari 30 menit. Cepatlah. Cepat!"


Mereka sudah berada di stasiun Namyeong. Tidak heran Se Joon sudah merasa ada yang aneh. 25 Maret 2019, ia belum pernah ke tanggal itu, ini untuk pertama kalinya ia berhasil melakukannya. Sebelumnya ia tidak pernah bisa ke tanggal itu, jadi ia menduga terjadi sesuatu.

"Itu karena... aku mati. Wow, gila. Gila sekali."

"Tidak bisa mati lebih aneh. Bukankah kematian adalah hak Sang Pencipta?" Tanggapan Doo Sik.


Se Joon ingin hidup 50 tahun lagi, ingin hidup lebih lama dari Doo Sik.

"Lakukan, Nak! Kau tidak perlu menegaskannya padaku. Kenapa kau tidak coba cari gadis itu saja? Gadis yang kecelakaan dan mati bersamamu."

"Kami mati bersama?"

"Di IGD, bersamaan." Doo Sik mengangguk.

Se Joon mengatakan kalau ia tidak mengenal siapa Gadis itu. Makanya Doo Sik tadi bilang agar Se Joon mencari Gadis itu karena Gadis itu satu-satunya yang berhubungan dengan kematian Se Joon. Mereka tidak pernah tahu, mungkin Gadis itu memegang memegang kunci kehidupannya.

"Kau hanya punya 3 tahun tersisa." Peringatan Doo Sik.

-- Masa Kini --


Se Joon mengenang waktu itu. Owalah.. jadi itu sebabnya Se Joon turut campur kehidupan Ma Rin.


Ma Rin sadar dengan tampang berantakan sekali. Ia kesal karena tidak mengingat apapun ulah yang dibuatnya semalam.


"Aku tidak menyebut soal kakiku, kan? Tidak, pasti tidak sejauh itu."

Tapi kemudian ia sadar sudah melakukannya. Ia kemudian mengecek ponselnya dan disana ada banyak sekali fotonya bersama Se Joon.

"Kacau! Oh... kenapa aku ini? Aku pasti gila! Menjijikkan sekali. Oh, menyedihkan sekali."

Ma Rin membantah itu bukan adalah dirinya, ia tidak mau, pokoknya tidak mau. Ia terus menggeliat saat mengatakan itu hingga membuatnya mual.


Ma Rin berangkat kerja. Ia lesu, pasti Daebbong akan menganggapnya gila. Ia lalu membuat keputusan kalau ketemu Se Joon lagi menghindar saja.

"Tak apa. Aku terlahir kembali hari ini."

Tapi ia tidak bisa lanjut berjalan karena rasa mualnya.


Tanpa Ma Rin sadari, Se Joon memperhatikannya dari mobil bersama Doo Sik. Se Joon bertanya, apa Doo Sik sungguh berpikir wanita aneh yang mereka perhatikan itu kunci kehidupannya? Doo Sik tidak tahu pasti mereka perlu melihat dan menunggu.

"Saat ini, aku tidak punya pilihan." Ujar Se Joon.

"Setidaknya, perempuan, bukan laki-laki. Oh, dia cantik."

"Aku lebih peduli soal inner beauty."

"Omong kosong! Jangan bicara omong kosong!"

Se Joon serius soal itu. Doo Sik menangkan, kan mereka belum tentu juga tinggal bersama, jadi buat apa kuatir. Se Joon mengerti, mereka hanya perlu saling mengenal saja, tidak perlu terlalu dekat. Se Joon kemudian keluar membawa payung, ia meminta Doo Sik menunggu.


Ma Rin melihat Se Joon mendekat, ia pura-pura sedang bicara sendiri soal cuaca hari ini yang bagus. Se Joon menegurnya, "Oh, kita bertemu lagi."

Ma Rin balik menyapa, "Oh! Kenapa kau kemari?"

Se Joon berbohong hanya sedang jalan-jalan dan tidak sengaja melihat Ma Rin. Ma Rin mengoreksi, bukankah agak keterlaluan menyebutnya tidak sengaja. Se Joon mengangguk.


Ma Rin membahas soal semalam, pasti ia sangat mabuk, kan. Se Joon memotong, kebetulan karena mereka bertemu biar ia minta maaf. Ia minta maaf kalau tidak sengaja berbuat salah semalam, ia terlalu mabuk.

"Kau tidak sadar?" Tanya Ma Rin.

"Bahkan tidak ingat apa pun."

"Benarkah? Tidak sama sekali?"

"Ya, tidak. Apa sebaiknya coba kuingat? Tidak usah saja?"

Ma Rin menggeleng, itu lebih baik. Tapi Ma Rin heran, kenapa Se Joon bicara banmal (informal). Se Joon juga tudak ingat apapun, tapi cara bicaranya berubah begitu saja mungkin kemarin mereka jadi sangat dekat. Lalu ia pamit, sampai jumpa lagi.


Ma Rin menatap punggung Se Joon, ia tahu kalau semalam Se Joon tidak mabuk. Lalu Se Joon kembali untuk memberikan payung, ia memaksa Ma Rin mengambilnya karena pasti akan membutuhkannya.

"Tapi, hari ini katanya tidak hujan. Aku memeriksa cuaca untuk acara pemotretanku."

"Tetap ada kemungkinan hujan turun."

Se Joon kembali ke mobilnya tapi Doo Sik sudah tidak ada.

Ma Rin kembali memotret Bit Na dan seperti biasa ia memuji kecakapan Bit Na dalam berpose. Bit Na berterimakasih pada Ma Rin, ia mendengar kalau bos akan memecetnya tapi Ma Rin meyakinkan bos.

"Kau baru dengar sekarang ini? Padahal rumor buruk kan cepat tersebar. Tidak ada yang istimewa, itu memang bakatku, kan? Kau harus menyebarkannya." Tanggap Ma Rin.

Pokoknya Bit Na berterimakasih. Ma Rin bercanda, kalau Bit na sukses nanti jangan sampai melupakannya. Bit Na harus setia pada orang yang menemanimu dalam susah dan senang.


Tiba-tiba hujan turun, mereka panik menyelamatkan baju-baju dan make up. Ma Ri menatap langit, teringat kata-kata Se Joon soal hujan.


Se Joon selesai menulis diary, ia duduk bersandar di kursinya. Lalu ia buru-buru keluar.


Saat sampai di pintu, Ki Dong datang ternyata. Se Joon pamit mau ke masa depan. Ia janji akan cepat pulang lalu minum anggur dan pancake bersama. Ki Dong setuju.

-- 3 BULAN KEMUDIAN : MASA DEPAN --


Se Joon pulang ke rumahnya tapi suasananya berubah drastis. Disana tergantung foto pernikahannya dengan  Ma Rin, ia jelas kaget setengah mati.


Ma Rin menggunakan payung pemberian Se Joon,

"Apa ini? Pria yang luar biasa." Ujarnya.


Di rumahnya, Ma Rin tiba-tiba muncul dari kamar mandi memanggilnya,

"Ddaeboong? oh! Kau sudah pulang?? Kau sudah lama tidak pulang karena sibuk kerja. Kau ingin menunjukkan kita ini pengantin baru?"

"Pe...pengantin baru?" Tanya Se Joon kaget.

"Hei, berhentilah menatapku begitu. Aku jadi malu."

"Kita... pengantin baru?"


Semantara itu, Ma Rin berjalan dengan payung Se Joon dengan bahagia.


>

4 komentar


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search